Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Pengungsi, orang perahu, KGB

Bentrok senjata antara pemerintah lawan pemberontak komunis berkobar sengit di provinsi davao. sementara npa meningkatkan teror di beberapa kota besar. mereka dibantu oknum gereja dan kgb.

21 Maret 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BENTROK senjata lawan pemberontah komunis berkobar sengit di Provinsi Davao, Mindanao, dalam dua pekar terakhir. Korban tewas tercatat sampai 27 orang lebih, baik militer maupun komunis. Tapi yang paling sengsara adalah rakyal kecil. Untuk pertama kali, sejak gencatan senjata berakhir, 8 Februari silam, di provinsi itu terjadi pengungsian besar-besaran. Diperkirakan 24.000 orang meninggalkan rumah dan kampung halamannya, 10.000 di antaranya tumpah ruah di Kota Davao. Provinsi Davao memang rawan, karena inilah basis komunis terkuat di luar Luzon. Tapi perang lawan komunis kini meluas sampai ke banyak pulau kecil, Samar misalnya. Kantor berita Filipina, PNA, melaporkan 170 orang petani dan keluarganya meninggalkan pulau itu dengan perahu -- persis seperti pengungsi Vietnam dan Kamboja. Mereka mendarat di Pulau Cebu, 128 km dari Samar, tanpa jaminan apa pun untuk masa depan. Sementara gerilyawan kota, NPA (Tentara Rakyat Baru), yang dikenal dengan nama sparrow unit, meningkatkan teror di beberapa kota besar -- termasuk Manila -- pihak militer justru menggalakkan pengeboman terhadap basis komunis. Kastaf AFP (angkatan bersenjata Filipina) Jendral Fidel Ramos, yang pekan lalu meninjau sendiri ke Davao, mengakui bahwa jumlah korban sudah mencapai tingkat rawan. Buktinya, tak kurang dari empat komandan polisi tewas tertembak dalam tempo hanya satu minggu, padahal mereka bertugas tidak begitu jauh dari Manila. Gereja Katolik ikut prihatin. Kardinal Sin memperingatkan, Jumat pekan silam, agar pastor (5.000 orang) dan biarawati (9.000 orang) tidak terlibat dalam politik yang mengutamakan pertentangan klas dan kekerasan. Gereja mengeluarkan buku kecil berisi pedoman demi pembersihan ke dalam, karena pastor dan biarawati yang berpolitik telah menjatuhkan martabat gereja. Bahwa orang gereja terlibat dalam gerakan komunis bukanlah hal baru di Filipina. Partido ng Bayan, partai berhaluan kiri di sana, justru mencalonkan tiga pastor untuk ikut dalam pemilihan senat, 11 Mei nanti. Tampaknya, perpecahan serius cepat atau lambat akan mengancam keutuhan gereja, walaupun Uskup Teodoro Bacani memastikan, "Tidak akan ada sanksi terhadap pastor dan biarawati yang langsung terlibat politik." Yang pasti, pihak militer akan repot sekali menghadapi koalisi (oknum) gereja -- komunis, persis seperti Marcos menghadapi koalisi gereja -- Cory, tahun lalu. Memahami situasi gawat ini, pemerintah AS ikut prihatin -- seperti diungkapkan asisten Menlu AS Gaston Sigur, pekan lalu. Dikatakannya pemberontah. komunis adalah masalah yang sangat serius, hingga, "Kami akan membantu militer Filipina dengan segala kemampuan yang ada." Menarik untuk dicatat bahwa dinas rahasia Soviet, KGB, awal pekan silam, diisukan berusaha membina hubungan dengan pemberontak komunis dan separatis Muslim di Mindanao. Isu ini dicetuskan oleh koran Manila Bulletin, yang katanya mengutip sumber-sumber di kalangan intel. Beberapa agen KGB -- yang menyamar sebagai warga Jerman Timur -- menyelundup ke Fililina ketika gencatan senjata 60 hari masih berlaku, Desember-Februari lalu. Mereka dilaporkan membantu gerilyawan komunis NPA dengan uang, senjata, latihan, dan propaganda. Empat sampai enam kader yang dilatih di Vietnam termasuk dalam paket bantuan KGB tersebut. Semua berita ini dibantah secara hati-hati baik oleh Kedutaan Soviet maupun Kedutaan Vietnam di Manila. Sumber militer Filipina menyiarkan pula berita tentang sejumlah besar senjata dan peluru yang dapat disita dari NPA. Kecurigaan terhadap keterlibatan agen KGB meningkat Jumat lalu, ketika Wapres merangkap Menlu Salvador Laurel memerintahkan supaya isu Manila Bulletin diselidiki. Seiring dengan itu, Laurel mendesak pemerintah agar menolak semua pendekatan damai dari pihak pemberontak. "Pemerintah harus siap ... selagi pemberontak menggunakan senjata dan kekerasan, maka sebaiknya tidak ada perundingan," demikian Laurel. I.S.,Laporan kantor-kantor berita

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus