PEMERINTAHAN Rajiv Gandhi di guncang krisis. Jurang perbedaan antara Rajiv Gandhi, 42, dan Presiden Zail Singh, 71, adalah penyebabnya. Ketidakcocokan mereka terungkap pekan lalu, ketika harian The Indian Express, 9 Maret, memuat surat Zail Singh yang ditujukan kepada Rajiv. Di situ, ia menuduh PM Rajiv Gandhi telah mengelabui anggota parlemen -- dalam sidang tangal 2-3 Maret silam -- dengan keterangan bahwa ia (Gandhi) melapor secara rutin kepada presiden mengenai semua perkembangan penting di dalam negeri. "Apa yang dikatakannya jauh dari kenyataan," kata Zail Singh. Sebelumnya, sudah tersebar isu tentang pertikaian pendapat antara keduanya. Tapi berita utama harian berbahasa Inggris itulah yang akhirnya menyingkap kelalaian Gandhi. PM yang 29 tahun lebih muda ini sebenarnya tak pernah mengadakan pertemuan rutin dengan presiden, seperti yang digariskan dalam UU. Disebutkan pula bahwa Gandhi telah sengaja menyembunyikan sejumlah informasi yang seharusnya disampaikan kepada Presiden Singh. Pertikaian mereka, konon, sudah bersemi sejak kematian Indira Gandhi, 1984. Ketika itu, Gandhi menuduh Singh terlibat dalam peristiwa kelompok Sikh militan, waktu yang disebut terakhir menjabat sebagai Kepala Negara Bagian Punjab. Isi surat itu kemudian menjadi pembicaraan di majelis rendah Lok Sabha serta di majelis tinggi Rajva Sabha. Menyadari bahwa Gandhi meremehkan peranannya, Singh berkata, "Ia berusaha menutup-nutupi masalah penting dalam dan luar negeri yang seharusnya saya ketahui." Ditegaskannya, adalah keliru bila informasi penting secara sengaja tidak disampaikan kepada presiden. Sementara itu, Singh menolak menandatangani RUU olahan kabinet Gandhi yang kontroversial, yang antara lain mengizinkan sensor terhadap surat-surat pribadi. Sebagai kepala negara, yang dipilih melalui pemilihan di parlemen dengan wakil dari 24 negara bagian, Singh berperan lebih dari sekadar kepala negara seremonial. Ia juga dapat mempengaruhi pendapat umum, terutama dalam masalah penting. Adalah Zail Singh yang memberi dukungan agar Rajiv Gandhi terpilih sebagai perdana menteri, 1984, ketika ibunya, Indira Gandhi tewas di tangan dua durjana Sikh. Atas perintah Singh pula biro intel nasional India, CBI, menangkap Ram Nath Goenka, pimpinan perusahaan surat kabar The Indian Express, serta S. Gurumurthy penasihat hukumnya, dengan tuduhan telah sengaja membocorkan rahasia negara. Gurumurthy, menurut sumber CBI, telah sengaja memuat secara bersambung laporan mengenai industri tekstil terbesar India, Reliance Industry Ltd., di Bombay, yang bersumber dari dokumen rahasia negara. Nah, bentuk laporan seperti inilah agaknya tak dilaporkan Gandhi kepada Singh. Konflik terbuka Rajiv-Singh, setidaknya, ikut memancing kekacauan dalam tubuh pemerintah India. Sementara itu, banyak politikus menduga Presiden Singh akan kembali mencalonkan diri pada pemilihan presiden, Juli mendatang, kendati tanpa dukungan Gandhi. Beberapa pengamat menilai, presiden gaek itu memang tak cocok dengan selera Gandhi. Dalam usia 71 tahun, ia dinilai terlalu ramah, rendah hati, dan hanya mampu berbahasa Hindi. Menggambarkan kesetiaannya kepada Indira Gandhi, ketika wanita itu mendukungnya sebagai presiden pada masa pemilihan 1982, Singh pernah berkata, "Tak segan-segan saya mengambil sapu dan membersihkan lantai, bila itu yang Anda kehendaki." Latar belakang Singh dan Gandhi (yang mendapat pendidikan di Inggris) yang terlalu kontras merupakan salah satu faktor yang dianggap para pengamat sebagai sumber perpecahan. Gandhi disebut-sebut mulai mengabaikan aturan protokoler, sejak kembali dari lawatan ke luar negeri. Puluhan surat undangan untuk presiden sengaja tak disampaikannya. Ia pun membuat aturan yang tak mengizinkan Singh melakukan lawatan ke luar negeri, sampai akhir tahun lalu. Biarpun hanya menjadi tokoh seremonial, "Tak seharusnya ia disepelekan oleh wakil yang langsung dipilih rakyat," demikian komentar editorial sebuah harian konservatif, The Hindu. Yulia S. Madjid, Laporan kantor-kantor berita
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini