Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Jiran yang Terbelah

19 Januari 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH tiga pekan lebih Israel menghajar Gaza. Tapi negara-negara Arab—tetangga Palestina dan Israel—seolah hanya jadi penonton. Dalam sejarah hidup bertetangga, para jiran itu tidak selalu kompak. Ketika Gaza membara, sikap mereka pun terbelah.

Turki
Berperan sebagai juru damai Israel-Palestina. Kerja sama militer kedua negara terjalin baik sejak 1996 dan terus meningkat. Tiga pekan ini, hubungan keduanya memanas. Turki berang dan menyatakan Israel akan dikutuk atas perbuatannya membunuh warga sipil Gaza. Tapi Tel Aviv tenang saja.

Mesir
Menggagas sejumlah perundingan damai sejak zaman Anwar Sadat. Perjanjian Camp David pada 1978 terwujud berkat campur tangan Mesir. Negara ini bersikap lunak dan mengakomodasi keinginan Israel di Timur Tengah—termasuk menutup perbatasan bagi kelompok militan Palestina. Soal Gaza, Mesir berkukuh agar gencatan senjata segera dilangsungkan.

Arab Saudi
Menjadi anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada 2005 membuat Arab Saudi harus berbaik-baik dan mencopot embargo ekonominya pada Israel. Menurut aturan WTO, sesama anggota dilarang saling mengembargo. Tekanan Amerika membuat Saudi tak bisa segarang Libanon dan Suriah.

Libanon
Bermusuhan dengan Israel sejak 1948—saat Israel membentuk negaranya. Penduduk Palestina yang terancam lantas mengungsi ke Libanon Selatan, yang kemudian jadi wilayah rawan konflik. Pada 1982, Israel menduduki Beirut sebagai reaksi terbunuhnya Presiden Libanon Bachir Gemayel yang didukungnya. Masuknya Hizbullah dalam parlemen Libanon memperburuk hubungan. Puncaknya, Israel menggempur Libanon selama 37 hari pada 2006. Ketika Gaza digempur, roket-roket Katyusha milik kelompok militan Libanon menghajar Israel Utara.

Kuwait
Menerapkan embargo ekonomi pada Israel. Para ulamanya menyebut hubungan dengan Israel adalah dosa. Mereka menyerukan pemboikotan produk Israel. Belakangan bersikap lebih moderat. Tapi serangan ke Gaza membuat Kuwait kembali geram.

Suriah
Israel mencaplok Dataran Tinggi Golan dalam perang 1967. Suriah merebutnya kembali pada 1974, tapi hubungan keduanya tak pernah akur lagi. Apalagi Suriah memberi tempat berlindung bagi kelompok militan Palestina. Dua tahun lalu hubungan keduanya agak mendingan. Serangan ke Gaza membuat Suriah kembali mengutuk Israel.

Yordania
Raja Abdullah sudah lama dikenal sebagai pemimpin Arab yang lunak dan akur dengan Israel. Keduanya menandatangani kesepakatan damai pada 1994. Tidak mengherankan, Yordania manggut- manggut saja ketika Gaza diserang.

Iran
Presiden Iran Mahmud Ahmadinejad tidak mengakui keberadaan Israel dan menyebut Israel penjajah. Tapi kaum Yahudi Iran bisa hidup damai dan tenteram di negeri itu.

Irak
Ketika Amerika mendongkel Saddam Hussein, banyak yang menduga Bagdad akan melunak terhadap Israel. Ternyata perlawanan terhadap pendudukan militer Amerika di Irak justru kian mengobarkan kebencian kepada Israel.

Qatar
Terputus sejak perang Arab-Israel 1967, Qatar mulai menjalin lagi kerja sama ekonomi dengan Israel pada 1994. Bersikap moderat terhadap konflik Timur Tengah, Qatar lebih suka penyelesaian jalan tengah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus