Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - India mulai mengambil langkah siginifikan ketika parlemen mengeluarkan RUU Kewarganegaraan India yang akan menolak imigran Muslim memperoleh kewarganegaraan India. RUU itu akan mengizinkan kewarganegaraan para migran dari semua agama besar Asia Selatan kecuali Islam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dikutip dari New York Times, 10 Desember 2019, RUU itu disahkan di majelis rendah, Lok Sabha, beberapa menit setelah tengah malam, setelah beberapa jam perdebatan. Hasil pemungutan suara 311 berbanding 80. RUU itu sekarang diajukan ke majelis tinggi, Rajya Sabha, di mana Perdana Menteri Modi tampaknya memiliki cukup sekutu yang diperkirakan memiliki cukup suara untuk menjadikannya undang-undang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Muslim India gelisah. Mereka melihat langkah baru itu, yang disebut RUU Amendemen Kewarganegaraan, sebagai langkah pertama oleh partai yang memerintah untuk menjadikan 200 juta warga Muslim sebagai warga negara kelas dua India, yang merupakan salah satu populasi Muslim terbesar di dunia setelah Indonesia. RUU berpotensi membuat banyak warga Muslim India tanpa kewarganegaraan.
"Kami menuju totaliterisme, sebuah negara fasis," kata Asaduddin Owaisi, seorang anggota parlemen Muslim, yang pada Senin secara dramatis merobek salinan RUU tersebut saat memberikan pidato di Parlemen. "Kami menjadikan India sebagai negara teokratis."
Ratusan pendemo turun ke jalan-jalan di India pada Senin ketika pemerintah Perdana Menteri Narendra Modi mengajukan RUU kontroversial di parlemen yang akan memberikan kewarganegaraan kepada minoritas non-Muslim dari tiga negara tetangga.
Menteri Dalam Negeri Amit Shah memperkenalkan Undang-Undang Amendemen Kewarganegaraan (CAB) di majelis rendah India.
Dikutip dari Reuters, RUU ini awalnya diperkenalkan pada tahun 2016 selama masa jabatan pertama pemerintah Modi tetapi berakhir setelah protes dan penarikan mitra aliansi.
RUU ini mengusulkan untuk memberikan kewarganegaraan India kepada non-Muslim yang datang ke India dari Bangladesh, Pakistan dan Afganistan sebelum 2015.
Oposisi politisi di dalam parlemen, dan pengunjuk rasa di beberapa kota di India, mengatakan RUU itu mendiskriminasikan Muslim dan melanggar konstitusi sekuler India.
Wanita muslim mengantre untuk memeriksa apakah nama mereka termasuk Daftar Warga Nasional di Desa Bur Gaon, India, Senin, 30 Juli 2018. Sekitar empat juta orang di Negara Bagian Assam di India tak masuk ke daftar sensus sehingga terancam kehilangan status kewarganegaraannya. AP/Anupam Nath
Legislasi tersebut berjalan seiring dengan program yang diperdebatkan yang dimulai di negara bagian timur laut Assam tahun ini, di mana semua 33 juta penduduk negara harus membuktikan dengan dokumen bahwa mereka atau leluhur mereka adalah warga negara India.
Sekitar dua juta orang, banyak dari mereka adalah Muslim, dan banyak dari mereka adalah penduduk seumur hidup India, dikeluarkan dari daftar kewarganegaraan negara bagian setelah tes kewarganegaraan.
Sekarang, Partai Bharatiya Janata Party berharap untuk memperluas tes kewarganegaraan semacam itu ke negara bagian lain. Dan undang-undang baru akan menjadi prinsip panduan bagi siapa yang bisa berharap untuk menyebut diri mereka orang India.
Modi dan partainya melihat India sebagai negara Hindu. Dan sejak kemenangan pemilihan kembali besar-besaran BJP pada bulan Mei, pemerintahan Modi telah merayakan satu kemenangan nasionalis Hindu satu demi satu, masing-masing merupakan pukulan keras demoralisasi bagi umat Islam.
Pertama, tes kewarganegaraan Assam. Kemudian Modi menanggalkan otonomi dan kenegaraan bagi Kashmir, yang dulunya satu-satunya negara mayoritas Muslim di India. Dan bulan lalu, fundamentalis Hindu mencetak kemenangan pengadilan besar yang memungkinkan mereka membangun kuil baru di atas reruntuhan masjid yang hancur di kota Ayodhya.
Dengan undang-undang kewarganegaraan yang baru, partai Modi mengatakan mereka hanya berusaha melindungi umat Hindu, Buddha, dan Kristen yang dianiaya (dan anggota dari beberapa agama kecil) yang bermigrasi dari negara-negara mayoritas Muslim seperti Pakistan atau Afganistan.
Tetapi undang-undang itu juga akan memudahkan untuk memenjarakan dan mendeportasi penduduk Muslim, bahkan mereka yang keluarganya telah berada di India selama beberapa generasi, jika mereka tidak dapat menunjukkan bukti kewarganegaraan India.