Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Dalam beberapa hari, partai Muda besutan Syed Saddiq kebanjiran pendukung.
Partai Muda berusaha mendobrak politik yang didominasi segelintir elite.
Saddiq menolak kebijakan yang mendahulukan ras Melayu.
SYED Saddiq Syed Abdul Rahman tak menyangka partai Aliansi Demokratik Bersatu Malaysia atau Muda yang didaftarkan di Putrajaya, Malaysia, pada 17 September lalu mendapat banyak sambutan. Dalam tempo 48 jam setelah registrasi selesai, lebih dari 10 ribu orang mendaftar menjadi anggotanya. “Hitungan awal kami, anggota sebanyak itu baru bisa didapat setelah lebih dari sepekan,” kata politikus 27 tahun tersebut kepada Tempo melalui sambungan telepon pada Selasa, 22 September lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bekas Menteri Pemuda dan Olahraga itu yakin bahwa Muda akan berkembang meski terus digoyang kritik. Beberapa hari setelah pendaftaran Muda, anggota parlemen dari partai Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO), Nazri Aziz, menyindir partai politik itu sebagai kelompok naif yang tak akan sukses. Alih-alih tenggelam, nama Muda kian mencorong. Kurang dari 12 jam setelah sindiran Nazri menyebar pada 21 September, Muda malah meraih sekitar 7.000 anggota baru. “Sekarang sudah hampir 20 ribu anggota. Ini tanda yang baik,” ujar Saddiq.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saddiq memutuskan mendirikan partai baru berbasis kaum muda untuk memantik perubahan dalam politik negeri jiran itu. Menurut dia, sistem politik saat ini masih dikuasai oleh sekelompok kecil elite yang sama selama bertahun-tahun. Kondisi makin rumit karena konflik politik para elite yang berlarut-larut. Dia mengatakan kisruh politik yang memecah-belah negerinya bisa membuat pemerintahan kolaps. Lewat Muda, Saddiq ingin menjadi motor penggerak baru dalam peta politik negeri itu.
Selama enam dekade UMNO menjadi partai paling berkuasa di Malaysia. Para pemimpin partai politik dan pemerintah pun didominasi oleh orang-orang gaek dengan usia di atas 60 tahun. Muhyiddin Yassin, Perdana Menteri Malaysia saat ini, berusia 73 tahun. Mahathir Mohamad, bekas perdana menteri yang sudah berumur 95 tahun, juga tak menunjukkan tanda-tanda bakal turun dari panggung politik. Anwar Ibrahim, yang bertahun-tahun terkenal sebagai tokoh oposisi, baru saja berulang tahun yang ke-73.
Meski mengusung nama Muda, Saddiq memastikan partainya bukan cuma untuk anak muda. Anggota parlemen dari Muar, Johor, itu mengatakan partainya terbuka untuk semua orang dari beragam usia, latar belakang, kelompok, ras, dan agama. Dia pun mendorong peran perempuan di partai politik diperbesar. “Mereka yang memiliki semangat muda, idealisme, prinsip, dan integritas politik bisa membuat kami bergerak lebih cepat mewujudkan potensi Malaysia,” tutur Saddiq, yang ditunjuk menjadi menteri ketika berusia 25 tahun.
Saddiq menyebut kiprah partai La République En Marche di Prancis dan Future Forward Party di Thailand menjadi model pendirian Muda. Pendiri En Marche, Emmanuel Macron, kini menjadi Presiden Prancis. Menurut Saddiq, partainya akan disokong kaum muda dengan berbagai latar belakang, dari teknokrat, profesional, politikus, hingga guru. “Kami juga berharap bisa membawa mereka yang tadinya tidak tertarik pada politik untuk bergabung dan membuat perubahan,” ucapnya.
Karier politik Syed Saddiq bermula sekitar lima tahun lalu. Dia salah satu pendukung dan tokoh koalisi Pakatan Harapan, aliansi oposisi yang dibentuk pada 2015. Saddiq adalah Ketua Armada, organisasi pemuda Partai Pribumi Bersatu Malaysia bentukan Mahathir. Aliansi ini pada 2018 sukses mengalahkan koalisi Barisan Nasional, yang juga menjadi kendaraan UMNO dalam mendominasi politik negeri itu.
Gedung Perdana Menteri Malaysia, di Putrajaya, Malaysia, 24 September 2020. Reuters/Lim Huey Teng
Namun kemenangan Pakatan Harapan tak berusia lama. Koalisi itu pecah dan Mahathir, perdana menteri pilihan Pakatan, harus melepas jabatannya. Saddiq pun ikut terpental dari kabinet. Meski demikian, ia tak menyerah dan terus mengasah rencananya membentuk partai baru. Dia berkeliling negeri mencari talenta. “Kami sudah banyak bertemu dengan tokoh organisasi sipil, bisnis, dan politik untuk menyatukan pandangan,” tuturnya. “Luar biasa melihat orang-orang yang mendukung Muda.”
Kemunculan Muda menarik perhatian para politikus dan partai-partai lama. Mengaku terus berkomunikasi dengan pemimpin partai politik, Saddiq menyatakan tak ingin membahas urusan koalisi. Menurut dia, tim Muda harus membangun kekuatan sebelum maju ke meja perundingan untuk bernegosiasi dengan partai-partai lama. “Muda harus menjadi kekuatan independen yang besar, bukan sekadar partai boneka untuk melayani korporasi atau politikus tertentu,” katanya.
Sejumlah nama berada dalam gerbong pendukung Muda, seperti Sekretaris Jenderal Persatuan Kebangsaan Hak Asasi Manusia Lim Wei Jiet, Ketua Liga Rakyat Demokratik Amir Abdul Hadi, dan pendiri komunitas pendidikan Buku Jalanan Chow Kit, Siti Rahayu Baharin. Rapat perdana Muda pada akhir Agustus lalu dihadiri bekas Direktur Utama Permodalan Nasional Berhad, Abdul Jalil Rasheed, dan sejumlah pemimpin startup, seperti Vinesh Sinha, pendiri perusahaan biodiesel FatHopes Energy, dan Liew Ooi Hann, yang mengoperasikan bisnis finansial RinggitPlus. Pendiri bisnis jasa pemindahan barang TheLorry, Nadhir Ashafiq, juga hadir.
Bekas pemimpin organisasi pemuda UMNO, Khairy Jamaluddin, menyambut inisiatif Saddiq membuat partai baru sebagai bagian dari demokrasi. Kemunculan Muda, menurut Khairy, juga menjadi sinyal bagi UMNO untuk membuat penyegaran internal agar bisa menarik kaum muda. Jika tak mampu bersaing dengan partai baru, UMNO akan sulit meraih dukungan dari generasi muda. “Generasi muda memerlukan representasi, bisa di partai baru atau yang sudah ada,” ucap Menteri Sains, Teknologi, dan Inovasi itu seperti dilaporkan New Strait Times.
Pandangan berbeda muncul dari Mahathir Mohamad, bekas mentor Saddiq. Dia ragu partai politik dengan dasar gerakan anak muda yang menyokong konsep multiras, agama, dan golongan bisa sukses dalam pemilihan umum. Dukungan besar kaum muda juga dinilai belum cukup membantu Muda untuk meraih kemenangan. “Porsi kaum muda dalam pemilihan cukup besar, tapi tak cukup untuk menang jika hanya mengandalkan dukungan mereka,” ujar Mahathir seperti dilaporkan The Star.
Mahathir menyebutkan gerakan Saddiq malah dapat memicu perpecahan di antara pemilih, terutama warga Melayu. Penentangan lain datang dari partai-partai lama yang juga akan berusaha menggaet pemilih muda. Meski demikian, Mahathir menilai Saddiq bebas melakukan rencananya karena Malaysia adalah negara bebas. “Tak ada masalah selama tujuannya adalah memerangi korupsi,” katanya.
Mahathir sendiri tengah menghadapi tekanan setelah Pejuang Tanah Air, partai baru yang dipimpinnya, kalah telak dalam pemilihan umum sela pada 29 Agustus lalu. Mengandalkan nama besar Mahathir, partai itu berharap bisa meraup suara warga Melayu. Dulu Mahathir sukses melakukannya pada pemilihan umum 2018, saat memimpin partai Bersatu. Strategi Mahathir berantakan setelah tiga partai yang juga berbasis pemilih warga Melayu—UMNO, Partai Islam Se-Malaysia, dan Bersatu—merebut suara lebih banyak.
Pesimisme Mahathir terhadap kemunculan partai politik baru terang saja memicu kritik balik, terutama dari kelompok anak muda. Namun Mahathir tetap mempertahankan pandangannya bahwa partai dengan konsep seperti yang dibangun Syed Saddiq tak akan berhasil di dunia politik. Seperti dilaporkan Malaysiakini pada 12 September lalu, Mahathir mengaku telah memberi tahu Saddiq agar tidak memecah-belah suara warga Melayu. Meski berseberangan pandangan politik, Mahathir menegaskan bahwa dia tetap memiliki relasi yang baik dengan Saddiq.
Saddiq tak ambil pusing dengan pendapat Mahathir yang menyebut aksinya bisa memecah warga Melayu. Menurut dia, sikap politik Muda justru ingin menyatukan warga Malaysia, berfokus pada pembuatan kebijakan yang baik, serta tak melanjutkan kisruh politik yang kerap melibatkan urusan ras dan agama. “Saya sangat menghormatinya dan berharap dia serta partai barunya, Pejuang, mendapat yang terbaik,” ucap Saddiq.
Perubahan lain yang diusung Muda adalah terlibat dalam politik tanpa terjebak skema pendanaan dari segelintir elite politik dan korporasi. Menurut Saddiq, bantuan dana dari politikus dan jutawan Malaysia kepada partai politik bisa mencapai ratusan juta ringgit dan biasanya berujung pamrih. Bahkan skandal yang menjerat bekas perdana menteri Najib Razak melibatkan dana miliaran ringgit. Tim Muda akan menjalankan partai seperti startup dan berbasis peran masyarakat. “Sumber dana utamanya lewat dana publik (crowdfunding),” ujarnya.
Meski menerima donasi dari khalayak, Saddiq menyatakan akan membatasi jumlahnya untuk mencegah Muda terjerat utang politik. Hal ini sekaligus bertujuan memutus lingkaran setan politik uang. Dengan pembatasan sumbangan, tidak ada satu pun orang yang bisa memberikan dana jumbo kepada Muda. Kontribusi bagi partai juga bisa diberikan dalam bentuk tenaga dengan menjadi relawan serta lewat pelayanan dan sumbangan tempat kerja atau kantor. “Kami mengutamakan akuntabilitas. Jadi orang yang memberikan uang tahu dananya ke mana dan dipakai untuk apa,” tutur Saddiq.
Saddiq juga menyatakan politik identitas yang memecah Malaysia sudah saatnya diubah lewat gerakan yang menyokong keberagaman masyarakat. Selama ini di Malaysia dikenal isu “Malay First”, pandangan politik yang mendahulukan etnis Melayu, yang mengisi 60 persen populasi negeri itu. Akibatnya, ketimpangan terjadi di berbagai bidang. Padahal, menurut Saddiq, yang diperlukan warga Malaysia adalah kebijakan yang lebih baik dan terukur. “Soal pendidikan, semua pasti setuju jika beasiswa diberikan kepada anak-anak dari keluarga tak mampu tanpa memandang etnisnya,” katanya.
Menurut Saddiq, orang-orang yang kerap ribut meminta warga Melayu harus diutamakan justru tidak menyelesaikan persoalan. Masalah seperti itu justru bisa menimbulkan sentimen negatif dan memperburuk hubungan dengan warga non-Melayu. “Padahal kita semua terkoneksi dan memiliki keinginan bisa sukses bersama sebagai satu keluarga.”
Muda muncul di tengah gonjang-ganjing politik Malaysia. Setelah UMNO kalah dalam pemilihan umum 2018, politik negeri itu terus panas. Terakhir, Anwar Ibrahim dan Muhyiddin Yassin bertikai soal kursi perdana menteri. Dalam konferensi pers pada Kamis, 24 September lalu, Anwar mengklaim telah didukung mayoritas anggota parlemen Malaysia untuk membentuk pemerintahan baru. “Dengan dukungan mayoritas yang tak terbantahkan di belakang saya, pemerintahan yang dipimpin Tan Sri Muhyiddin Yassin telah jatuh,” tuturnya.
Dalam aturan politik di Malaysia, perdana menteri dipilih oleh parlemen dan kemudian diangkat oleh Raja Sri Paduka Yang di-Pertuan Agong Sultan Abdullah Sultan Ahmad Shah. Anwar mengaku belum bisa menemui Raja. Rencana pertemuan pada 22 September lalu batal karena sang Raja masih menjalani perawatan di Institut Jantung Negara. Dia tidak akan menemui siapa pun, termasuk Anwar dan Muhyiddin, selama dirawat.
Namun Muhyiddin tak ambil pusing. Menurut dia, klaim yang dibuat Anwar harus dibuktikan melalui proses dan metode yang ditentukan sesuai dengan konstitusi. “Sampai itu bisa dibuktikan, saya masih perdana menteri yang sah," kata Muhyiddin seperti dilaporkan The Economist.
Murray Hunter, guru besar madya di University of Malaysia Perlis, menilai Muda besutan Syed Saddiq akan menjadi kekuatan ketiga dalam peta politik negeri itu. Namun, dalam artikelnya di Asia Sentinel, dia mengingatkan bahwa kelompok-kelompok ultra-Melayu akan menghadang Muda karena semua gagasan tentang keberagaman budaya akan dianggap sebagai anti-Melayu dan anti-Islam. "Politik Malaysia bukanlah soal kebijakan, tapi siapa yang akan menjadi pemimpin berikutnya," tulisnya.
GABRIEL WAHYU TITIYOGA (FREE MALAYSIA TODAY, THE STRAIT TIMES, THE STAR, SOUTH CHINA MORNING POST)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo