Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

<font face=arial size=1 color=brown><B>Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu: </B></font><BR />Sulit Tidak Menurunkan Harga

19 Januari 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah pemerintah menurunkan harga bensin, masyarakat berharap harga barang kebutuhan pokok dan ongkos angkutan turun. Tapi harga tetap saja tinggi. Harga minyak goreng, misalnya. Harga bahan bakunya, minyak sawit mentah, di pasar internasional yang anjlok per Agustus 2008 tidak kunjung membuat harga minyak goreng menyusut. Untuk mengetahui apa yang dilakukan pemerintah untuk menjamin penurunan harga kebutuhan pokok, wartawan Tempo M. Taufiqurohman, R.R. Ariyani, dan fotografer Mazmur Sembiring mewawancarai Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu di kantornya, Jumat pekan lalu.

Kenapa harga-harga belum turun, padahal harga bensin sudah turun tiga kali?

Dengan penurunan harga bensin tiga kali dan pengurangan denda dayamax, mestinya biaya transportasi dan biaya produksi turun. Tapi ini bergantung pada jenis komoditasnya. Komoditas primer seperti beras, gula, dan minyak goreng tidak terpengaruh karena produksinya tidak banyak menggunakan bensin dan listrik.

Dari analisis kami, komponen bensin dalam biaya produksi pertanian dan industri 7-11 persen. Jika harga bensin turun 15 persen, itu hanya menurunkan harga produk 0,7-1 persen. Jika harga bensin turun 25 persen, biaya angkut turun 10 persen, artinya harga produk bisa turun 1-2 persen.

Harga makanan dan minuman bisa turun hingga berapa?

Asosiasi memprediksi harga turun 3-10 persen, sedangkan produk peternakan masih sulit turun karena mahalnya harga pakan. Memang harus ada langkah-langkah tambahan untuk minyak goreng dan daging sapi. Kalau komoditas lain, harga relatif seimbang antara keterjangkauan konsumen dan insentif cukup bagi produsen.

Kenapa harga minyak goreng sulit turun?

Minyak goreng 80 persen komponen biayanya tergantung minyak sawit mentah. Produksinya tidak memakai listrik, tapi ampas atau batu bara. Kita akan cari tahu apa masalahnya sehingga harga sulit turun. Semua produsen dipanggil karena, berdasarkan hitungan, harga minyak goreng harusnya lebih rendah dari sekarang.

Pemerintah juga akan menanggung pajak pertambahan nilai, mendorong kewajiban sosial pengusaha, dan mensubsidi Rp 1.000 di bawah harga pasar bagi masyarakat tak mampu per liter per bulan. Kalkulasinya, jika 11-14 persen minyak goreng curah bisa dibeli Rp 6.000, itu mendorong harga turun dari Rp 7.000-7.500 per liter.

Caranya mirip beras untuk masyarakat miskin. Targetnya pun sama dengan 2008, sebanyak 18,2 juta keluarga. Tapi subsidinya lebih rendah karena Survei Sosial Ekonomi Nasional menyebutkan per keluarga hanya mengkonsumsi 0,87 liter per bulan.

Yang pasti kita terus memantau perkembangan harga. Selain itu, daya beli masyarakat harus dijaga dengan bantuan langsung tunai, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat, Keluarga Harapan, dan penciptaan lapangan kerja melalui stimulus fiskal.

Bagaimana dampak penurunan harga bensin terhadap inflasi?

Karena penurunan baru dua kali di Desember dan sekali di Januari, dampak ke inflasi belum terasa. Per Desember, inflasi cuma -0,04 persen, tapi ini disumbang ongkos angkut turun 0,5 persen dan bahan makanan 0,15 persen. Seharusnya pada Januari ongkos angkut turun dan terjadi deflasi. Pada Februari terjadi second round effect, makanan dan minuman menjadi penyumbangnya. Masyarakat berpendapatan rendah yang ongkos transportasinya 20 persen dari pengeluaran akan terbantu karena daya beli meningkat.

Bagaimana dampak pelemahan rupiah terhadap inflasi?

Depresiasi rupiah memang mengganggu industri makanan-minuman yang kebanyakan bahan bakunya diimpor. Bagi kami, yang penting rupiah stabil. Target inflasi 6 persen tahun ini mestinya diikuti penurunan angka tiap bulan. Prediksinya, bulan-bulan mendatang deflasi atau inflasi rendah. Namun kita sadar masih harus menanggung tekanan kenaikan harga bensin pada semester satu dan lonjakan harga komoditas pada 2008.

Produk apa yang tersulit turun atau paling elastis jika harga bensin turun?

Minyak goreng sebetulnya elastis asal minyak sawit mentahnya turun jadi US$ 500 per ton, misalnya. Yang lain memang lambat turun. Ada juga gangguan cuaca dan pembagian benih serta pupuk yang harus diantisipasi.

Presiden menyentil pengusaha agar punya hati menurunkan harga. Bagaimana suasana rapat selama ini?

Intinya, kami ingin memahami kenapa harga tidak turun. Ternyata karena belum semua biaya transportasi turun. Industri transportasi pun beralasan soal suku cadang dan banyak aturan tentang pungutan liar. Mari kita bereskan masalah ini.

Kalau sampai Februari harga belum juga turun, apakah pemerintah akan mengintervensi?

Kita evaluasi lagi kenapa. Apa karena pengusaha tidak mau menurunkan harga. Tapi saya menilai itu tidak mungkin. Sebab, di tengah kondisi daya beli yang turun, produk tak akan laku jika harganya naik. Produk tidak bisa diekspor karena harga komoditas turun, dan pasar ekspor masih lesu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus