Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Mal Afrika Selatan Dijarah Akibat Kasus Jacob Zuma, 10 Jenazah Ditemukan

Situasi di Afrika Selatan kian tegang dengan dipenjaranya mantan Presiden Jacob Zuma.

13 Juli 2021 | 20.10 WIB

Mantan Presiden Afrika Selatan, Jacob Zuma. Sumber: Michele Spatari /Pool via Reuters/aljazeera.com
Perbesar
Mantan Presiden Afrika Selatan, Jacob Zuma. Sumber: Michele Spatari /Pool via Reuters/aljazeera.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Situasi di Afrika Selatan kian tegang dengan dipenjaranya mantan Presiden Jacob Zuma. Kerusuhan dan penjarahan terjadi di berbagai titik dengan beberapa di antaranya memakan korban. Salah satunya terjadi di Mal Soweto, Provinsi Gauteng, di mana 10 janazah ditemukan di sana.

Per berita ini ditulis, siapa identitas dari 10 jenazah tersebut belum diketahui. Di saat bersamaan, aparat pemerintah bekerja keras untuk memastikan kerusuhan dan penjarahan tidak melebar ke mana-mana hingga mereka harus mengaktifkan status darurat nasional.

"Ketidakbahagiaan dan masalah yang dihadapi tidak bisa menjustifikasi keputusan untuk menjarah, bersikap vandal, ataupun melanggar hukum sesuka hati," ujar Menteri Kepolisian Afrika Selatan, Bheki Cele, Selasa, 13 Juli 2021.

Secara resmi, baru 10 korban yang dinyatakan tewas selama kerusuhan dan penjarahan di Afrika Selatan. Sementara itu, menurut laporan Reuters, jumlah korban meninggal ada lebih dari 30 orang dengan penyumbang terbesar adalah Provinsi KwaZulu-Natal, kampung halaman Zuma. Ada 26 korban jiwa di sana.

Merespon kerusuhan dan penjarahan yang terjadi, Pemerintah Afrika Selatan menerjunkan personil militer untuk membantu kepolisian yang kewalahan. KwaZulu-Natal dan Gauteng menjadi titik konsentrasinya. Selain itu, toko, pom bensin, dan kantor pemerintah ditutup agar tidak menjadi sasaran.

"Sebanyak 757 orang sudah ditahan," ujar Cele yang merasa status darurat nasional belum perlu diaktifkan,

Presiden Afrika Selatan, Jacob Zuma. Reuters


Diberitakan sebelumnya, Jacob Zuma divonis penjara bulan lalu karena melanggar perintah Mahkamah Konstitusi perihal menyerahkan bukti terkait kejahatan korupsi tingkat tinggi di pemerintahannya. Zuma, perlu diketahui, memimpin Afrika Selatan selama 9 tahun yang berakhir pada 2018.

Divonisnya Zuma tidak diterima oleh sebagian besar pendukungnya. Mereka merasa pemenjaraan Zuma adalah langkah politis yang diambil oleh penerusnya, Presiden Cyril Ramaphosa. Oleh karenanya, mereka menunjukkan kekesalannya dengan melakukan unjuk rasa dan menjarah berbagai pusat perbelanjaan.

Penjarahan itu sendiri juga didorong rasa frutasi terhadap situasi perekonomian di Afrika Selatan. Pandemi COVID-19 menyebabkan perekonomian Afrika Selatan megap-mengap. Banyak bisnis tutup akibat pembatasan-pembatasan sosial yang diterapkan. Selain itu, angka pengangguran naik hingga 32,6 persen di mana rekor terbaru.

Ramaphosa, penerus Zuma, menyakini kekerasan yang terjadi ditunggangi kepentingan politik. "Apa yang kita saksikan sekarang adalah tindakan kriminal oportunis di mana sekelompok orang memicu kekacauan untuk mencuri," ujar Ramaphosa.

Jacob Zuma, pada Senin kemarin, mengajukan banding atas vonis 15 bulan penjaranya. Belum diketahui kapan ada keputusan atas permohonan banding mantan Presiden Afrika Selatan itu.

Baca juga: Afrika Selatan Dilanda Kerusuhan Mematikan sebagai Buntut Pemenjaraan Jacob Zuma

ISTMAN MP | REUTERS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus