Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Sydney – Ribuan orang bergegas mendaki bukit batu Uluru di Australia dengan mengabaikan seruan penduduk asli agar menjauhi area suci monilitik ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah Australia berencana untuk melarang secara permanen kunjungan turis ke kawasan ini pada Oktober 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Para pengunjung tidak bisa lagi menaiki area lanskap ini, yang dulu dikenal dengan sebutan Ayers Rock mulai 26 Oktober 2019. Ini menyusul kampanye penduduk lokal selama satu dekade terakhir yang meminta pemerintah melindungi area ini.
Lembaga PBB UNESCO menyebut warisan dunia berbentuk batu setinggi 348 meter ini, yang memiliki warna kemerahan pekat, merupakan salah satu satu daya tarik wisata. Padahal, letak batu ini terpencil yaitu di dekat air mancur Alice Springs di Northern Territory.
Manajer Taman Nasional Uluru-Kata Tjuta, Mike Misso, mengatakan larangan itu membuat kunjungan turis meningkat drastis dibandingkan satu dekade terakhir. Dia mengatakan ini kepada televisi SBS News.
“Kami tahu ini sekitar ratusan hingga mendekati seribuan orang datang berkunjung setiap hari,” kata Misso seperti dilansir Reuters pada Rabu, 9 Oktober 2019.
Misso mengatakan ada banyak orang ingin mendaki meskipun ada himbauan kepada pengunjung untuk tidak mendaki. Menurut catatan, mayoritas pengunjung memilih tidak mendaki batu ini.
Penduduk Anangu, yang merupakan penduduk tradisional yang menjadi pemilik Uluru, meminta pendakaian ini ditutup sejak 1985. Saat itu, pemerintah menyerahkan pengelolaan lokasi kunjungan wisata ini kepada etnis Uluru.
Media RTE melansir otoritas setempat merasa khawatir dengan banyaknya pengunjung yang ingin mendaki batu itu. Untuk merayakan pelarangan pendakian, pengelola taman akan menggelar acara perayaan publik pada 27 Oktober 2019 atau 34 tahun pasca Uluru dikembalikan ke pemilik warga etnis Anangu.