Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Agung Pakistan pada Rabu, 6 Maret 2024, memutuskan bahwa mantan Perdana Menteri Zulfikar Ali Bhutto, yang digantung 44 tahun lalu setelah dinyatakan bersalah atas pembunuhan, tidak mendapatkan pengadilan yang adil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bhutto, pendiri Partai Rakyat Pakistan (PPP) yang sekarang dipimpin oleh cucunya dan mantan menteri luar negeri Bilawal Bhutto Zardari, digantung pada tahun 1979 setelah diadili di bawah rezim militer mendiang Jenderal Zia-ul-Haq.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami tidak menemukan bahwa persyaratan persidangan yang adil dan proses hukum terpenuhi,” kata Ketua Hakim Qazi Faez Isa dalam sambutannya yang disiarkan langsung mengenai putusan yang menurutnya merupakan keputusan bulat oleh sembilan anggota hakim yang dipimpin olehnya.
Perdana Menteri Shehbaz Sharif memuji keputusan tersebut. “Ini merupakan perkembangan positif bahwa kesalahan yang dilakukan oleh pengadilan telah diperbaiki oleh pengadilan,” katanya dalam pernyataan dari kantornya.
Keputusan tersebut merupakan tanggapan atas rujukan hukum yang diajukan oleh ayah Bhutto Zardari, Asif Ali Zardari, selama masa jabatannya sebagai presiden pada tahun 2011. Keputusan tersebut meminta pendapat pengadilan tinggi untuk meninjau kembali hukuman mati yang dijatuhkan kepada pendiri PPP.
“Keluarga kami menunggu 3 generasi untuk mendengar kata-kata ini,” kata Bhutto Zardari kemudian dalam sebuah postingan di X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter.
Pengadilan akan menerbitkan putusan secara rinci nanti.
“Ini adalah pengakuan atas kegagalan keadilan yang sangat besar di bawah rezim darurat militer Zia,” kata Yousuf Nazar, komentator politik yang berbasis di London dan pembantu dekat mendiang Benazir Bhutto, putri Zulfikar Ali Bhutto dan juga mantan perdana menteri. Dia dibunuh pada tahun 2007.
Kelompok hak asasi manusia mengatakan 11 tahun kediktatoran Haq ditandai dengan serangan terhadap demokrasi, penganiayaan dan pemenjaraan pekerja PPP, serta hukuman cambuk di depan umum terhadap lawan dan pengkritiknya.
Nazar mengatakan rezim tersebut juga mendorong negara Muslim konservatif tersebut ke dalam ekstremisme dan militansi dengan menopang dan mendukung kelompok-kelompok militan untuk melakukan perang proksi AS melawan Uni Soviet di Afghanistan.
“Hal ini menghasilkan tingkat dukungan dan perlindungan terhadap ekstremis agama yang belum pernah terjadi sebelumnya di tingkat negara bagian,” katanya.
REUTERS
Pilihan Editor: Deplu AS Akui Menteri Israel Halangi Pengiriman Bantuan ke Gaza