Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Israel Kerahkan Senjata AI untuk Melacak Target di Tepi Barat

Militer Israel mulai mengakuisisi senjata AI untuk dipasang di Tepi Barat yang diduduki, menargetkan sasaran-sasaran tanpa sentuhan tangan manusia.

15 Desember 2024 | 21.37 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Radio Angkatan Darat Israel, Minggu, 15 Desember 2024, melaporkan bahwa militer Israel akan mengerahkan senjata AI yang mampu melacak "target" (warga Palestina) ketika menembakkan amunisi di tempat-tempat strategis di Tepi Barat yang diduduki. Padahal, sistem ini sebagian besar telah gagal dan dinonaktifkan pada 7 Oktober selama Operasi Banjir al Aqsa, Al Mayadeen melaporkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tentara Israel baru-baru ini mulai membeli sistem teknologi canggih untuk dipasang di Tepi Barat yang diduduki, termasuk menara pengintai dan mekanisme yang dirancang untuk menembak dari jarak jauh. Militer Israel dilaporkan berencana untuk menempatkan lusinan sistem ini di pintu-pintu masuk pemukiman utama untuk mencegah "penyusupan".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut laporan tersebut, senjata AI yang dirancang untuk operasi Tepi Barat sudah mulai diproduksi. Pada tahap awal, tentara akan memprioritaskan daerah-daerah yang dianggap paling rentan, dengan rencana untuk memperluas penyebarannya di masa depan.

Pelatihan juga akan dilakukan untuk anggota Unit 636, unit intelijen yang ditugaskan di Tepi Barat, dengan fokus pada pengoperasian sistem dan pelaksanaan operasi penembakan dari jarak jauh.

Digunakan di Gaza

Sebuah quadcopter milik Israel menewaskan ahli bedah ortopedi Palestina Saeed Joda pada Kamis, 12 Desember 2024, ketika ia sedang dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Al-Awda di Gaza utara dari Rumah Sakit Kamal Adwan yang sering dibom untuk merawat pasien.

Dilansir The New Arab, Kementerian Kesehatan Palestina mengonfirmasi bahwa pesawat tanpa awak tersebut menargetkan Joda, dan langsung menewaskannya. Ia ditembak tepat di bagian kepalanya.

Joda diyakini sebagai satu-satunya ahli bedah ortopedi di Gaza utara, yang telah dikepung selama lebih dari dua bulan.

Dilansir situs Access Now, tentara Israel telah memelopori penggunaan quadcopter yang dikendalikan dari jarak jauh yang dilengkapi dengan senapan mesin dan rudal untuk mengawasi, meneror, dan membunuh warga sipil yang berlindung di tenda-tenda, sekolah, rumah sakit, dan daerah pemukiman.

Penduduk Kamp Pengungsi Nuseirat di Gaza melaporkan bahwa beberapa pesawat tak berawak menyiarkan suara tangisan bayi dan wanita, untuk memancing dan menargetkan warga Palestina. Selama bertahun-tahun, Israel telah mengerahkan "drone bunuh diri", "Robo-Sniper" otomatis, dan menara bertenaga AI untuk menciptakan "zona bunuh otomatis" di sepanjang perbatasan Gaza. Pada 2021, Israel juga mengerahkan robot militer semi-otonom bernama "Jaguar", yang dipromosikan sebagai "salah satu robot militer pertama di dunia yang dapat menggantikan tentara di perbatasan."

Tombol Pembunuh

Radio Angkatan Darat Israel melaporkan bahwa militer Israel sedang bersiap untuk mengerahkan Sistem Tembak-Jitu di Tepi Barat yang diduduki. Diproduksi oleh Rafael Advanced Defense Systems, sistem ini terdiri dari menara pengintai dan mekanisme penembakan yang dikendalikan dari jarak jauh yang dioperasikan oleh tentara wanita di unit observasi. Sistem ini dirancang untuk menargetkan "orang-orang bersenjata yang mendekati pagar pemisah."

Menara kembar, masing-masing dilengkapi dengan lensa dan laras senjata, akan dipasang di menara penjaga yang dipenuhi kamera pengintai yang menghadap ke Tepi Barat yang diduduki. Tidak ada tentara yang ditempatkan di samping senjata. Sebaliknya, menara-menara itu dikendalikan dari jarak jauh, sehingga memungkinkan para prajurit di dalam menara untuk menembakkan senjata ke "target yang dipilih" dengan menekan sebuah tombol.

Militer Israel telah menggunakan sistem ini di wilayah kantong Gaza sejak 2008, namun gagal mencegah Operasi Banjir Al Aqsa, setelah dihancurkan dan dilumpuhkan oleh pasukan Perlawanan Palestina.

Menanggapi hal ini, seorang koresponden militer untuk Army Radio mempertanyakan, "Mengingat kegagalan dan ketidakefektifan sistem ini di sekitar Gaza, mengapa sistem ini diharapkan berhasil di Tepi Barat?"

Keputusan untuk menggunakan sistem ini di Tepi Barat didorong oleh kekhawatiran atas "ancaman yang ditimbulkan oleh potensi serangan terhadap permukiman," menurut Radio Angkatan Darat Israel.

Gambaran besar

Sementara itu, pengenalan senjata kontroversial ini bertepatan dengan meningkatnya agresi Israel terhadap warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki sejak 7 Oktober, sebuah wilayah yang mengalami tahun paling mematikan sejak 2006.

Koalisi garis keras Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang mencakup partai sayap kanan yang sangat dekat dengan gerakan pemukim, telah berkontribusi terhadap peningkatan kekerasan pemukim bersamaan dengan serangan Pasukan Pendudukan Israel (IOF).

Perlu dicatat bahwa pasukan pendudukan Israel telah menahan 12.100 warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki, termasuk bagian timur al-Quds yang diduduki, sejak dimulainya perang di Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023, demikian konfirmasi dari Masyarakat Tahanan Palestina (PPS) pada hari Jumat.

Organisasi-organisasi hak asasi manusia telah berulang kali menyatakan keprihatinannya tentang penggunaan senjata otomatis yang tidak etis, karena khawatir sistem tersebut dapat disalahgunakan atau diretas, tanpa adanya pertanggungjawaban dalam situasi yang berpotensi mematikan. Banyak juga yang mengutuk apa yang mereka anggap sebagai uji coba senjata yang dilakukan terhadap warga Palestina.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus