Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva pada pekan ini mengkritik ketidak mampuan PBB dalam membuat Palestina sebagai sebuah negara yang merdeka. PBB dianggap tidak mampu bersikap seperti saat mendirikan negara Israel pada 1948.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“PBB dulunya kuat. Pada 1948 lembaga itu bisa menciptakan negara Israel. Pada 2023, PBB gagal menjadikan Palestina sebagai negara,” kata Presiden Lula.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dalam pidatonya saat kunjungan kerja ke Spanyol, Lula mengatakan Dewan Keamanan PBB, anggota permanen di PBB dan negara-negara yang menjual senjata di dunia adalah partisipan terbesar atas perang-perang di dunia.
“Ketika Amerika Serikat menginvasi Irak, tidak ada diskusi di Dewan Keamanan PBB. Ketika Prancis dan Inggris menginvasi Libya dan saat Rusia menginvasi Ukraina, juga tidak ada diskusi,” kata Lula.
Lula pun menyarankan agar Dewan Keamanan PBB tidak membatasi diri pada anggota permanen. Dia pun prihatin karena peran anggota non-tetap di PBB berkurang.
“Saya pun jadi bertanya-tanya apakah sekarang terserah kita untuk membuat negara-negara yang non-anggota tetap Dewan Keamanan PBB agar membuat perubahan,” kata Lula.
Menurutnya, saat ini perlu untuk membentuk sebuah mekanisme internasional yang baru agar bisa mengatasi segala permasalahan secara berbeda. Dia pun melihat sekarang ini momen yang pas untuk melakukan perubahan dan menciptakan G20 yang damai.
Akan tetapi, imbauan Lula tersebut dipatahkan oleh kelompok pro-Israel, StandWithUs Brasil. Kelompok itu berpendapat Israel tidak dibentuk oleh PBB. Namun pada 1947, ada anjuran dari PBB untuk dilakukan pemisahan sehingga terbentuk dua negara, yakni wilayah yang berpenduduk umat Yahudi dan sisi lainnya untuk keturunan Arab. Kelompok Yahudi menerima hal itu, namun tidak demikian dengan keturunan Arab.
Lalu, seperti apa profil dari Lula?
Profil Luiz Inácio Lula da Silva, pernah jadi tukang semir sepatu
Nama lengkap Lula adalah Luiz Inacio Lula da Silva. Lula lahir pada 27 Oktober 1945, di Garanhuns, Brasil. Ibunya adalah seorang penjahit dan ayahnya adalah seorang buruh tani.
Dia tidak belajar membaca sampai usia 10. Di kelas lima sekolah dasar, dia meninggalkan bangku sekolah untuk bekerja penuh waktu. Dia terlibat dalam politik karena kurangnya perwakilan politik dari kelas pekerja. Ini akan menjadi masa jabatan presiden ketiga pria berusia 77 tahun, setelah sebelumnya memerintah Brasil selama dua periode berturut-turut antara 2003 dan 2010.
Semasa kecil, Lula pernah bekerja sebagai tukang semir sepatu, pedagang kaki lima, dan pekerja pabrik, menurut Britannica Encyclopaedia. Lula bekerja di sebuah pabrik sampai tahun 1972. Dia lalu meninggalkan pekerjaannya untuk terjun ke politik serikat pekerja penuh waktu.
Dia terpilih sebagai Presiden Serikat Pekerja Logam pada 1975. Dalam kapasitas ini, dia menentang kebijakan ekonomi rezim militer Brasil saat itu dan mengkampanyekan hak-hak pekerja.
"Jabatannya (Presiden Serikat) membawa perhatian nasional saat ia meluncurkan gerakan kenaikan upah yang bertentangan dengan kebijakan ekonomi rezim militer. Kampanye tersebut disorot oleh serangkaian pemogokan dari tahun 1978 hingga 1980 dan memuncak dalam penangkapan dan dakwaan Lula atas pelanggaran hukum Keamanan Nasional," kata Britannica .
Lula mendirikan Partai Buruh dan pertama kali mencalonkan diri untuk jabatan politik di 1982. Lula adalah Presiden Brasil pertama yang berasal dari latar belakang pekerja. Dia juga orang pertama yang tidak mengenyam pendidikan formal tinggi.
Saat pemilihan Presiden Brasil pada 2022, Lula mendapatkan 50,9 persen suara, melawan Jair Bolsonaro yang mendapatkan 49,1 persen suara. Lula menang tipis dengan kurang dari 2 persen suara lebih banyak dari Bolsonaro.
SUCI SEKARWATI | DEWI RINA CAHYANI