Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Penerbangan Singapore Airlines dari London tujuan Singapura mengalami turbulensi hebat di Samudera Hindia. Singapore Airlines turbulensi parah yang menyebabkan pesawat anjlok ke ketinggian 6.000 kaki (sekitar 1.800 meter) dalam waktu sekitar tiga menit, sebelum mendarat darurat di Bangkok, Thailand.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Singapore Airlines tidak menyebutkan jenis turbulensi apa yang terjadi. Pakar penerbangan menduga turbulensi tersebut adalah turbulensi cuaca cerah, yang dianggap sebagai jenis turbulensi paling berbahaya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Turbulensi cuaca cerah atau clear air turbulence (CAT) hampir tidak dapat dideteksi dengan teknologi saat ini. Ini berarti turbulensi tersebut dapat terjadi tanpa peringatan, sehingga sangat penting bagi penumpang di pesawat untuk mengenakan sabuk pengaman setiap kali duduk, menurut pakar keselamatan.
Maskapai penerbangan diwajibkan oleh undang-undang untuk menyalakan tanda sabuk pengaman saat lepas landas dan mendaratkan penerbangan, namun maskapai penerbangan memiliki prosedurnya sendiri untuk menangani turbulensi di udara.
Seorang saksi di penerbangan Singapore Airlines mengatakan banyak orang yang tidak mengenakan sabuk pengaman terlempar ke sekitar kabin ketika pesawat mengalami turbulensi. Banyak di antara penumpang pesawat yang kepalanya terbentur.
Sara Nelson, Presiden Internasional Asosiasi Pramugari-CWA yang mewakili lebih dari 50.000 di 20 maskapai penerbangan, mengatakan kasus CAT sedang meningkat. Turbulensi ini tidak dapat dilihat sehingga ia menekankan pentingnya sabuk pengaman selama penerbangan. “Ini adalah masalah hidup dan mati,” kata Nelson.
Kecelakaan penerbangan terkait turbulensi merupakan jenis kecelakaan yang paling umum, menurut studi tahun 2021 yang dilakukan oleh Dewan Keselamatan Transportasi Nasional AS.
Baru-baru ini, pada bulan Maret, sebuah Boeing 787 dioperasikan oleh LATAM Airlines (LTM.SN), tiba-tiba anjlok di tengah penerbangan. Akibatnya lebih dari 50 orang terluka.
Pakar keselamatan dirgantara Anthony Brickhouse mengatakan penumpang harus meminimalkan pergerakan mereka dalam penerbangan dan selalu mengenakan sabuk pengaman, meski lampu sabuk pengaman sudah padam.
American Airlines mengharuskan pilotnya menyalakan tanda sabuk pengaman dan menginstruksikan penumpang serta pramugari untuk segera duduk ketika turbulensi parah.
Pramugari kemudian harus tetap duduk sampai diberitahu oleh kapten penerbangan atau tanda sabuk pengaman dimatikan. Maskapai lain memiliki protokol serupa.
Beberapa pilot dan penumpang mengatakan bahwa membiarkan lampu sabuk pengaman menyala sepanjang penerbangan akan menjadi bumerang. Sebabnya penumpang mulai mengabaikannya.
REUTERS
Pilihan editor: Top 3 Dunia: Iran Minta Bantuan AS hingga 5 Target Penangkapan ICC