Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Negara-negara ASEAN merapatkan barisan menyikapi kebijakan baru Amerika Serikat soal tarif impor AS yang tinggi atau yang dikenal dengan Reciprocal Tariffs (tarif timbal balik) yang diumumkan Presiden Donald Trump pada 2 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Indonesia dan Malaysia telah mengambil langkah awal dengan melakukan komunikasi diplomatik sebagai bentuk tanggapan terhadap kebijakan yang dianggap berpotensi mengganggu stabilitas perdagangan kawasan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Indonesia dan Malaysia Inisiasi Langkah Bersama
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, menyatakan bahwa Indonesia telah berkoordinasi dengan Malaysia selaku Ketua ASEAN saat ini untuk menginisiasi langkah bersama menghadapi kebijakan tarif AS. “Indonesia telah berkomunikasi dengan Malaysia selaku pemegang Keketuaan ASEAN untuk mengambil langkah bersama,” ujarnya dalam keterangan resmi, pada Kamis, 3 April 2025.
Kebijakan ini menetapkan tarif minimum sebesar 10% bagi seluruh produk impor ke AS dan tarif lebih tinggi untuk negara-negara tertentu. Indonesia, misalnya, dikenai tarif sebesar 32%, menempatkannya sebagai negara dengan beban tarif tertinggi ke-8 di dunia menurut kebijakan baru tersebut.
Rincian Tarif untuk Negara-Negara ASEAN
Dalam dokumen resmi Gedung Putih, tarif balasan ini ditetapkan berdasarkan tuduhan bahwa negara-negara mitra dagang, termasuk dari Asia Tenggara, telah memperlakukan AS secara tidak adil dalam perdagangan. Berikut daftar tarif yang dikenakan terhadap negara-negara ASEAN:
- Kamboja: 49%
- Laos: 48%
- Myanmar: 44%
- Vietnam: 46%
- Thailand: 36%
- Malaysia & Brunei: 24%
- Filipina: 17%
- Indonesia: 32%
- Singapura: 10%
Respons Indonesia: Delegasi Tinggi Bertolak ke Washington DC
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi menyatakan bahwa tim negosiator dikirim untuk berunding langsung dengan pemerintah AS. “Pemerintah mengirimkan tim lobi tingkat tinggi untuk bernegosiasi dengan pemerintah US (United States),” ujar Hasan dalam keterangan tertulis, Jumat, 4 April 2025.
Pemerintah saat ini tengah menghitung dampak kebijakan tersebut terhadap perekonomian nasional. Sebagai langkah awal, pemerintah mulai menyederhanakan regulasi agar produk Indonesia lebih kompetitif di pasar global.
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa pemerintah akan mengirim delegasi tinggi ke Washington DC untuk melakukan negosiasi langsung. Pemerintah juga sedang menyusun strategi nasional untuk menjaga daya saing ekspor. “Bersama Bank Indonesia, Pemerintah Indonesia juga terus menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah dan memastikan likuiditas valas tetap terjaga agar tetap mendukung kebutuhan pelaku dunia usaha serta memelihara stabilitas ekonomi secara keseluruhan,” kata Airlangga.
Produk utama Indonesia yang berisiko terkena dampak antara lain elektronik, tekstil, sepatu, produk karet, kelapa sawit, serta hasil perikanan.
Dampak Potensial terhadap Rupiah
Guru Besar FEM IPB Didin S Damanhuri memprediksi kebijakan tarif Trump akan memperparah pelemahan rupiah, dengan potensi anjlok hingga Rp17.000 per dolar AS. Menurutnya, kebijakan tarif timbal balik ini menciptakan guncangan ekonomi global yang berdampak pada tekanan terhadap nilai tukar berbagai mata uang, termasuk rupiah.
Didin menjelaskan bahwa rupiah sebenarnya sudah mengalami pelemahan akibat sentimen domestik negatif belakangan ini, seperti isu Danantara dan kebijakan populis pemerintah, yang telah mendorong kurs ke Rp16.700 per dolar AS. "Dengan tambahan tekanan dari kebijakan AS ini, sentimen negatif terhadap rupiah semakin menguat," jelasnya kepada Tempo, Kamis, 3 April 2025.
Selain ASEAN, Ada Jepang dan Cina Bersiap Balas
Negara-negara lain pun tak tinggal diam. Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba menyebut tarif impor AS oleh Trump terhadap produk-produk Jepang sebagai "krisis nasional" pada Jumat, 4 April 2025.
Pernyataan tersebut disampaikan menjelang diskusi lintas partai yang bertujuan mencari solusi untuk meredam dampak kebijakan tersebut terhadap perekonomian Jepang yang sangat bergantung pada ekspor.
Sementara itu, Kementerian Perdagangan Cina menegaskan penolakan keras terhadap tarif baru yang diberlakukan dan menyatakan akan mengambil langkah balasan guna melindungi hak serta kepentingan negaranya.
Yolanda Agne, Achmad Ghiffary Mannan, dan Ervana Trikarinaputri turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Tarif Impor Amerika Naik: Mengenal Apa Itu Perang Dagang