Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - MelaniaTrump bersuara soal anaknya, Barron Trump, yang sebelumnya digosipkan menderita autisme. Mantan Ibu Negara Amerika Serikat itu mengisahkan pengalamannya dalam memoir yang berjudul Melania dan diterbitkan pada 8 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Isu Barron Trump mengalami autisme viral setelah komedian Rossie O'Donnell menulisnya di Twitter pada 2016 sehingga bocah yang saat itu berusia 10 tahun pun menjadi korban perundungan. Dalam bukunya, Melania Trump mengaku sangat terganggu dengan tuduhan tersebut dan membuatnya sangat sedih.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sudah jelas buat saya dia (O'Donell) tak peduli pada autisme. Saya merasa dia menyerang anak saya karena tak menyukai suami saya. Tak perlu malu soal autisme dan Barron tidak mengalaminya," ungkap istri Donald Trump itu.
Jangan asal berasumsi
Dr. Agnesa Papazyan alias Dr. Aggie, psikolog klinis di Los Angeles dengan spesialisasi autisme, mengungkapkan potensi bahaya orang menyebut seseorang menderita autisme secara publik.
"Berspekulasi kepada publik apakah seseorang mengalami autisme hanya dengan menilai tingkah lakunya bisa menimbulkan implikasi negatif, tak hanya pada orang tersebut tapi pada penderita autisme secara luas. Hal ini akan membuat orang tersebut merasa dihakimi, tak dipahami, dikucilkan, dan distigmatisasi," ujarnya kepada Fox News Digital.
Aggie menjelaskan bukan spekulasi hanya dengan melihat perilaku orang atau caranya bicara, autisme hanya bisa didiagnosis oleh tenaga profesional, bukan lewat gosip antarteman atau di media sosial.
"Membuat asumsi tentang seseorang hanya dengam mengamati permukaannya bisa mengakibatkan salah diagnosis, yang tak hanya mempengaruhi orang tersebut tapi juga salah kaprah soal autisme itu sendiri," papar Aggie.
Ia juga menjelaskan gejala autisme tak sama pada setiap orang. Sebagian mungkin memiliki kemampuan kognitif dan verbal yang luar biasa sedangkan yang lain mungkin sulit berkomunikasi.