Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Yerusalem - Pemerintah Yordania dan Palestina bersepakat mendukung sikap para pemimpin Kristen di Yerusalem untuk menutup Gereja Makam Yesus dengan alasan sikap diskriminatif pemerintah Israel.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dalam sebuah langkah yang jarang dan mengejutkan, seperti dilansir Reuters, Gereja Katolik Roma, Armenia dan Ortodoks Yunani menutup Gereja Makam Yesus pada Ahad, 25 Februari 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Para pemimpin gereja, seperti dilansir Aljazeera, menuding pemerintah Kota Yerusalem melakukan kampanye sistematis untuk menyiksa komunitas lokal dan mengenakan pajak besar bagi bangunan yang dikelola gereja.
Gereja ini terletak di Kota Tua, Yerusalem Timur, yang diduduki pasukan Israel dan merupakan salah satu situs suci Kristen. Situs ini diyakini oleh umat Kristiani sebagai lokasi penyaliban dan penguburan Yesus. Ini membuat jutaan peziarah Kristen mendatangi lokasi ini.
Juru bicara pemerintah Yordania, Mohammad Al-Momani, mengatakan negaranya mendukung penuh sikap para pemimpin gereja ini. "Tindakan Israel melanggar hukum internasional dan kemanusiaan," kata Al-Momani seperti dilansir Aljazeera, Senin, 26 Februari 2018.
Dia menyerukan kepada pemerintah Israel untuk membalik keputusan yang telah dibuat mengenai gereja.
Berdasarkan kesepakatan yang ditandatangani pemerintah Yordania dan Otoritas Palestina, Raja Yordania, Abdullah II, merupakan kustodian atas situs suci Muslim dan Kristen di Yerusalem.
Sedangkan juru bicara pemerintah Palestina, Yousif Al-Mahmoud, mengatakan langkah Israel itu sebagai bentuk baru agresi terhadap Yerusalem, warga Palestina dan situs suci mereka. "kami meminta dunia internasional untuk mengintervensi menghentikan tindakan Israel ini," kata Al-Mahmoud.
Seperti diberitakan, para pemimpin gereja menyatakan keputusannya untuk menutup Gereja Makam Yesus, terkait sejumlah isu seperti undang-undang yang disahkan parlemen Israel. UU baru itu memberi kewenangan kepada pemerintah Israel untuk mengambil alih properti gereja yang disewakan kepada perusahaan swasta.
Hal lainnya adalah rencana Israel untuk memajaki properti milik gereja di Yerusalem, yang belum pernah terjadi sebelumnya.
"Tindakan-tindakan ini melanggar kesepakatan dan ketentuan internasional, yang menjamin hak-hak dan privelese gereja. Ini mencerminkan upaya untuk melemahkan kehadiran Kristen di Yerusalem," begitu pernyataan para pemimpin gereja pada Ahad lalu.
Wali kota Yerusalam, Nir Barkat melalui akun Twitter-nya membantah pernyataan para pemimpin gereja ini. Menurutnya, pajak dibebankan kepada properti komersial milik gereja seperti hotel dan bisnis ritel yang selama ini menikmati status bebas pajak. Sebagian warga Palestina adalah penganut Kristen, yang ikut memperjuangkan solusi dua negara.