Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Polisi Thailand telah menangkap sopir bus sekolah pembawa siswa dan guru muda yang terbakar dan menewaskan 23 orang di pinggiran kota Bangkok. Hal ini bersamaan ketika keluarga korban tiba di ibu kota pada Rabu 2 Oktober 2024 untuk membantu mengidentifikasi jasad kerabat yang mereka cintai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bus yang membawa enam guru dan 39 siswa sekolah dasar dan sekolah menengah pertama itu melakukan perjalanan dari provinsi Uthai Thani, sekitar 300 kilometer utara Bangkok. Mereka melakukan perjalanan dari Provinsi Ayutthaya dan Nonthaburi pada Selasa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Api bermula ketika bus sekolah sedang berada di jalan raya utara ibu kota dan menyebar begitu cepat sehingga banyak siswa tidak dapat melarikan diri.
Trairong Phiwpan, kepala departemen forensik polisi, mengatakan 23 mayat ditemukan dari bus. Pekerjaan pemulihan dan konfirmasi jumlah korban tewas sempat tertunda lebih awal karena kendaraan berbahan bakar gas alam yang terbakar masih terlalu panas untuk dimasuki selama berjam-jam.
Sopir tersebut, yang diidentifikasi polisi sebagai Saman Chanput, menyerahkan diri pada Selasa malam beberapa jam setelah kebakaran. Polisi mengatakan mereka telah menuduhnya mengemudi secara sembrono yang menyebabkan kematian dan cedera, tidak berhenti untuk membantu orang lain, dan tidak melaporkan kecelakaan tersebut.
Sopir tersebut mengatakan kepada penyelidik bahwa dia mengemudi dengan normal sampai bus tersebut kehilangan keseimbangan pada ban depan kirinya, menabrak mobil lain dan menggores beton penghalang jalan raya, menyebabkan percikan api yang memicu kobaran api, kata Chayanont Meesati, wakil kepala polisi daerah, kepada wartawan.
Sopir tersebut mengatakan bahwa dia berlari untuk mengambil alat pemadam kebakaran dari bus lain yang melakukan perjalanan untuk perjalanan yang sama tetapi dia tidak dapat memadamkan api dan melarikan diri karena panik, kata Chayanont.
Menurut Bangkok Post, pengemudi berusia 48 tahun itu juga mengatakan kepada polisi bahwa bus tersebut melaju dengan kecepatan antara 70-80 kilometer per jam.
Harian berbahasa Inggris itu mengutip komandan ilmu forensik polisi yang mengatakan bahwa bus tersebut telah diubah dari mesin diesel menjadi bahan bakar gas alam. Mengutip berita televisi, ditambahkan bahwa bus tersebut pertama kali didaftarkan pada 1970.
Sementara itu, keluarga-keluarga korban diantar dari Uthai Thani dengan van ke departemen forensik di Rumah Sakit Umum Kepolisian di Bangkok pada Rabu untuk memberikan sampel DNA mereka untuk proses identifikasi.
Kornchai Klaiklung, asisten kepala Polisi Kerajaan Thailand, mengatakan kepada wartawan bahwa tim forensik bekerja secepat mungkin untuk mengidentifikasi para korban.
Penyidik sedang menunggu hasil forensik dan laporan kondisi bus, termasuk konversi tangki bensin, sebelum memutuskan apakah operator bus akan dikenakan tuntutan.
Dalam sebuah wawancara dengan lembaga penyiaran publik Thai PBS, pemilik perusahaan bus Songwit Chinnaboot mengatakan bus tersebut diperiksa keselamatannya dua kali setahun sesuai persyaratan dan bahwa tabung gas telah melewati standar keselamatan. Ia juga mengatakan akan memberikan kompensasi terbaik kepada keluarga korban.
Tiga siswa dirawat di rumah sakit, dan rumah sakit mengatakan dua di antaranya berada dalam kondisi serius. Seorang anak perempuan berusia tujuh tahun menderita luka bakar di wajahnya, dan seorang ahli bedah mengatakan dokter melakukan yang terbaik untuk mencoba menyelamatkan penglihatannya.
CHANNEL NEWSASIA | BANGKOK POST | PBS