Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Ambisi India: Tinggal di Bulan dan Membangun Satelit Darat di Biak

India berambisi mengembangkan teknologi antariksa setelah berhasil mendaratkan wahana Chandrayaan-3 di bulan.

29 September 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETIKA Vikram, wahana pendarat misi luar angkasa Chandrayaan-3, menapak di dekat kutub selatan bulan pada 23 Agustus 2024, jutaan warga India bersorak-sorai. Perdana Menteri India Narendra Modi mengumumkan titik pendaratan itu dinamakan Shiv Shakti dan menjadikan tanggal pendaratannya sebagai hari ruang angkasa nasional.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Modi kemudian memberi dua target baru untuk Organisasi Penelitian Ruang Angkasa India (ISRO), badan antariksa nasional yang meluncurkan Chandrayaan-3. ISRO ditugasi mendirikan stasiun antariksa India pada 2035 dan membawa orang India pertama ke bulan pada 2040.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Modi memanggil pejabat ISRO dan sejumlah ahli antariksa agar membuat peta jalan untuk memenuhi misi tersebut. “Memiliki satelit sendiri dan mendarat di bulan adalah target ambisius Perdana Menteri,” kata Dhandapani Gowrisankar, Direktur Kantor Kerja Sama Internasional dan Antarlembaga ISRO.

Gowrisankar memaparkan peta jalan itu di hadapan sejumlah jurnalis di kantornya di Bengaluru, Negara Bagian Karnataka, India, pada Senin, 26 Agustus 2024. Pembangunan infrastruktur luar angkasa dan kapasitas manusia menjadi prioritas pertama lembaganya.

India mencatat sejarah sebagai negara pertama yang mendarat di dekat kutub selatan bulan. Negeri itu juga menjadi negara keempat yang mendaratkan wahananya di bulan setelah Uni Soviet, Amerika Serikat, dan Cina. Kutub selatan bulan menjadi perhatian karena permukaannya yang berupa kawah, parit, dan kantong-kantong es purba yang belum terjamah manusia.

Lepas landas dari Pusat Luar Angkasa Satish Dhawan di Sriharikota, Negara Bagian Andhra Pradesh, pada 12 Juli 2023, Chandrayaan-3 adalah misi ketiga India ke bulan. Ini dilakukan 15 tahun setelah misi Chandrayaan-1, misi pertama pada 2008 yang berhasil menemukan keberadaan molekul air di permukaan bulan yang gersang sekaligus membuktikan bulan memiliki atmosfer pada siang hari.

Chandrayaan-2, misi kedua, gagal melakukan pendaratan. Namun wahana pengorbitnya terus mengitari bulan dan membantu wahana pendaratnya, Vikram, mengirimkan gambar dan data ke bumi untuk dianalisis.

Vikram dalam misi Chandrayaan-3 mendarat di dekat Luna-25 milik Rusia yang hancur di permukaan bulan tiga hari sebelum Vikram tiba. “Ini menjadi pendaratan lunak pertama di kutub selatan. Kami bisa mengukur kawasan di lokasi, plasma di permukaan, dan keberadaan zat sulfur di area tersebut,” ujar Dhandapani Gowrisankar.

Setelah 10 hari eksplorasi di permukaan bulan, wahana pendarat dan wahana penjelajah Chandrayaan-3 memasuki mode tidur. Sementara itu, modul propulsinya, yang berisi panel surya dan mesin pendorong, tetap berada di orbit bulan.

ISRO menerapkan tiga langkah besar untuk memenuhi ambisi mendaratkan orang di bulan sesuai dengan harapan Narendra Modi. Pertama, ISRO mempembarui kendaraan peluncur generasi terbaru. Kedua, ISRO akan meluncurkan Stasiun Antariksa Bharatiya ke Bulan pada 2035. “Kami menargetkan modul pertama selesai pada tahun 2028,” kata Gowrisankar. Ketiga, mereka akan mendaratkan orang India pertama di bulan pada 2024 untuk kebutuhan eksplorasi.

Pemerintah India telah menyetujui pembangunan modul pertama Stasiun Antariksa Bharatiya (BAS-1) dengan memperluas misi Gaganyaan, rancangan pesawat ruang angkasa berawak ISRO. Rapat kabinet yang dipimpin Narendra Modi pada 18 September 2024 menyetujui pembangunan unit pertama stasiun itu. Persetujuan tersebut datang dalam 100 hari pertama masa jabatan ketiga Modi sebagai perdana menteri. Modi dilantik pada 9 Juni 2024 setelah partainya, Partai Bharatiya Janata, menang lagi dalam pemilihan umum Lok Sabha, parlemen negeri itu, pada April-Juni 2014.

Pemerintah menginginkan misi Gaganyaan dikembangkan melalui kerja sama dengan industri, akademikus, serta lembaga nasional yang berfokus pada pengembangan dan demonstrasi teknologi untuk misi luar angkasa berawak untuk jangka panjang. Misi itu telah menerima dana tambahan 111,7 miliar rupee atau sekitar Rp 20,3 triliun. Total dana untuk proyek ini mencapai sekitar Rp 36.751 triliun. Pemerintah juga menyetujui misi luar angkasa lain, seperti Chandrayaan-4 dan misi ke Venus.

Swati Prabhu, peneliti di Observer Research Foundation, lembaga penelitian global independen berbasis di Delhi, menilai India kini mencoba masuk ke panggung diplomatik saat misi luar angkasanya mendapatkan perhatian internasional. Tujuannya adalah memastikan kelancaran pengembangan teknologi domestik, seperti teknologi pengindraan jauh di pertanian dan kehutanan, pengelolaan sumber daya air, manajemen bencana, dan pemfasilitasan kegiatan pendidikan.

Selain meningkatkan pembangunan kapasitas melalui kemitraan pembangunan, misi luar angkasa cenderung memenuhi tujuan strategis negara-negara maju di bidang militer dan teknologi senjata. “Hal ini mungkin dapat mengakibatkan perang siber dan penambangan sumber daya di benda-benda langit. Dalam hal ini, sangat penting bagi negara-negara berkembang untuk terlibat dalam diplomasi luar angkasa, memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mendukung tujuan kebijakan luar negeri, serta mewujudkan target pembangunan mereka,” ujar Prabhu.

ISRO juga mengembangkan kerja sama internasional dalam urusan luar angkasa. Kerja sama itu berupa pembangunan kapasitas, penggunaan satelit bersama, hingga pembangunan satelit darat di beberapa negara, seperti Mauritius, Vietnam, dan Indonesia. “Di Indonesia, kami bekerja sama dengan Lapan untuk membangun satelit darat di Biak, Papua. Mungkin diluncurkan pada 2025,” tutur Dhandapani Gowrisankar. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) kini melebur ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Kepala Biro Hukum dan Kerja Sama BRIN Mila Kencana mengatakan niat membangun stasiun bumi di Biak berasal dari keinginan pemerintah India. ISRO ingin membangun stasiun telemetri, pelacakan, dan komando untuk wahana peluncur satelit geosinkron (GSLV). Kerja sama berlanjut pada 2018 ketika Presiden Joko Widodo dan Narendra Modi menandatangani Perjanjian Kerangka Kerja Antar-Pemerintah tentang Kerja Sama Eksplorasi dan Pemanfaatan Luar Angkasa untuk Tujuan Damai.

Mila menilai banyak manfaat dari kerja sama luar angkasa. Salah satunya pengalihan kepemilikan stasiun darat di Biak dari ISRO ke BRIN. Selain itu, ISRO akan memberikan layanan peluncuran satelit dengan menggunakan wahana miliknya. “Jadi ini yang sangat fundamental dan krusial karena memang kerja sama seharusnya demikian. Ada yang kita dapatkan secara berkelanjutan dan Indonesia sudah mampu,” katanya dalam siaran pers BRIN pada November 2023.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Ambisi Tinggal di Bulan"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus