Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Duta Besar Indonesia di Kuala Lumpur, Hermono, menjelaskan alasan belum ditandatanganinya kesepakatan pengiriman asisten rumah tangga atau ART ke Malaysia, yang semula direncanakan pada 6-7 Februari 2022 di Bali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hermono mengatakan masalah utama yang belum terselesaikan adalah soal visa bagi TKW. Indonesia ingin menghapus sistem di mana tenaga kerja Indonesia masuk ke Malaysia dengan visa turis dan kemudian mengajukan permohonan konversi ke izin kerja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami ingin ini dihapuskan karena telah menyebabkan perdagangan manusia dan penganiayaan terhadap warga kami karena kebanyakan dari mereka tidak terlatih dan tidak tahu bagaimana menangani diri mereka sendiri karena mereka berasal dari desa-desa di Indonesia," kata Dubes Hermono kepada Free Malaysia Today, Senin, 7 Februari 2022.
“Metode ini mengarah pada rekrutmen langsung, yang berarti pemerintah kita tidak memiliki catatan tentang pekerja dan untuk siapa mereka bekerja. Itu benar-benar melewati pemerintah Indonesia,” katanya, dan menambahkan mereka juga tidak akan mengetahui detail kontraknya.
Sebelumnya, Menteri Sumber Daya Manusia Malaysia M Saravanan mengatakan pada 19 Januari bahwa ia akan bertemu dengan Menteri Tenaga Kerja Indonesia Ida Fauziyah untuk menyelesaikan rincian MoU yang akan ditandatangani pada 7-8 Februari di Bali.
Hermono mengatakan tidak ada tanggal atau konfirmasi penandatanganan yang dibahas ketika menteri sumber daya manusia kedua negara bertemu pada 24 Januari.
Hermono mengatakan kekhawatiran lain adalah bahwa perwakilan dari kementerian dalam negeri dan departemen imigrasi harus dimasukkan pada pertemuan yang direncanakan pada 10 Februari. "Kami telah meminta delegasi Malaysia untuk memasukkan petugas dari lembaga ini, jadi belum dikonfirmasi," katanya.
Hermono mengatakan mereka ingin aparat penegak hukum Malaysia menyadari sepenuhnya klausul dalam MoU karena Indonesia tidak ingin warganya disalahgunakan seperti di masa lalu.