Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan kembali menjabat secara resmi setelah dilantik pada 20 Januari 2025 mendatang. Menjelang pelantikan itu, Trump tak berhenti menjadi sorotan publik karena beberapa hal yang ia lakukan termasuk protes soal bendera setengah tiang yang masih akan berlaku di hari pelantikannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Trump yang berusia 78 tahun berhasil merebut kembali Gedung Putih pada hari November 2024, dengan mengamankan lebih dari 270 suara Electoral College yang dibutuhkan untuk memenangkan kursi kepresidenan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berikut ini beberapa hal yang membuat Trump menjadi sorotan menjelang pelantikannya:
Keluhkan Bendera Setengah Tiang
Baru-baru ini, Donald Trump menyampaikan keluhan terkait bendera AS yang masih akan dikibarkan setengah tiang pada hari pelantikannya, 20 Januari 2025. Adapun pengibaran bendera setengah tiang ini dilakukan untuk menghormati wafatnya mantan Presiden Jimmy Carter.
Sebelumnya, Presiden Joe Biden memerintahkan penurunan bendera setengah tiang selama 30 hari, dimulai sejak Carter meninggal pada 29 Desember 2024. Kebijakan ini pun sesuai dengan tradisi nasional untuk memberikan penghormatan kepada mantan presiden yang telah berpulang.
Trump sendiri telah mengumumkan rencananya untuk menghadiri upacara peringatan Jimmy Carter di Washington pada 9 Januari. Ia pun mengungkapkan keberatannya mengenai bendera yang harus tetap dalam posisi berkabung selama pelantikannya melalui sebuah unggahan di Truth Social pada hari Jumat lalu.
"Partai Demokrat sangat gembira tentang kemungkinan Bendera Amerika kita yang megah akan dikibarkan 'setengah tiang' saat Pelantikan saya," kata Trump, sebagaimana dikutip dari Reuters.
"Mereka menganggapnya hebat dan sangat senang karenanya karena, pada kenyataannya, mereka tidak mencintai Negara kita, mereka hanya memikirkan diri mereka sendiri," lanjutnya.
Trump juga menambahkan bahwa kematian Carter pekan lalu telah menyebabkan bendera Amerika, "untuk pertama kalinya dalam pelantikan Presiden masa depan, akan dikibarkan setengah tiang." "Tidak seorang pun ingin melihat ini, dan tidak ada warga Amerika yang senang dengan hal ini. Mari kita lihat bagaimana hasilnya," kata Trump.
Sementara itu, Sekretaris Pers Gedung Putih, Karine Jean-Pierre, menegaskan bahwa Gedung Putih tidak memiliki rencana untuk mengubah keputusan mengenai bendera yang dikibarkan setengah tiang, meskipun ada keluhan terbaru dari Presiden terpilih Donald Trump terkait hal tersebut, sebagaimana dilansir dari Mediaite
Hadapi Putusan Pengadilan
Donald Trump sebelumnya telah dikenal karena sejumlah kontroversi, salah satunya adalah kasus pidana soal uang tutup mulut yang dibayarkan Trump kepada seorang bintang porno beberapa tahun lalu dan kini memasuki babak baru. Menurut laporan Reuters, Trump akan dijatuhi hukuman pada 10 Januari dalam kasus pidana tersebut.
Berdasarkan putusan Hakim Juan Merchan, Trump akan hadir pada sidang vonisnya baik secara langsung maupun virtual, yang dilaksanakan hanya 10 hari sebelum pelantikannya - sebuah skenario yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah AS. Sebelum Trump, tidak ada presiden AS - mantan presiden atau yang sedang menjabat - yang didakwa atau dihukum karena kejahatan.
Hakim menulis bahwa ia tidak berniat menjatuhkan hukuman penjara kepada Trump, dan bahwa hukuman "pembebasan tanpa syarat" yang berarti tidak ada tahanan, denda uang, atau masa percobaan akan menjadi "solusi yang paling tepat."
Kasus ini bermula dari pembayaran sebesar $130.000 yang dilakukan mantan pengacara Trump, Michael Cohen, kepada aktor film dewasa Stormy Daniels agar dia merahasiakan hubungan seksual yang dia katakan dengan Trump, yang kemudian membantahnya. Pada Mei 2024, juri memutuskan bahwa Trump bersalah karena memalsukan catatan untuk menutupi pembayaran tersebut sebelum pemilihan umum 2016.
Merchan mengumumkan rencananya untuk tetap menjatuhkan hukuman dengan menolak usulan Trump yang meminta agar kasus tersebut dibatalkan karena kemenangannya dalam pemilihan presiden. Pengacara pembela Trump berpendapat bahwa membiarkan kasus tersebut yang membebani dirinya selama masa jabatannya sebagai presiden akan menghambat kemampuannya untuk memerintah.
Merchan menolak argumen tersebut, dengan menyatakan bahwa mengesampingkan putusan juri akan "merusak Aturan Hukum dalam berbagai cara yang tak terukur."
Berbalik Dukung TikTok
Donald Trump juga menjadi perhatian belakangan ini karena ia mengajukan permintaan pada Mahkamah Agung AS untuk menunda penerapan Undang-undang pelarangan aplikasi TikTok di negara tersebut, dengan alasan bahwa dirinya akan berusaha menyelesaikan permasalahan yang ada lewat negosiasi politik setelah ia resmi menjabat.
Pada Minggu lalu, Trump mengajukan nota hukum yang menyatakan bahwa ia seharusnya punya waktu setelah menjabat, yang dimulai pada 20 Januari mendatang untuk mencari "resolusi politik" atas masalah yang menimpa TikTok. Adapun pengadilan akan mendengarkan argumen dalam kasus tersebut pada 10 Januari mendatang.
Sebagai informasi, pada 24 April 2024, Presiden Joe Biden menandatangani rancangan undang-undang yang memberi ByteDance, pemilik TikTok asal Cina, waktu sembilan bulan untuk menjual sahamnya, atau menghadapi larangan yang akan berlaku mulai 19 Januari mendatang, tepatnya sehari sebelum Trump mulai menjabat.
Sementara itu, dilansir dari Reuters, pengacara Trump, D. John Sauer, sebelumnya menulis bahwa presiden terpilih, "dengan hormat meminta Pengadilan untuk mempertimbangkan penangguhan batas waktu divestasi yang ditetapkan Undang-Undang tersebut pada tanggal 19 Januari 2025, sementara Pengadilan mempertimbangkan substansi kasus ini, sehingga memberikan kesempatan kepada pemerintahan Presiden Trump yang baru untuk mengupayakan penyelesaian politik atas pertanyaan-pertanyaan yang dipermasalahkan dalam kasus ini."
Di sisi lain, dukungan yang diberikan Trump kepada TikTok belakangan ini disinyalir karena pengaruh pertemuannya dengan CEO TikTok Shou Zi Chew pada Desember lalu, beberapa jam setelah ia menyatakan memiliki minat terhadap aplikasi tersebut. Trump mendukung agar TikTok tetap beroperasi di Amerika Serikat setidaknya untuk sementara waktu.
Sikap dukungan yang diberikan Donald Trump untuk TikTok saat ini sangat berkebalikan dengan yang ia lakukan saat periode pertamanya menjabat. Pada saat itu, Donald Trump justru menandatangani perintah eksekutif yang bertujuan untuk melarang TikTok di AS, yang terjadi di tahun 2020.
Fuza Nihayatul Chusna, Sharisya Kusuma Rahmanda, Reuters, Anadolu, berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Kongres AS Sahkan Kemenangan Donald Trump dalam Pilpres 2024