Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ISRAEL
Palestina Kecam Pengiriman Vaksin ke Negara Lain
PEMERINTAH Palestina mengecam kebijakan Israel yang mengirim vaksin Covid-19 ke negara-negara yang jauh tapi mengabaikan penduduk Palestina yang tinggal di sebelahnya. Dalam wawancara dengan stasiun radio Voice of Palestine pada Kamis, 25 Februari lalu, Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki menyebut keputusan Israel itu adalah bentuk “pemerasan politik dan tindakan tidak bermoral”.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Israel akan mengirim 100 ribu vaksin buatan Moderna ke 15 negara sekutunya dan beberapa negara di Afrika yang memiliki hubungan politik dengan Israel, seperti Guatemala, Hungaria, dan Republik Cek. Pada Kamis, 25 Februari lalu, Honduras telah menerima pengiriman pertama vaksin itu. Hungaria dan Guatemala adalah dua negara yang memindahkan kedutaan atau kantor misi perdagangan mereka ke Yerusalem, tanda mendukung kebijakan Israel yang mengklaim Yerusalem sebagai ibu kota barunya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Israel telah memvaksin separuh lebih dari 9,3 juta penduduknya dalam waktu kurang dari dua bulan, yang menjadikannya negara pertama dengan persentase penduduk terbanyak menerima vaksin. Israel hanya memvaksin orang Palestina di daerah pendudukan Yerusalem Timur karena mereka berstatus sebagai penduduk Israel. Penduduk Palestina di daerah lain belum satu pun mendapat vaksin.
Kementerian Kesehatan Palestina masih menunggu kiriman vaksin dari perusahaan vaksin dan negara yang berjanji membantu. Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan jumlah penduduk Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza sebanyak 5 juta jiwa. Kiriman 10 ribu vaksin bikinan Rusia baru tiba. Covax, skema bantuan vaksin internasional yang disokong Badan Kesehatan Dunia (WHO), berjanji mengirim 240 ribu dosis vaksin AstraZeneca dan 37.440 dosis Pfizer-BioNTech pada akhir bulan ini.
AMERIKA SERIKAT
Biden Tak Akan Menghukum Pangeran Salman
MESKIPUN pernah berjanji menghukum para pemimpin senior Arab Saudi yang diduga terlibat dalam pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi, Presiden Amerika Serikat Joe Biden menolak menjatuhkan sanksi kepada Putra Mahkota Saudi Pangeran Muhammad bin Salman. Laporan komunitas intelijen Amerika menyimpulkan bahwa Pangeran Salman bertanggung jawab atas kematian Khashoggi.
Dalam wawancara dengan Univision, Biden mengatakan ia tak sedang berurusan dengan Raja Saudi ataupun Pangeran Salman. “Kami akan meminta pertanggungjawaban mereka (pemimpin senior Saudi) atas pelanggaran hak asasi manusia dan kami akan memastikan bahwa mereka, jika mereka ingin berurusan dengan kami, harus berurusan dengan itu, sebagaimana pelanggar hak asasi manusia harus hadapi,” kata Biden, seperti dikutip CNN, pada Sabtu, 27 Februari lalu.
Pemerintah Biden merilis laporan rahasia intelijen tentang kematian Khashoggi pada Jumat, 26 Februari lalu. Presiden Donald Trump dulu menolak merilis laporan ini. Laporan itu menyebutkan bahwa Pangeran Salman secara langsung menyetujui pembunuhan Khashoggi. Menteri Luar Negeri Amerika Antony Blinken lantas mengumumkan pembatasan visa terhadap 76 orang Saudi yang terlibat dalam kasus itu tapi tak menyebut soal Pangeran Salman.
FILIPINA
Duterte Meneken Aturan Pembelian Vaksin
Presiden Rodrigo Duterte, September 2018. REUTERS/Lean Daval Jr
FILIPINA kini menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang belum memulai vaksinasi Covid-19. Presiden Filipina Rodrigo Duterte baru meneken Undang-Undang Program Vaksinasi Covid-19, yang akan mempercepat pengadaan vaksin dan dana ganti rugi 500 juta peso atau sekitar Rp 147 miliar. “Kami yakin bahwa penandatanganan undang-undang yang penting ini akan mempercepat pengadaan dan administrasi vaksin untuk perlindungan terhadap Covid-19,” kata juru bicara kepresidenan, Harry Roque, pada Jumat, 26 Februari lalu, seperti dikutip Inquirer.
Dana ganti rugi itu akan diberikan kepada individu yang telah divaksin tapi kemudian meninggal atau menderita efek samping vaksin. Dana itu akan dikelola oleh Perusahaan Asuransi Kesehatan Filipina (PhilHealth). Ketiadaan kesepakatan soal ganti rugi inilah yang membuat pemerintah menunda pengiriman vaksin bikinan Pfizer.
Masyarakat Filipina masih berdebat soal vaksin mana yang akan mereka terima. Tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Filipina (PGH) melancarkan protes dan menuntut vaksin yang gratis, aman, dan efektif pada Jumat, 26 Februari lalu. Mereka mengatakan pantas mendapatkan “hanya yang terbaik”. Menurut Presiden Aliansi Pekerja Kesehatan Robert Mendoza, separuh atau sekitar 3.000 tenaga kesehatan PGH menolak vaksin Sinovac karena tingkat kemanjurannya yang rendah. Adapun Menteri Urusan Luar Negeri Teodoro Locsin Jr. menolak vaksin bikinan Sinovac dan memilih Sputnik V buatan Rusia.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo