Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Kanselir Jerman Olaf Scholz meminta Cina untuk memainkan peran lebih besar dalam membantu negara-negara miskin dalam menanggung beban utang mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Scholz menambahkan bahwa ia telah mengangkat isu ini kepada Presiden Cina Xi Jinping dalam kunjungannya baru-baru ini ke Beijing.
“Jelas bahwa Cina, sebagai salah satu kreditor terbesar, harus memainkan peran yang lebih besar secara keseluruhan untuk mengurangi beban utang negara-negara termiskin dalam jangka panjang,” kata Scholz saat berpidato di Global Solutions Summit di Berlin, Selasa, 7 Mei 2024.
Jumlah negara yang berada dalam krisis utang atau berada di ambang krisis utang meningkat dua kali lipat dalam sepuluh tahun terakhir, tambahnya.
Cina merupakan salah satu kreditor terbesar di dunia, terutama bagi negara-negara berkembang, melalui pinjaman infrastruktur yang sangat besar kepada negara-negara tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Scholz mengatakan bahwa meningkatnya kesulitan keuangan di negara-negara miskin menjadi sebuah masalah, terutama dalam upaya memerangi perubahan iklim.
Kelompok Dua Puluh (G20) yang terdiri dari negara-negara kaya dan berkembang telah menciptakan kerangka kerja untuk restrukturisasi utang, namun sejauh ini hanya sedikit negara yang menunjukkan minat terhadapnya, kata kanselir Jerman tersebut.
Indonesia menjadi salah satu negara yang berutang kepada Cina untuk proyek nasional Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) di bawah Belt and Road Initiative (BRI). Ini rencana infrastruktur global dan jaringan energi yang diluncurkan Cina satu dekade lalu untuk menghubungkan Asia dengan Afrika dan Eropa melalui jalur darat dan laut.
Para analis mengatakan beberapa pinjaman infrastruktur dari Cina melalui inisiatif tersebut telah membebani negara-negara miskin dengan pinjaman yang tidak dapat mereka bayar kembali, lantas kerap dinilai sebagai “jebakan utang”.
Kementerian Luar Negeri Cina mencatat, pihaknya telah menandatangani dokumen kerja sama Belt and Road dengan lebih dari 150 negara, termasuk Indonesia dan lebih dari 30 organisasi internasional.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebelumnya sempat menyinggung skema BRI, menyoroti pentingnya sinergi agar memberikan ruang kepemilikan bagi negara tuan rumah untuk menjalankan proyeknya sendiri.
“Keberlanjutan proyek BRI harus dipastikan untuk jangka panjang dan memperkokoh fondasi ekonomi negara mitra. Bukan justru mempersulit kondisi fiskalnya,” kata Jokowi dalam Pembukaan KTT Belt and Road Forum, Beijing, pada Rabu 18 Oktober 2023.
Pilihan Editor: Apakah China membebani negara-negara miskin dengan utang yang sulit dibayar?
REUTERS | DANIEL A. FAJRI