Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Persaingan India (CCI), Kamis, 20 Oktober 2022, memerintahkan Google untuk mengubah pendekatannya terhadap platform Android. CCI mendenda perusahaan teknologi Amerika Serikat itu sebesar 13,38 miliar rupee atau US$ 161,95 juta untuk praktik-praktik antipersaingan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
CCI menyatakan Google telah memanfaatkan posisi dominannya di pasaran seperti mesin pencari daring dan app store untuk Android guna melindungi posisi aplikasinya seperti Chrome dan YouTube di browser Web seluler dan hosting video daring.
Badan pengawas persaingan itu juga membatasi Google dari kesepakatan bagi hasil tertentu dengan pasar-pasar ponsel, yang menyatakan bahwa praktik-praktik semacam itu membantu Google mengamankan keeksklusifan untuk mesin-mesin pencarinya.
Google menolak berkomentar tentang perintah CCI tersebut. “Pasar seharusnya dibiarkan berkompetisi berdasarkan keunggulan-keunggulan dan tanggung jawab pada pemain-pemain dominan (dalam kasus ini, Google) yang perilakunya tidak merujuk pada kompetisi berdasarkan keunggulan,” kata CCI dalam sebuah pernyataan.
Perusahaan teknologi yang berpusat di Mountain View, California, Amerika Serikat, itu menghadapi serangkaian kasus antimonopoli dan pengetatan regulasi sektor teknologi yang telah ada di India. CCI juga melihat perilaku bisnis Google di pasar televisi pintar dan sistem pembayaran dalam aplikasinya.
CCI memerintahkan Google untuk tidak membatasi para pengguna ponsel pintar dari menghapus instalan aplikasi-aplikasi yang telah ditanam sebelumnya seperti Google Maps dan Gmail. Komisi itu juga meminta Google mengizinkan para pengguna memilih mesin pencari untuk semua layanan yang relevan ketika mengatur ponsel untuk pertama kalinya.
Menurut Counterpoint Research, sistem yang mengoperasikan Android milik Google menguasai 97 persen dari 600 juta ponsel pintar India.
Selain di India, Google juga menghadapi tuntutan hukum di Texas, Amerika Serikat. Perusahaan milik Alphabet Inc ini diduga mengumpulkan data biometrik dari jutaan orang Texas tanpa izin. Demikian pernyataan kantor jaksa agung pada Kamis,20 Oktober 2022.
Tuntutan tersebut menyebutkan bahwa perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Texas selama lebih dari satu dekade dilarang mengumpulkan wajah, suara, dan data biometrik orang-orang tanpa izin.
“Dalam pembangkangan terang-terangan terhadap undang-undang, Google, sejak setidaknya 2015, telah mengumpulkan data biometrik dari warga Texas yang tidak terhitung banyaknya dan menggunakan wajah dan suara mereka untuk tujuan komersial Google,” demikian isi tuntutan tersebut seperti dikutip kantor berita Reuters. “Bahkan, di seluruh negara bagian, setiap hari warga Texas telah menjadi sapi perah untuk keuntungan Google.”
Pengumpulan itu dilakukan melalui produk-produk seperti Google Photos, Google Assistant, dan Nest Hub Max, kata pernyataan tersebut.
Google menyatakan akan melawan tuntutan tersebut, dengan mengatakan para pengguna layanan mereka memiliki opsi untuk mematikan fitur pengumpulan biometrik.
“Jaksa Agung Paxton sekali lagi salah mencirikan produk kami dalam tuntutan baru lainnya,” kata juru bicara Google, Jose Castaneda. “Kami akan meluruskannya di pengadilan.”
Tuntutan di Texas itu adalah salah satu dari beberapa tuntutan yang diajukan negara-negara bagian terhadap Google, yang menuduh praktik-praktik curang perihal privasi. Arizona menuntaskan satu tuntutan di awal Oktober untuk US$ 85 juta. Texas, Indiana, Washington, dan Washington D.C. menuntut Google pada Januari lalu atas praktik-praktik melacak lokasi yang melanggar privasi pengguna.
Jaksa Agung Texas, Ken Paxton, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pengumpulan yang tanpa pandang bulu dari data-data semacam itu tidak akan ditoleransi.
REUTERS