Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TAK kurang dari 75 drone Shahed buatan Iran menghujani ibu kota Ukraina, Kyiv, dan lima kota lain, yang memicu raungan sirene panjang pada Sabtu, 25 November lalu. Menurut Angkatan Udara Ukraina, militer Rusia meluncurkan drone itu dari Krasnodar Krai, wilayah Kaukasus Utara di Rusia selatan. Militer Ukraina mengklaim telah menembak jatuh 74 dari 75 pesawat tak berawak tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Serangan tersebut menyebabkan setidaknya dua orang terluka serta beberapa bangunan perumahan dan non-perumahan rusak di enam kota. Menurut Kyiv Independent, serangan tersebut berlangsung selama enam jam dan menjadi serangan terhebat terhadap Kyiv sejak invasi Rusia pada 24 Februari 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Serangan ini menandakan bahwa perang Rusia-Ukraina masih jauh dari berakhir. Hingga November lalu, tak kurang dari 10 ribu warga sipil Ukraina tewas dan lebih dari 6 juta orang mengungsi. Jumlah nyawa melayang dari militer kedua negara ditaksir sebanyak 100-200 ribu jiwa.
Amerika Serikat, dalam siaran pers pada Jumat, 3 November lalu, menegaskan komitmennya untuk memberi Ukraina kemampuan yang dibutuhkan buat mempertahankan diri dan mencegah agresi Rusia di masa depan. Komitmen yang sama disampaikan Menteri Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell dalam sebuah pertemuan pada awal Oktober lalu.
Dukungan terbaru Inggris disampaikan oleh Menteri Luar Negeri David Cameron saat berkunjung ke Kyiv pada Kamis, 16 November lalu. “Kami akan terus memberi Anda dukungan moral, diplomatik, dan ekonomi. Tapi yang terpenting adalah dukungan militer yang Anda perlukan,” kata mantan Perdana Menteri Inggris itu, seperti dilansir The Guardian.
Sikap Inggris yang tak akan berhenti membela Ukraina juga disampaikan diplomatnya kepada wartawan Indonesia, India, dan Kenya di kantor Kementerian Luar Negeri Inggris di London pada Kamis, 30 November lalu. Bagi Inggris, invasi Rusia itu tidak hanya mengancam keamanan Euro-Atlantik, tapi juga menjadi pendorong kenaikan harga pangan dan energi serta inflasi dunia.
Rusia, menurut diplomat senior itu, menanggung kerugian tidak sedikit akibat petualangan militernya tersebut. “Kami yakin Rusia dapat mengakhiri perang ini dengan menarik pasukannya sekarang. Namun tidak ada tanda-tanda Presiden Putin menyerah pada tujuannya untuk menaklukkan Ukraina,” ujarnya sembari menambahkan soal sanksi ekonomi yang juga diberlakukan sekutu Ukraina untuk menyetop pendanaan perang Rusia.
Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Eropa menjadi penyokong terbesar Ukraina. Menurut data Kiel Institute for the World Economy, komitmen bantuan kemanusiaan hingga militer kepada Ukraina sampai Oktober lalu sebesar 241,5 miliar euro. Selain bantuan kemanusiaan dan persenjataan, dukungan itu berupa pelatihan militer melalui Operasi Interflex. Pelatihan ini dipimpin oleh Inggris dengan melibatkan instruktur dari 10 negara.
•••
OPERASI Interflex bermula pada 2022. Menurut Komandan Interflex, Kolonel James Thurstan, tawaran untuk memberikan pelatihan ini disampaikan Boris Johnson, Perdana Menteri Inggris saat itu, ketika berkunjung secara tiba-tiba ke Kyiv pada Juni 2022. “Karena itu yang dibutuhkan Ukraina untuk menempatkan tentaranya di medan tempur melalui program mobilisasi,” ucapnya.
Ini bukan pelatihan pertama yang diberikan Inggris kepada Ukraina. Sebelumnya ada Operasi Orbital, misi pelatihan Inggris ke Ukraina pada 2015 setelah aneksasi ilegal terhadap Krimea oleh Rusia pada 2014. Pasukan Inggris melatih lebih dari 20 ribu personel Angkatan Bersenjata Ukraina dalam lima tahun sejak dimulainya misi ini.
Operasi Interflex punya tiga tingkatan pelatihan, yakni pelatihan dasar infanteri, instruktur, dan komando. Pelatihan diselenggarakan di sejumlah lokasi di Inggris. Salah satunya di tempat pelatihan tentara Inggris yang berada di bagian selatan negara itu. Dalam satu gelombang pelatihan, yang waktunya berkisar selama lima pekan, jumlah tentara Ukraina yang dilatih sekitar 3.000 orang.
Materi kunci yang disampaikan untuk pelatihan dasar infanteri beragam, dari menembak hingga bertempur di parit. “Ini mempersiapkan mereka secara psikologis untuk menjaga tubuh tetap bergerak ketika indra mereka kewalahan karena ada ledakan, tidak memiliki indra pendengaran, dan ada asap yang membuat jarak pandang hanya 5-10 meter,” ujar salah satu instruktur dari Angkatan Bersenjata Inggris.
Tentara Ukraina menjalani latihan bertempur dalam Operasi Interflex yang diselenggarakan oleh koalisi 11 negara di Inggris selatan, 1 Desember 2023. Tempo/Abdul Manan
Tugas pelatihan ini, kata sang instruktur, adalah membuat tentara Ukraina yang pengalamannya beragam bisa memiliki kemampuan memenangi perang dan memulihkan wilayahnya yang dicaplok Rusia. “Harus diingat, orang-orang ini adalah orang sipil 20 hari sebelumnya,” tuturnya. Ada yang sebelumnya petani, yang pengalamannya hanya menembak kelinci; atau ibu rumah tangga, yang lebih banyak mengganti popok anaknya.
Tempo difasilitasi oleh Kementerian Pertahanan Inggris untuk melihat pelatihan terhadap tentara Ukraina itu di sebuah lokasi yang tak boleh disebutkan namanya dengan alasan keamanan di Inggris selatan pada Jumat, 1 Desember lalu. Dua lokasi yang dikunjungi adalah area latihan menembak dan latihan bertempur di parit.
Tempat latihan menembak berada di sebuah area terbuka. Sejauh mata memandang, yang terlihat hanya beberapa bangunan. Selebihnya adalah hamparan rerumputan luas dan pepohonan yang tampak memutih akibat salju. Inggris pada awal Desember memasuki puncak musim dingin yang suhunya bisa di bawah nol derajat Celsius.
Di lapangan itu tampak 10 tentara Ukraina yang tengkurap dengan senjata terkokang mulai berlatih menembak. Ratusan lainnya menunggu giliran secara berkelompok di pepohonan di dekat mereka. Tak berselang lama, terdengar perintah dalam bahasa Ukraina yang diikuti bunyi letusan senapan bersahut-sahutan.
Setiap kelompok mendapat latihan menembak beberapa kali sebelum tiba giliran kelompok berikutnya berlatih di udara terbuka dengan suhu yang mencapai minus 2 derajat Celsius. Di sela latihan, tampak ada briefing dari instruktur militer Interflex yang kemudian disampaikan oleh seorang penerjemah ke bahasa Ukraina.
Seorang perwira militer di Kementerian Pertahanan Inggris mengatakan peran penerjemah sangat penting dalam pelatihan ini karena sebagian besar tentara tidak mahir berbahasa Inggris. “Demi alasan keamanan dan akurasi perintah, kami memakai banyak penerjemah,” ucapnya. Hingga November lalu, setidaknya ada 500 penerjemah yang terlibat dalam Operasi Interflex. Sebanyak 80-90 persen perempuan.
Menurut James Thurstan, pelatihan kepada tentara yang memiliki bahasa berbeda menjadi salah satu tantangan tersendiri. Sebab, ia memerlukan penerjemah yang tidak hanya bisa berbahasa Ukraina dan Inggris. “Ahli bahasa yang sebagian besar adalah warga sipil itu perlu belajar bahasa ketiga, yaitu bahasa militer,” dia menambahkan.
Lokasi berikutnya yang dikunjungi Tempo adalah tempat latihan untuk pertempuran di parit. Lokasinya kurang-lebih 2 kilometer dari tempat latihan menembak. Setidaknya ada tiga parit buatan yang disiapkan untuk pelatihan. Bentuk paritnya, kata seorang perwira militer Inggris, diusahakan menyerupai situasi di Ukraina.
Ada penjelasan singkat oleh seorang komandan sebelum latihan dimulai. Setelah itu, terlihat tiga orang bersiap memulai latihan. Kolega mereka melihat dari atas. Diawali oleh bom asap yang kemudian diikuti tiga tentara mulai bersiap. Setelah mendapat aba-aba, ketiganya secara perlahan mulai memasuki parit.
Sebuah ledakan terdengar saat peledak dilemparkan ke dalam parit. Setelah asapnya perlahan menghilang, ketiganya maju lebih dalam. Seorang perwira Ukraina tampak memberikan perintah dari atas dan menjelaskan kepada koleganya sebelum masuk ke parit lebih dalam hingga ke ujung yang panjangnya 20-30 meter itu.
James Thurstan mengatakan latihan di parit ini juga sesuatu yang unik. Sebab, pengalaman tentara Inggris berperang di parit adalah saat Perang Dunia II. Ini berbeda dengan tentara Ukraina, yang bertempur di parit hampir tiap hari. “Mereka punya ide dan kami akan melihat taktik mereka dan taktik kami. Lalu kami akan mencoba memperbaikinya,” ujarnya.
Dalam Operasi Interflex, kata Thurstan, mereka tidak mengatur taktik yang akan dipakai tentara Ukraina. “Merekalah yang memutuskan. Kami hanya memberi mereka cara. Jika mereka memilih menggunakan taktik Inggris di lapangan atau taktik Ukraina atau campuran, mereka dapat melakukannya,” tuturnya.
Dalam materi pelatihan dasar infanteri juga ada pembekalan soal perang kota. “Kami mengajari mereka keterampilan dasarnya,” ucap instruktur dari militer Skotlandia, Kopral Topping. Keterampilan yang diberikan antara lain mengenali pintu yang mereka dapat lewati sendiri dan bersama tim, penggunaan granat, dan semacamnya.
Topping menambahkan, materi pelatihan ini diberikan dalam lima hari. Waktu yang terbatas itu tentu tak akan membuat mereka memiliki keahlian setara dengan personel pasukan khusus. “Ini memberi mereka keterampilan yang akan memberi kesempatan jika mereka mendapati diri mereka dalam pertempuran yang mereka tidak akan bertahan, mereka akan mampu bertahan,” ujarnya.
Pelatihan dasar infanteri selama lima pekan ini sebenarnya tak bisa dibilang memadai. Menurut Thurstan, kalau melihat sejarah, silabus pelatihan tentara di banyak negara pada masa damai berkisar 12-15 minggu. “Dari pengalaman Inggris di masa Perang Dunia II, setidaknya butuh enam minggu untuk pelatihan dasar infanteri.”
Namun, Thurstan menambahkan, silabus dalam pelatihan dasar infanteri ini didasari hasil diskusi dengan militer Ukraina, yang lebih tahu kebutuhan di medan perang. Soal waktu latihan yang hanya lima pekan, Thurstan juga bisa memahaminya. “Karena Ukraina dalam keadaan perang dan ini menyesuaikan kebutuhannya,” katanya.
•••
SEJAK Operasi Interflex diluncurkan pada Juni dua tahun lalu, setidaknya ada 32 ribu tentara Ukraina yang sudah dilatih. Interflex tidak melacak ke mana saja para tentara itu ditempatkan. “Kami hanya memastikan yang kembali ke Ukraina sudah dilatih cukup baik untuk bisa bertempur,” ujar Kolonel James Thurstan. Dia tak bersedia berkomentar tentang perkembangan pertempuran di Ukraina, yang menurut sejumlah analis dalam kondisi seperti jalan buntu.
Ukraina berhasil memukul mundur tentara Rusia ke arah timur dari sejumlah daerah yang dikuasai mereka sesaat setelah invasi. Pada 2022, Ukraina juga membebaskan setidaknya 74.661 kilometer persegi wilayahnya, termasuk Chernihiv, Karkiv, dan sebagian Kherson. Pada awal Juni lalu, Ukraina melancarkan serangan balik untuk menembus garis depan dan merebut 108.121 kilometer persegi daerah yang masih dikuasai Rusia. Upaya itu dilakukan di berbagai arah, antara lain di wilayah Donetsk dan Zaporizhzhia. Namun hasilnya tak sesuai dengan harapan.
Diplomat senior Inggris mengatakan hasil serangan balik Ukraina memang tidak sesuai dengan keinginan banyak orang karena pertimbangan strategis. Jika Ukraina tetap menerobos garis pertahanan Rusia yang dipagari oleh pertahanan kuat, dari Garis Surovikin hingga lautan ranjau dan tembakan artileri, risikonya sangat besar. “Serangan langsung seperti itu akan memakan banyak korban personel dan peralatan militer,” katanya. “Situasi ini akan memperpanjang perang.”
Mantan Wakil Kepala Staf Umum Angkatan Bersenjata Ukraina, Letnan Jenderal Ihor Romanenko, mengatakan kepada Al Jazeera, “Tujuan strategis (serangan balik) belum tercapai tahun ini dan hampir tidak mungkin tercapai dalam beberapa bulan terakhir.” Ia menyalahkan sekutu Ukraina atas keterlambatan mereka mengirim persenjataan selama berbulan-bulan dan keengganan memasok senjata yang lebih canggih.
Duta Besar Ukraina untuk Indonesia, Vasyl Hamianin, menyatakan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengakui adanya kesulitan dalam perang yang sudah memasuki bulan ke-21. “Presiden juga mengakui bahwa Kyiv belum mencapai keberhasilan besar dalam serangan balik,” tuturnya pada Jumat, 8 Desember lalu. Namun, ia menegaskan, Presiden Zelenskyy menampik jika situasi saat ini disebut sebagai “jalan buntu”.
Hamianin menambahkan, pasukan Ukraina tidak punya pilihan selain terus bertempur dan itu membutuhkan lebih banyak dukungan dari sekutu Barat, terutama dari sisi sistem pertahanan udara, untuk melindungi kota-kotanya dari serangan rudal dan drone. Ia mengutip pernyataan Kepala Keamanan dan Pertahanan Nasional Ukraina Oleksiy Danilov, yang mengatakan, “Kami tidak akan berhenti mempertahankan negara kami. Kami tidak akan menyerahkan satu jengkal pun tanah kami.”
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Cerita dari Parit-parit di Inggris Selatan"