Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Ratu Rania dari Yordania Kecam Standar Ganda Barat dalam Konflik Hamas vs Israel

Ratu Rania mengatakan sikap diam dunia Barat membuat mereka terlibat dalam krisis kemanusiaan yang terjadi di Gaza.

26 Oktober 2023 | 07.00 WIB

Ratu Yordania, Rania menemui siswa saat berkunjung ke  Sekolah Excel Academy Public Charter di Washington, AS, 5 April 2017. Ratu Rania mengunjungi AMerika Serikat dalam kunjungan kenegaraan. REUTERS/Joshua Roberts
Perbesar
Ratu Yordania, Rania menemui siswa saat berkunjung ke Sekolah Excel Academy Public Charter di Washington, AS, 5 April 2017. Ratu Rania mengunjungi AMerika Serikat dalam kunjungan kenegaraan. REUTERS/Joshua Roberts

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Ratu Rania dari Yordania menuduh dunia menerapkan “standar ganda” karena gagal mengutuk jatuhnya korban sipil di Gaza ketika Israel terus menyerang daerah kantong tersebut dalam perang yang sedang berlangsung dengan Hamas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Ketika tanggal 7 Oktober terjadi, dunia segera dan dengan tegas mendukung Israel dan haknya untuk membela diri dan mengutuk serangan yang terjadi, namun apa yang kita lihat dalam beberapa minggu terakhir, kita melihat kebungkaman di dunia,” katanya dalam sebuah wawancara dengan Christiane Amanpour dari CNN pada Selasa, 24 Oktober 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Negara-negara tidak lagi menyatakan keprihatinan atau mengakui adanya korban jiwa, namun selalu dengan kata pengantar deklarasi dukungan untuk Israel.”

Ratu mengatakan masyarakat di Timur Tengah dan Yordania terkejut dengan reaksi dunia terhadap meningkatnya jumlah korban jiwa di Jalur Gaza.

Pengeboman Israel telah menewaskan lebih dari 5.791 warga Palestina, termasuk 2.360 anak-anak, sejak serangan mematikan Hamas pada 7 Oktober terhadap Israel, yang merenggut nyawa 1.400 warga Israel dan warga negara asing.

Standar Ganda

Ratu Yordania ini mengecam standar ganda Barat dalam mengutuk pembunuhan warga sipil Palestina dan menyalahkan para pemimpin dunia karena gagal menyerukan gencatan senjata meskipun jumlah korban tewas meningkat di daerah kantong yang terkepung tersebut.

Dia berkata: “Apakah kita diajari bahwa membunuh sebuah keluarga dengan todongan senjata adalah tindakan yang salah, namun tidak apa-apa jika menembaki mereka sampai mati? Ada standar ganda yang mencolok di sini.”

Dia menambahkan bahwa sikap diam yang “memekakkan telinga” di dunia Barat membuat mereka terlibat dalam krisis kemanusiaan yang terjadi di Gaza karena mereka terus menutupi dan mendukung hak Israel untuk mempertahankan diri.

“Banyak orang di dunia Arab memandang Barat tidak hanya menoleransi hal tersebut namun juga membantu dan mendukung hal tersebut,” katanya.

Ratu Rania juga mengecam larangan unjuk rasa pro-Palestina di banyak negara Eropa, dan menambahkan bahwa kebebasan berpendapat di negara-negara demokrasi Barat tidak mencakup Palestina.

“Ketika orang-orang berkumpul untuk mendukung Israel, mereka menggunakan hak mereka untuk berkumpul, namun ketika mereka berkumpul untuk Palestina, mereka dianggap sebagai simpatisan teroris atau antisemit.”

Ratu Yordania mengatakan bahwa negaranya mengutuk pembunuhan warga sipil mana pun, baik warga Palestina atau Israel, dan menambahkan bahwa agama Islam juga melarang pembunuhan terhadap wanita, anak-anak, dan orang tua.

Menurut ratu, setiap negara, termasuk Israel, mempunyai hak untuk membela diri, tetapi tidak melalui kejahatan perang dan hukuman kolektif.

 

Pengepungan Gaza

Israel menyatakan pengepungan penuh terhadap Gaza setelah serangan Hamas pada 7 Oktober dan sejak itu melancarkan serangan udara tanpa henti di Jalur Gaza yang padat penduduknya dan memberlakukan blokade terhadap pasokan penting seperti makanan dan air untuk seluruh penduduk sipil.

Israel mengatakan bahwa mereka menargetkan “teroris” Hamas dan menyalahkan kelompok militan tersebut karena menggunakan warga sipil Palestina sebagai tameng manusia.

Serangan udara Israel tanpa pandang bulu menyerang wilayah tersebut, memusnahkan seluruh keluarga, meratakan lingkungan pemukiman, dan menargetkan rumah sakit, gereja, masjid, dan jurnalis.

“Bagaimana cara membela diri? Kenapa kalau Israel melakukan kekejaman ini dengan alasan membela diri, tapi kalau ada kekerasan yang dilakukan warga Palestina langsung disebut terorisme,” kata Rania.

Tidak Ada Pengungsi di Yordania

Yordania tidak ingin terjadi pengungsian massal warga Palestina serupa dengan “Nakba” tahun 1948, kata ratu, mengacu pada komentar suaminya, Raja Yordania Abdullah II, yang mengumumkan bahwa mendorong pengungsi Gaza ke Mesir dan Yordania akan menjadi “ garis merah."

“Rakyat Gaza menghadapi dua pilihan: mereka pergi atau menghadapi kematian atau hukuman kolektif, pilihan antara pengusiran atau pemusnahan, antara pembersihan etnis dan genosida, dan tidak ada orang yang harus menghadapi pilihan seperti itu,” kata ratu.

Dia menambahkan sebagian besar penduduk Gaza sudah menjadi pengungsi dan Yordania tidak ingin pengungsian warga Palestina serupa seperti yang terjadi pada 1948.

“Warga Palestina mempunyai hak untuk tetap berada di tanah mereka,” katanya.

Negara Palestina yang Berdaulat

Ratu Rania mengatakan bahwa negara Palestina merdeka yang hidup berdampingan dalam perdamaian dan keamanan adalah satu-satunya solusi untuk mengakhiri konflik Palestina-Israel, dan memperingatkan bahwa tidak ada solusi militer terhadap masalah ini kecuali melalui meja perundingan.

“Perang tidak pernah dimenangkan; kemenangan adalah mitos yang dibuat para politisi untuk membenarkan hilangnya banyak nyawa,” katanya.

“Tidak akan ada perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah tanpa resolusi politik.”

AL ARABIYA

Ida Rosdalina

Ida Rosdalina

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus