Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

India di Bawah Modi: Habis-habisan Memperkuat Keamanan Laut

PM India Narendra Modi memprioritaskan keamanan di Samudra Hindia dan Pasifik dengan memperkuat pertahanan laut.

29 September 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KAPAL perang Angkatan Laut India, INS Tarkash (F50), bersama dua kapal lain bersandar di galangan kapal di Kota Mumbai, India, pada Sabtu sore, 24 Agustus 2024. Di tengah guyuran hujan dan suhu 31 derajat Celsius, kapal itu bersandar di galangan yang memiliki panjang 278 meter dan lebar 45 meter.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ini menjadi galangan kapal terbesar angkatan laut negeri itu. Bentuknya seperti huruf U yang menghadap ke Laut Arab. “Di sini kami membuat serta merawat kapal dan armada kami,” ucap Kapten Nitin Saxena, Ko-staf Komandan Operasi Komando Angkatan Laut Barat, kepada Tempo dan sejumlah jurnalis lain pada Sabtu, 24 Agustus 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INS Tarkash adalah kapal fregat kedua yang dibangun untuk Angkatan Laut India. Kapal ini dibangun di galangan kapal Yantar di Kaliningrad, Rusia, dan bergabung dengan Komando Angkatan Laut Barat India sejak 27 Desember 2012.

Galangan kapal di Mumbai itu berjarak sekitar 700 meter dari monumen Gerbang India. Monumen ini didirikan pada 1924 untuk memperingati pendaratan Raja Inggris George V pada Desember 1911 di dekat Air Mancur Wellington. Ia menjadi raja Inggris pertama yang mengunjungi India. Monumen itu kini tak lagi menjadi pintu masuk pelayaran dari dan ke Mumbai, tapi masih menjadi tempat berkumpulnya warga, pedagang kaki lima, dan wisatawan.

Galangan kapal Angkatan Laut India di Kota Mumbai, India, 24 Agustus 2024. Tempo/Arkhelaus Wisnu Triyogo

Galangan kapal ini dibangun oleh British East India Company pada 1735. Sejak diambil alih oleh Komando Angkatan Laut Barat, bangunan bersejarah di dalam kawasan itu perlahan ditutup tembok tinggi dan menara pengawas. Galangan ini terkenal karena menjadi tempat lahirnya HMS Trincomalee, fregat Inggris, pada 1817. Pelabuhan Bombay—demikian namanya dulu—menjadi dok kering pertama dan tertua di Asia.

Pada 1946, pemerintah membentuk komite untuk mengatur ulang galangan kapal Angkatan Laut di Pelabuhan Bombay. Setahun kemudian, komite itu merekomendasikan pemindahan galangan kapal ke Nhava Sheva di sisi darat pelabuhan. Rekomendasi ini ditolak pemerintah karena rumitnya perencanaan dan tingginya biaya investasi yang diperlukan. Baru lima tahun kemudian galangan kapal diperluas.

Pemodernan galangan kapal dimulai pada 1974. Beberapa pengembangan terjadi, seperti pembangunan rumah uji uap sebagai fasilitas pengujian khusus untuk mesin uap, bengkel diesel untuk perbaikan mesin pembakaran, bengkel baru dalam Departemen Perbaikan Mesin Kapal Rudal, serta pembentukan Departemen Turbin Diesel dan Gas untuk perbaikan sistem kontrol listrik dan elektronik. Pembangunan yang terus berlanjut membuat markas Komando Angkatan Laut Barat makin percaya diri dalam menjalankan fungsi keamanan maritim di wilayah Indo-Pasifik. “Ini membuat kami bisa mengatur strategi maritim lebih cepat dan akurat,” ujar Nitin Saxena.

•••

INDIA di bawah Perdana Menteri Narendra Modi mulai memperhatikan pentingnya keamanan laut, khususnya di Samudra Hindia. “Kawasan Samudra Hindia yang luas menampung lebih dari 40 negara dan hampir 40 persen populasi dunia. Kawasan ini berbatasan dengan Australia, Asia Tenggara, Asia Selatan, Asia Barat, dan pesisir timur Afrika,” kata Modi saat meresmikan kapal patroli lepas pantai Barracuda, yang dibangun India untuk Mauritius, di Pelabuhan Louis, Mauritius, pada 12 Maret 2015.

Modi juga menyebutkan berbagai tantangan di perairan ini, seperti tragedi tsunami dan topan, pembajakan kapal, penangkapan ikan ilegal, tumpahan minyak, serta dampak perubahan iklim. “India berada di persimpangan Samudra Hindia,” ucap pemimpin Partai Bharatiya Janata itu. Jadi, “Kami juga harus memikul tanggung jawab untuk membentuk masa depannya.”

Modi menyatakan kawasan Samudra Hindia menjadi prioritas kebijakannya melalui peningkatan kerja sama di kawasan dan “menggunakan kemampuannya demi kepentingan semua orang di rumah maritim kita bersama”. “Kami menuju masa depan bagi Samudra Hindia yang sesuai dengan nama SAGAR (Security and Growth for All in the Region).” Dalam bahasa Hindi, sagar berarti laut.

Selaras dengan itu, pemerintahan Modi telah menggelontorkan anggaran pertahanan sebesar US$ 73,6 miliar atau Rp 1.115 triliun pada 2023, keempat terbesar di dunia setelah Amerika Serikat, Cina, dan Rusia. India juga mempercepat modernisasi alat dan senjatanya untuk Angkatan Laut, khususnya kapal selam serbu, yang dimulai pada April 2023.

Menurut International Institute for Strategic Studies, lembaga riset internasional berbasis di Inggris, dalam The Military Balance 2024 (2024), pada Maret 2023 saja, pemerintah telah meneken 14 kontrak senilai US$ 6,43 miliar atau Rp 97.485 triliun dengan perusahaan-perusahaan India untuk mengembangkan industri pertahanan lokalnya. Anggaran pada tahun fiskal 2022-2023 mereka gunakan untuk membangun 11 kapal patroli lepas pantai canggih serta 6 kendaraan peluru kendali canggih dan baterai bergerak maritim generasi berikutnya.

Hasilnya antara lain penguatan keamanan laut negeri itu. Seorang pejabat di Komando Angkatan Laut Barat mengatakan keberhasilan terbaru dalam operasi mereka adalah ketika dapat merebut MV Ruen, kapal kargo berbendera Malta, dari tangan perompak Somalia pada Maret 2024. Operasi itu dilakukan dengan menggunakan kapal perusak berpeluru kendali INS Kolkata dan INS Subhadra. India juga mengerahkan pesawat patroli maritim P-81 dan pesawat nirawak HALE serta pasukan komando laut Marcos yang diangkut menggunakan pesawat terbang C-17.

MV Ruen dibajak pada Desember 2023. Kapal ini kemudian berlayar keluar dari perairan Somalia untuk dijadikan pangkalan serangan perompak. INS Kolkata mencegat kapal itu. Sejumlah pembajak sempat melepaskan tembakan, tapi Angkatan Laut India membalasnya hingga para perompak terpojok. Setelah operasi selama 40 jam, Angkatan Laut India berhasil memaksa 35 perompak menyerah dan memastikan 17 awak kapal MV Ruen selamat. “Kami memastikan evakuasi awak kapal juga aman. Angkatan Laut selalu memantau pergerakan dan ini bagian dari proteksi aset dan teritori kami,” ucap pejabat tersebut.

Monumen Gerbang India yang dipenuhi warga di Mumbai, India, 24 Agustus 2024. Tempo/Arkhelaus Wisnu Triyogo

Pembajakan kapal itu termasuk faktor yang mendorong India meningkatkan jumlah anggota pasukan keamanan maritim di jalur laut yang kritis, termasuk Laut Arab Utara dan Tengah. Mereka menyadari bahwa masalah maritim belakangan ini menjadi kian kompleks dan bersifat multinasional. Bentuk kejahatan pun kian beragam. Menurut data Information Fusion Centre-Indian Ocean Region (IFC-IOR), ada peningkatan aktivitas kapal-kapal ilegal di kawasan Indo-Pasifik, termasuk pergerakan kapal-kapal asal Cina ke Laut Cina Selatan.

Otoritas India melaporkan setidaknya ada 500 kapal asal Cina yang diduga terlibat dalam penangkapan ikan ilegal di perairan ini. Angkatan Laut India menyatakan ada kekhawatiran penangkapan ikan berlebihan dapat menimbulkan kerusakan ekologis yang berdampak pada pasokan ikan tuna di beberapa negara. “India telah melaporkan adanya peningkatan jumlah kapal tersebut di Samudra Hindia. Kehadiran mereka menjadi perhatian kami,” tutur pejabat Komando Angkatan Laut Barat India.

Peningkatan aktivitas kapal milisi Cina juga terpantau di Laut Arab Utara dan Tengah. Selain mendeteksi kapal penangkap ikan, Angkatan Laut India telah memantau keberadaan kapal penelitian dan kapal perang Cina di Samudra Hindia. Namun militer India menilai tidak ada pelanggaran terhadap zona ekonomi eksklusif di negara mana pun dalam kegiatan tersebut.

Kepala Staf Operasi Komando Angkatan Laut Barat India Laksamana Muda Vidyadhar Harke mengakui pergerakan Cina di Samudra Hindia makin terlihat. Namun, dia menjelaskan, penting juga melihat apakah militer Negeri Tirai Bambu melanggar hukum internasional atau tidak. “Mereka kadang tidak ada di wilayah itu, tapi kemudian datang lagi,” katanya pada Sabtu, 24 Agustus 2024.

India kemudian menggelar latihan bersama dengan negara-negara di Asia Tenggara. Latihan semacam ini sering dipandang sebagai bentuk kerja sama pertahanan antarnegara sekaligus upaya “menggertak” negara pesaing. “Kami punya perangkat untuk memantau semua pergerakan itu. Namun kehadiran kami di Laut Cina Selatan hanya untuk berlatih bersama. Tidak ada tendensi apa pun. Kehadiran Angkatan Laut India bukan ancaman, melainkan upaya menjadi negara tetangga yang bersahabat,” ujar Harke.

Menurut Harke, India sudah lama menaruh perhatian pada aspek keamanan maritim di sekitar kawasan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara atau ASEAN. Berdasarkan pergerakan lalu lintas laut yang termaktub di IFC-IOR, India dan Indonesia, misalnya, memiliki jalur pelayaran yang digunakan sejumlah pihak yang berpotensi mengganggu keamanan maritim kedua negara, termasuk perdagangan manusia, pengungsi, pembajakan kapal, dan peredaran narkotik. “Indonesia adalah mitra yang sangat penting bagi kami. Kami punya koneksi dengan mereka.”

India, seperti Indonesia, menganggap Selat Malaka sebagai jalur yang penting. “Sebanyak 66-70 persen jalur transportasi di Samudra Hindia melewati Selat Malaka. Ini membuat semua terkoneksi. Ini bukan hanya soal Cina, melainkan juga semua negara, seperti Jepang, Korea, dan Filipina. Jadi Indonesia adalah negara penting dalam kerja sama ini,” ucap Harke.

Bagi India, peran IFC-IOR menjadi penting sebagai pusat informasi maritim yang mempertemukan negara-negara anggota Dialog Keamanan Kuadrilateral atau Quad, yang terdiri atas India, Australia, Amerika Serikat, dan Jepang. Negara-negara Quad berkomitmen menegakkan kawasan Indo-Pasifik yang bebas, terbuka, makmur, dan damai berdasarkan prinsip saling menghormati terhadap kedaulatan masing-masing, integritas teritorial, dan hukum internasional.

Keempat negara itu bekerja sama secara intensif pada 2004 saat menghadapi dampak bencana tsunami di kawasan Samudra Hindia. Kerja sama itu berkembang melalui penyediaan barang publik di negara-negara Indo-Pasifik di bidang telekomunikasi, teknologi, bantuan kemanusiaan, penanggulangan bencana, penanganan dampak perubahan iklim, dan penanggulangan terorisme.

“Keseluruhan gagasan sangat praktis. Kita semua harus berkolaborasi,” tutur Subrahmanyam Jaishankar, Menteri Luar Negeri India, di kantor Kementerian Luar Negeri India di New Delhi pada Ahad, 18 Agustus 2024.

Posisi geopolitik India dan pengalaman beroperasi di Samudra Hindia memberi nilai tambah bagi pemerintahan Narendra Modi dalam pengembangan keamanan laut. Berbagai informasi melalui IFC-IOR secara langsung menjadi awal penting untuk menciptakan stabilitas maritim demi tujuan komersial dan strategis. India juga memasang sistem pengawasan radar pesisir di negara-negara di pesisir Samudra Hindia untuk memantau wilayah lautan yang lebih luas.

India sudah melembagakan IFC-IOR pada 2018. Pusat informasi ini bergabung dengan prakarsa regional yang terbilang sukses, seperti pusat informasi maritim regional di Madagaskar dan Singapura. Dalam tiga tahun, IFC-IOR sudah mendapatkan perjanjian “informasi pelayaran putih” dengan 36 negara berupa pertukaran informasi mengenai pergerakan dan identitas kapal dagang nonkomersial militer. Perjanjian ini mengklasifikasikan kapal laut sebagai putih (kapal niaga), abu-abu (kapal militer), dan hitam (kapal ilegal).

Jaishankar mengatakan Quad telah berupaya menyediakan data bagi negara-negara di kawasan untuk melawan aktivitas maritim ilegal hingga perubahan iklim dan bencana kemanusiaan. Menurut dia, kolaborasi antarnegara Quad dalam penanggulangan terorisme telah berlangsung lewat latihan bersama secara berkala. “Kami menginginkan hubungan dan kerja sama dengan negara lain dan kami menginginkan hubungan yang inklusif,” ujarnya.

Presiden Amerika Serikat Joe Biden, Perdana Menteri Australia Anthony Albanese, Perdana Menteri Jepang Kishida Fumio, dan Narendra Modi telah bertemu dalam Konferensi Tingkat Tinggi Quad di Wilmington, Delaware, Amerika, pada Sabtu, 21 September 2024. Mereka membahas penguatan kerja sama di bidang kesehatan, bantuan bencana, dan keamanan maritim.

(Dari kiri) PM Australia Anthony Albanese, PM India Narendra Modi, Presiden Amerika Serikat Joe Biden, dan PM Jepang Fumio Kishida dalam KTT Quad di Wilmington, Delaware, Amerika Serikat, 21 September 2024. REUTERS/Kevin Lamarque

Di bidang keamanan, mereka bersepakat melakukan patroli gabungan untuk memantau perairan Indo-Pasifik. Quad juga mengumumkan prakarsa maritim regional baru berupa pelatihan kepada negara-negara mitranya guna memaksimalkan alat yang disediakan melalui Kemitraan Indo-Pasifik untuk Kesadaran Domain Maritim (IPMDA) dan prakarsa Quad lain. Hal ini diperlukan untuk memantau dan mengamankan perairan, menegakkan hukum, serta mencegah tindakan yang melanggar hukum. India akan menjadi tuan rumah lokakarya perdana ini pada 2025.

Menteri Jaishankar berharap masih ada aliansi yang terbentuk dari waktu ke waktu untuk menjaga keamanan di kawasan Indo-Pasifik. “Namun kami harus realistis. Posisi kami adalah kami berusaha mengatasi persoalan dengan negosiasi. Kami sangat menaruh perhatian pada apa yang terjadi di sana dari sudut pandang humanitarian. India selalu mendukung,” katanya.

Observer Research Foundation (ORF), lembaga penelitian global independen berbasis di Delhi, melihat fokus utama Quad berubah ke arah keamanan maritim, pembangunan infrastruktur, dan penegakan hukum. Itu akan menjadi prioritas di samping tantangan mendesak lain, seperti kesehatan, perubahan iklim, keamanan siber, bantuan kemanusiaan, luar angkasa, penanggulangan disinformasi, dan penanganan terorisme. “Kami tidak bisa mengelak dari perkembangan ekonomi dan politik global,” ujar Wakil Presiden ORF Harsh V. Pant pada Selasa, 20 Agustus 2024.

Pant menilai Cina mungkin akan menjadi tantangan paling berat bagi Quad, yang menginginkan keseimbangan di kawasan ini. Tantangannya akan mencakup hampir semua aspek, seperti demokrasi, pertahanan, perdagangan, dan stabilitas nuklir. Apalagi aktivitas Beijing saat ini di Samudra Hindia dan Samudra Pasifik terus meningkat, khususnya di Laut Cina Selatan, bagian tepi Samudra Pasifik.

Kawasan Laut Cina Selatan menjadi sumber sengketa batas wilayah antara Cina dan sejumlah negara, seperti Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Taiwan. Cina mengklaim sebagian besar Laut Cina Selatan sebagai miliknya berdasarkan garis putus-putus, yang tak diakui dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS).

Para menteri luar negeri anggota Quad—Penny Wong dari Australia, Subrahmanyam Jaishankar dari India, Yoko Kamikawa dari Jepang, dan Antony Blinken dari Amerika Serikat—mengkritik langkah Cina di Laut Cina Selatan dan Timur tersebut dalam pernyataan bersama mereka saat bertemu di Tokyo, Jepang, pada 22 September 2023. “Kami terus menyatakan keprihatinan serius tentang militerisasi fitur yang disengketakan, penggunaan kapal penjaga pantai dan milisi maritim yang berbahaya, serta upaya mengganggu kegiatan eksploitasi lepas pantai negara lain,” kata mereka.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Lin Jian, mengklaim situasi di Laut Cina Selatan dan Timur secara umum stabil. Dia menuding ada beberapa negara di luar kawasan yang berusaha mencampuri masalah maritim Cina guna memicu konfrontasi blok serta merusak perdamaian dan stabilitas regional. “Saya tegaskan bahwa tidak ada campur tangan dari kekuatan mana pun yang akan melemahkan tekad Cina dalam mempertahankan kedaulatan teritorial serta hak dan kepentingan maritimnya sesuai dengan hukum dan menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan,” tuturnya dalam konferensi pers pada Senin, 23 September 2024.

Harsh Pant berpendapat tujuan jangka panjang Cina untuk memperluas pengaruh di Samudra Hindia menjadi tantangan besar bagi Quad. Sementara itu, Indo-Pasifik berada di episentrum polarisasi yang meningkat. Misi Quad, yang berpusat pada stabilitas, keberlanjutan, ketahanan, dan pertumbuhan, dia menambahkan, berpotensi mengurangi konflik tersebut.

“Setiap negara punya pemetaan yang berbeda atas Cina. Secara geografis juga berpengaruh. Sekarang India sudah berubah. India tak lagi bisa berdiam diri sebagai negara yang ada di Samudra Hindia,” ucap Pant. “Saya kira India telah bertransformasi menjadi mitra yang nyaman untuk semua negara. Saya pikir India sudah berusaha membuka batasan untuk berinteraksi dengan semua negara, terutama di Indo-Pasifik.”

India adalah anggota Quad, yang mengkritik Cina, tapi tetap menjalin hubungan dengan Cina, terutama di sektor ekonomi. “Kami berfokus membangun kemitraan dalam pembangunan infrastruktur. Ini perbedaan perspektif India terhadap Cina,” ucap Pant, seraya mengakui Cina adalah negara yang kuat dengan populasi terbesar dan kekuatan ekonomi yang juga besar di dunia.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Iwan Kurniawan berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Ketika Modi Menengok ke Laut"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus