Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tentara Israel memaksa seorang kakek Palestina berusia 80 tahun untuk menjadi perisai manusia di Gaza dengan mengikat tali peledak di lehernya dan mengancam kepalanya akan meledak, seperti dilaporkan outlet Israel The Hottest Place in Hell seperti dikutip Al Jazeera pada Ahad.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang perwira senior dari Brigade Nahal mengikat tali peledak di leher kakek itu sebelum dia diperintahkan untuk mengintai rumah-rumah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah delapan jam, tentara Israel memerintahkan kakek itu untuk melarikan diri bersama istrinya dari rumah mereka di lingkungan Zeitoun Kota Gaza pada Mei, kata majalah +972, yang melaporkan artikel itu dalam kemitraan dengan The Hottest Place in Hell.
Namun, ketika batalion Israel lainnya melihat pasangan tua itu di jalan, mereka ditembak mati di tempat, menurut tentara Israel yang berada di tempat kejadian.
Tentara Israel awalnya bertemu dengan pasangan itu di rumah mereka. Mereka mengatakan kepada tentara berbahasa Arab bahwa mereka tidak dapat melarikan diri ke Gaza selatan karena kesulitan mobilitas.
Namun bahkan dalam kondisinya, tentara Israel memaksa kakek berusia 80 tahun yang tidak disebutkan namanya itu untuk berjalan di depan mereka dengan tongkatnya, sementara istrinya ditahan di rumah mereka.
Seorang tentara Israel mengatakan bahwa komandan mereka memutuskan untuk menggunakan pasangan Palestina itu sebagai "nyamuk". Ini mengacu pada prosedur di mana tentara Israel memaksa warga sipil Palestina untuk berfungsi sebagai perisai manusia demi melindungi pasukan Israel dari tembakan atau diledakkan.
"Dia memasuki setiap rumah sebelum kami, sehingga jika ada [bahan peledak] atau militan di dalam, dia akan diserang alih-alih kami," kata seorang tentara Israel.
"Dia diberitahu bahwa jika dia melakukan kesalahan atau tidak mengikuti perintah, prajurit di belakangnya akan menarik tali bahan peledak, dan kepalanya akan lepas dari tubuhnya."
Pria itu dipaksa untuk bertindak sebagai perisai manusia selama delapan jam, sebelum dia diperintahkan, bersama istrinya, untuk berjalan menuju apa yang disebut "zona kemanusiaan" di Gaza selatan.
Tetapi tentara Israel tidak peduli untuk memberi tahu divisi Israel terdekat bahwa pasangan lansia itu akan melewati daerah tersebut, menurut kesaksian.
"Setelah 100 meter, batalion Israel lain melihat mereka dan segera menembak mereka," kata seorang tentara. "Mereka mati seperti itu, di jalan."
Al Jazeera telah menghubungi tentara Israel untuk mengomentari insiden yang dilaporkan.
Penggunaan warga sipil Palestina sebagai perisai manusia oleh pasukan Israel telah dilaporkan secara ekstensif, meskipun dilarang oleh hukum internasional.
Pada Agustus, harian Israel Haaretz menerbitkan sebuah laporan yang mengungkapkan bahwa pasukan Israel telah menculik warga sipil Palestina, mengenakan seragam militer terhadap mereka, memasang kamera ke tubuh mereka, dan mengirim mereka ke terowongan bawah tanah serta bangunan untuk melindungi pasukan Israel.
"Sulit untuk mengenali mereka. Mereka biasanya mengenakan seragam tentara Israel, banyak dari mereka berusia 20-an, dan mereka selalu bersama tentara Israel dari berbagai pangkat," kata artikel Haaretz.
“Tetapi jika Anda melihat lebih dekat, Anda melihat bahwa kebanyakan dari mereka mengenakan sepatu kets, bukan sepatu bot tentara. Dan tangan mereka diborgol di belakang punggung mereka dan wajah mereka penuh ketakutan".
Di wilayah pendudukan Tepi Barat pada Juni, pasukan Israel mengikat seorang pria Palestina yang terluka ke kap jip militer mereka, sebagai perisai manusia.
Francesca Albanese, pelapor khusus PBB untuk wilayah Palestina, mengecam insiden itu, menyebutnya "aksi perisai manusia".
Dan pada Januari 2024, pemilik toko Palestina Bahaa el-Din Abu Ras, 36 tahun, menceritakan bagaimana tentara Israel menggunakannya sebagai perisai manusia selama hampir dua jam di Dura, di Tepi Barat.
"Begitu banyak pertanyaan yang terlintas di benak saya: Apakah saya bisa kembali ke keluarga saya? Apakah saya akan ditembak atau batu akan memukul saya? Apakah saya akan ditangkap oleh para prajurit ini karena alasan apa pun? Kapan atau bagaimana saya bisa dibebaskan, di tengah zona perang ini?" Kata Abu Ras. "Saya menghabiskan sekitar satu setengah jam seperti itu, tidak yakin kapan saya akan dibunuh dan apakah saya akan beristirahat lagi."