Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jadi, kami sudah terbiasa. Sekarang- kami tidak apa-apa lagi jika diancam- dan ditekan.” Jika Amerika Serikat memutuskan melakukan serangan militer? ”Tak usah khawatir, serangan itu tidak akan terjadi, Insya Allah.”
Presiden Ahmadinejad, tamu kita pekan lalu, mengurai: ada yang lebih pen-ting dari kasus nuklir Iran. Berkali-kali ia menyebut dunia kini yang diliputi- ketidakadilan dan kezaliman—sambil- senyumnya terus mengembang lebar. Ahmadinejad, 50 tahun, berbicara panjang tentang Amerika Serikat, konflik- Palestina-Israel, Dewan Keamanan PBB yang minggu depan akan memvonis- Iran. Semua bisa menangkap, ia lagi me-lancarkan protes terhadap status quo yang merugikan banyak orang—dengan senyum tak pernah lepas dari bibirnya.
Ia juga menilai liberalisme tidak mam-pu menjawab tantangan zaman. Di da-lam liberalisme terdapat kelemah-an yang- berangkat-berakar pada satu hal: nafsu. ”Padahal masyarakat justru ingin- lepas dari kezaliman,” katanya. Ya, meskipun Ahmadinejad sama sekali- tidak menyebut Amerika Serikat atau negara Barat lainnya ketika berpidato, sangat jelas pihak mana yang ia tunjuk.
Dan para mahasiswa pun terpesona. Di Universitas Indonesia (UI), anak-anak muda berjas kuning menyambut- dengan- poster-poster, antara lain, ”Iran in My Heart”, ”Nuclear for Peace”. Sedang-kan di Universitas Islam Nege-ri Sya-rif- Hidayatullah, suasana lebih- heboh: ada lagu-lagu marawis dan teriakan-teriakan ”Allahu Akbar”.
Sebenarnya Ahmadinejad berbicara- dengan banyak pejabat eksekutif -maupun legislatif negeri ini, termasuk -Pre-siden Susilo Bambang Yudhoy-ono. Tapi, yang paling menarik, Ahmadi-nejad adalah bintang di kampus. Di UI, ia -mencoba berbicara dalam -bahasa -Indonesia, juga melontarkan canda. ”UI kan luas, kenapa tanahnya tidak dibagi-bagi saja buat mahasiswa,” kata lelaki -kelahiran Aradan, Iran, itu. Ia juga membalas- acungan huruf ”V” para mahasiswa—simbol kemenangan dan perdamaian. Presiden yang sederhana ini juga langsung memberi beasiswa kepada- Siti Fatimah, 28 tahun, mahasiswi -Kajian Timur Tengah dan Islam UI yang menyatakan ingin meneliti soal Iran.
Bisa dikatakan, kunjungan pertama- Ahmadinejad ke Indonesia dari Selasa- malam hingga Jumat pekan lalu sukses-. Se-lain menandatangani bebe-rapa -proyek, termasuk investasi kilang minyak- di Tuban, Jawa Timur, senilai US$ 3 miliar (sekitar Rp 26 triliun)-, -lulusan -Universitas Ilmu Pengetahu-an dan Teknologi Iran itu berhasil- meng-galang dukungan soal -nuklir. -Pe-merin-tah Indonesia dan Majelis Permu-syawaratan Rakyat, serta para mahasiswa yang dikunjunginya, mendukung pengembangan nuklir Iran, jika untuk maksud damai. ”Nuklir kami untuk damai,” demikian Ahmadinejad mengatakan dalam setiap pertemuan.
Memang tak dapat dihindari, soal nuklir Iran yang sedang menunggu keputusan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dewan memutuskan menunda vonis dua minggu agar Iran mengevaluasi ulang untuk menghentikan program pengayaan uranium, Selasa pekan lalu. Namun, bisa dipastikan Iran tetap jalan terus dengan program nuklirnya. Alasan Ahmadinejad: jika Badan Tenaga Atom Internasio-nal (IAEA) menghendaki Iran menghentikan pengayaan uranium, hal itu juga harus berlaku untuk negara lainnya. ”IAEA pun harus menyelia semua ne-gara yang memiliki proyek nuklir,” kata Ahmadinejad.
Di Indonesia, bekas anggota Garda Re-volusioner Islam ini secara konsisten menunjukkan penentangannya terhadap- Amerika Serikat dan sekutunya. Tidak dengan retorika berapi-api, melainkan dengan bahasa tertata, logika yang terjaga, dan senyum yang mengembang.
Bina Bektiati, Indriani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo