Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Seorang praktisi nujum dari India, Kushal Kumar meramalkan hari kiamat akan terjadi besok, Sabtu, 29 Juni 2024. Hari berakhirnya dunia itu, kata Kumar, bakal terjadi seiring pecahnya Perang Dunia III yang disebutnya akan meletus hari-hari ini. Berbicara kepada The Daily Star, dia menyebut prediksinya dibuat berdasarkan bagan astrologi Weda dari budaya Hindu.
“Sekarang, Selasa, 18 Juni 2024 mempunyai stimulus planet yang paling kuat untuk memicu Perang Dunia III. Meskipun tanggal 10 dan 29 Juni mungkin juga bisa menentukan,” kata peramal berjuluk Nostradamus Baru itu pada Selasa, 19 Juni 2024, seperti dikutip NDTV.
Ahli nujum yang mengaku dapat meramalkan peristiwa-peristiwa dunia itu membuat spekulasi bahwa Perang Dunia III akan pecah dalam waktu dekat. Hal itu, kata dia, sejalan dengan peningkatan ketegangan antara Israel dan Hamas Palestina, Rusia dan NATO, Korea Utara dan Selatan, serta Tiongkok dan Taiwan.
Jika menurut Kushal Kumar kiamat terjadi karena Perang Dunia III, lantas bagaimana menurut sains?
Ada banyak penyebab terjadinya kiamat menurut ilmu pengetahuan. Kiamat, yang juga diartikan sebagai berakhirnya kehidupan di muka bumi, dapat terjadi karena faktor astronomi hingga ulah manusia sendiri. Kehidupan di bumi mungkin akan hilang seiring hancurnya planet ini akibat ditabrak benda langit lainnya atau karena dilahap Matahari.
Di sisi lain, pemanasan global akibat polusi yang diakibatkan oleh manusia juga dapat memicu punahnya kehidupan. Pencemaran udara, yang menipiskan lapisan ozon selaku pelindung bumi dari radiasi matahari, dapat meningkatkan suhu bumi. Kondisi ini bisa berakibat pada perubahan iklim yang signifikan. Menyebabkan fauna dan flora mungkin tidak dapat bertahan. Punahnya biota adalah awal bagi kebinasaan manusia.
Dilansir dari Live Science, evolusi matahari adalah ancaman bagi bumi. Matahari, dalam proses evolusinya akan menjadi raksasa merah dalam kurun 4,5 miliar tahun. Saat itu, bintang di tata surya akan mengembangkan dan melahap planet-planet terdekat yang mengorbit, tak terkecuali bumi.
“Bumi mungkin memiliki waktu 4,5 miliar tahun sebelum matahari menjadi raksasa merah besar dan kemudian menelan bumi,” kata antariksawan di Pusat Penerbangan Luar Angkasa Goddard NASA, Ravi Kopparapu, kepada Live Science.
Menurut Badan Antariksa Eropa, raksasa merah terbentuk pada tahap akhir evolusi bintang, yakni ketika bintang tersebut kehabisan hidrogen untuk bahan bakar fusi nuklirnya dan mulai mati. Begitu fusi berhenti, gravitasi akan mengambil alih. Inti helium akan mulai terkompresi karena gravitasi, yang akan menaikkan suhu.
“Lonjakan panas tersebut akan menyebabkan lapisan plasma terluar Matahari mengembang drastis. Matahari akan membengkak setidaknya sebesar orbit Bumi,” kata Kopparapu.
Namun, bumi kemungkinan besar tidak akan bertahan selama 4,5 miliar tahun tersebut. Planet biru ini akan mengalami panas ekstrem jauh sebelum matahari menyelesaikan transisinya menjadi raksasa merah. Saat proses kematian matahari meningkatkan suhu, lautan akan menguap, atmosfer pada akhirnya akan hilang, dan gaya pasang surut gravitasi matahari akan menghancurkan bumi.
“Sekitar 1,3 miliar tahun dari sekarang, manusia tidak akan mampu bertahan hidup secara fisiologis, di alam, di bumi karena kondisi panas dan lembab yang terus-menerus. Dalam waktu sekitar 2 miliar tahun, lautan mungkin akan menguap ketika luminositas matahari hampir 20 persen lebih tinggi dibandingkan sekarang,” kata Kopparapu.
Selain evolusi matahari, secara sains, kiamat juga terjadi akibat bumi ditabrak asteroid. Ini mungkin terdengar seperti fiksi ilmiah, tetapi dampaknya dapat menyebabkan akhir dunia. Saat ini keberadaan bumi aman dari gempuran benda langit karena kehadiran Jupiter. Gravitasi planet terbesar di tata surya itu mampu menarik asteroid yang mencoba menghantam bumi.
Namun, ada kalanya Jupiter “lengah” atau tak mampu menarik proyektil alam semesta itu. Stephen A. Nelson memperkirakan bahwa setiap 100 juta tahun, bumi dihantam asteroid berdiameter sekitar 10 sampai 15 kilometer. Hal ini pernah terjadi pada 66 juta tahun silam yang menyebabkan peristiwa kepunahan dinosaurus.
Asteroid seukuran 5 kilometer disebut mampu menghancurkan tanah seluas Belanda. Meskipun tak secara langsung menyebabkan kiamat, kehancuran tersebut akan menyebabkan timbulnya awan debu yang ditembakkan ke atmosfer. Kondisi ini akan mempengaruhi iklim selama ratusan tahun dan menjadi awal dari punahnya kehidupan.
Kiamat, menurut The Geological Society, juga bisa terjadi akibat gejolak bumi. Planet ini diprediksi dalam 1 juta tahun ke depan, mungkin bisa mengalami erupsi supervulkan yang mengeluarkan magma sebesar 3,200 kilometer persegi. Sebuah peristiwa mirip dengan erupsi Gunung Toba 75.000 tahun yang lalu. Kondisi ini akan menyebabkan hilangnya kehidupan di muka bumi.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | NDTV | LIVE SCIENCE
Pilihan Editor: Peramal India Sebut 29 Juni 2024 Kiamat, Ini 10 Ramalan Kiamat yang Tidak Terbukti
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini