PENGAKUAN itu hampir-hampir tidak ada artinya. Sesudah kemelut berlangsung empat bulan, sesudah MacFarlane gagal bunuh diri, sesudah Donald Regan dipecat, sesudah Komisi Tower menyingkap banyak petualangan demokrasi yang memalukan ... Dan terakhir sesudah John Poindexter tiba-tiba bertekad mau angkat suara. Barulah Presiden Ronald Reagan -- lewat pidato akhir pekan, dari Camp David -- mengakui "kekhilafannya". Lewat pidato radio yang diudarakan Sabtu lalu, Reagan -- tanpa kesulitan -- mengemukakan tiga hal pokok. Pertama, ia menyetujui penjualan senjata ke Iran -- dalam upaya membebaskan sandera Amerika. Kedua, ia tidak menggubris nasihat Menlu George Shultz dan Menhan Caspar Weinberger yang menentang AS berurusan dengan Iran. Ketiga, ia tetap meneruskan rencana penjualan senjata itu walaupun ia tahu risiko-risikonya. Hanya ada satu hal menggembirakan dari pidato ini, yakni ternyata Reagan bukan tipe pemimpin yang sama sekali tidak tahu apa-apa, seperti yang dikhawatirkan Edmund Muskee dari Komisi Tower. Tapi di luar itu -- demi nama baik kabinet dan dirinya sendiri -- ia membiarkan kemelut skandal Iran-Contra berlarut-larut dengan harapan lama-lama dilupakan orang. Hal itu tidak terjadi. Popularitas Reagan merosot. Kondisi kesehatannya yang kurang baik pun tidak bisa membuat orang bersimpati kepadanya. Dunia luar mulai mengukur dalam arti meragukan kepiawaiannya. Dan sahabatnya, Poindexter, bersiap-siap membongkar banyak rahasia yang semestinya tidak perlu dibongkar. Sebelum segalanya berkembang sampai tidak lagi terkendali akhirnya, sebuah pidato radio diharapkan dapat meredakan situasi. Tapi citranya akan tidak tertolong. Soalnya, Reagan terlalu fasih dalam berbohong. Ia gencar mengajak dunia melawan negara-negara pendukung aksi teror -- termasuk Iran -- tapi diam-diam ia menjual senjata pada Teheran. Waktu rincian kasus penjualan senjata itu terkuak beberapa minggu kemudian, presiden yang bekas aktor ini lalu mengakui adanya penjualan, tapi bersikeras dengan dalih: demi kontak dengan kelompok moderat di Iran, juga demi memulihkan hubungan Washington-Teheran. Padahal MacFarlane berunding dengan wakil penguasa Iran. Kalau Sabtu lalu Reagan mengaku bersalah, "sikap kesatria" ini pun agaknya tak lepas dari laporan Komisi Tower. Seperti diketahui, komisi pengusut ini antara lain menuduh Menlu George Shultz dan Menhan Weinberger tak bersungguh-sungguh mencegah Reagan melakukan transaksi, seperti yang selama ini diakui kedua pejabat tinggi pemerintah AS ini. "Dalam kasus penjualan senjata ke Iran, Menteri Shultz dan Weinberger gencar menasihati agar saya tidak melakukannya. Saya mempertimbangkan advis mereka, tapi akhirnya memutuskan melanjutkannya," kata Reagan. Kabarnya, pembelaan Reagan ini memang dituntut oleh kedua menteri itu. Sejumlah pengamat menduga sikap "mencicil pengakuan" sengaja dilakukan Reagan dalam strateginya untuk memperbaiki citranya yang sudah runtuh. Laporan Komisi Tower tak pelak lagi membuat Reagan "babak belur". Selain mengungkap permainan politik kotor para pembantu Reagan di Dewan Keamanan Nasional AS (NSC) dan menyibak peran lebih mendalam Israel dalam skandal "Iran Contragate", tim ini juga membongkar keterlibatan banyak negara lain. Majalah Far Eastern Economic Review, FEER, pekan lalu, memberitakan bahwa Taiwan dan Korea Selatan, ternyata, secara diam-diam ikut menyumbang dana ke kelompok pemberontak Contra di Nikaragua. Kenyataan ini tersibak dari catatan Letkol Oliver North, bekas pejabat NSC, pelaku utama skandal ini, kepada Robert MacFarlane (bekas Penasihat Keamanan Nasional Presiden Reagan) tertanggal 6 Februari 1985. Sejauh ini, baru Arab Saudi dan Brunei yang diketahui turut mengirim puluhan juta dolar untuk membantu kelompok Contra. Upaya mengumpulkan dana perorangan untuk kelompok Contra dimulai pertengahan 1984, ketika Kongres AS menolak memasok bantuan terselubun CIA kepada kelompok itu. Karena itulah, para pembantu Reagan di NSC melakukan "pendekatan" secara diam-diam kepada tokoh pemimpin sejumlah negara untuk mengumpulkan dana Contra itu. Dari donor perorangan selama Juli 1984 sampai Maret 1985 dapat dikeruk dana US$ 32 juta. Penyelidikan yang dilakukan Kongres AS sejauh ini berhasil mengungkap bahwa Raja Fahd dari Arab Saudi memasok US$ 20 juta, sedang sisanya, menurut FEER, datang dari Taiwan dan Korea Selatan. Kabarnya, nama Taiwan dan Korea Selatan sengaja tak disebut Komisi Tower, untuk tidak membuat malu kedua negara Asia ini. Brunei tercatat memasok US$ 10 juta, Agustus tahun lalu. Tapi sumbangan pribadi Sultan Bolkiah ini, bersama dengan laba hasil penjualan senjata ke Iran, sampai kini, tak ketahuan ke mana larinya. Yang jadi masalah apakah upaya para pembantu Reagan untuk mengumpulkan dana menyalahi hukum. Yang jelas, para negara donor itu menyumbang untuk tidak mengecewakan Reagan. Adapun penyelidikan kasus Iran-Contra selama ini mengalami kesulitan karena para tokoh yang terlibat bersikap bungkam. Namun, kini ada titik terang. Tim penyelidik dari dewan perwakilan rakyat AS ini pekan lalu memberikan hak kebal tindak pidana kepada Albert-Hakim, mitra usaha Oliver North dalam operasi proyek demokrasi dan proyek pemulihan (sebutan North untuk penjualan senjata ke Iran dan pemasokan dana ke kelompok Contra). Dengan langkah ini diharapkan Hakim akan membeberkan masalah yang selama ini masih gelap: apa yang terjadi dengan puluhan juta dolar, laba transaksi senjata Iran, dan sumbangan berbagai sumber untuk pemberontak Contra. Farida Sendjaja, Laporan kantor-kantor berita
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini