IA memutuskan untuk menjadi calon, siarkan lewat radio, 2 Maret,
dikarenakan kedudukannya sebagai kepala negara dalam periode
tujuh tahun terakhir membuat dirinya merasa dekat dengan
tuntutan masyarakat. "Saya sudah mengetahui masalah Prancis,
memahami masa depannya, dan tahu apa yang harus diperbuat agar
negeri ini menjadi kuat, bahagia, dan bangga terhadap dunia yang
akan datang," kata d'Estaing. Ia menyebut dirinya "calon dari
rakyat".
Giscard d'Estaing, 55 tahun, dalam pemilihan pertama, 26 April,
akan bersaing dengan bekas Perdana Menteri Jacques Chirac, Ketua
Partai Sosialis Francois Mitterand, dan Sekjen Partai Komunis
Prancis George Marchais. Dari empat kandidat presiden Prancis
itu, menurut pengumpulan pendapat umum yang dilakukan oleh koran
Le Figaro dan Le Quotidien de Paris, dua pekan lalu Giscard
d'Estaing dan Mitterand disebut mempunyai peluang yang sama.
Menilik perimbangan pemilih hasil pengumpulan pendapat oleh Le
Figaro dan Le Quotidien de Paris tampak tak ada calon yang
bakal menang mutlak -- mengumpulkan angka di atas 50%. Menurut
Undang-Undang Prancis, jika tidak ada calon yang mengantungi
dukungan suara lebih dari separuh pemilih, maka pemilihan
diulang lagi. Hari pemilihan kedua sudah ditentukan, 10 Mei.
Dalam pemilihan tingkat terakhir calon yang akan bertarung
tinggal dua orang -- mereka yang mengumpulkan suara paling
banyak.
Ketika skandal berlian 30 karat belum terungkap, 17 bulan lalu,
Giscard d'Estaing dianggap kaldidat yang sulit untuk diimbangi.
Ia, memasuki Istana Elysee pada usia 48 tahun dan merupalian
kepala negara termuda di Prancis periode satu abad terakhir,
dinilai sebagai penerus cita-cita tokoh legendaris almarhum
Jenderal de Gaulle yang bisa diharapkan membawa negara ke
tingkat terhormat di mata internasional. Giscard d'Estaing
memang seorang de Gaullist. Para pemilih di Prancis, terutama
generasi tua, umumnya adalah pengikut de Gaulle.
Sekarang? "Hal para pemilih. Tanyalah dirimu: Apakah keadaan
sekarang lebih baik atau lebih buruk dibanding tahun 1974?"
seru Mitterand untuk memojokkan Giscard d'Estaing. "Perlu saya
ingatkan bahwa Giscard d'Estaing hanya berbaik hati selama dua
bulan dari tujuh tahun periode pemerintahannya."
Mingguan humor pencemooh Le Canard Enchaine tentu saja tak
ketinggalan. Dalam edisi yang terbit 18 Maret diungkapkannya
kawat dari Ketua Palang Merah Afrika Tengah Ruth Rolland yang
membantah pengakuan Giscard d'Estaing, seminggu sebelumnya.
"Dengan menyesal saya beritahukan, sejak terpilih sebagai Ketua
Palang Merah di Afrika Tengah (1980) saya tidak pernah menerima
sumbangan apa pun dari Presiden Prancis," tulis Rolland pada Le
Canard Enchaine.
Giscard d'Estaing dalam pengakuannya, 10 Maret, menyebutkan
bahwa hadiah berlian dari bekas Kaisar Jean Bedel Bokassa,
Kepala Negara Afrika Tengah yang digulingkan pada pertengahan
1979, sudah dijual, dan sebagian besar hasilnya disumbangkan
pada Palang Merah Afrika Tengah dan tiga badan amal lainnya
seperti rumah sakit bersalin, pusat perawatan, dan misi. Ia
tidak menjelaskan bilamana penjualan dilakukan, dan berapa
harganya. Kini pernyataan Rolland mengguncangkannya lebih jauh.
Hadiah Tanah
Tapi pernyataan itu, beberapa jam setelah Le Canard Enchaine,
beredar di pasar, disangkal keras oleh kantor Kepresidenan
Prancis. Disebutkan bahwa sumbangan untuk Palang Merah Afrika
Tengah itu telah dilaksanakan, 4 Februari, oleh kantor akuntansi
kepresidenan atas perintah resmi Giscard d'Estaing. Tapi tidak
diungkapkan jumlah sumbangan yang diberikan dan penguasa Afrika
Tengah yang menerimanya.
Mengenai berlian 30 karat, bernilai sekitar Rp 150 juta, memang
tidak diberikan Bokassa setelah Giscard d'Estaing terpilih
menjadi kepala negara. Harta itu diserahkannya pada masa Giscard
d'Estaing menjabat Menteri Keuangan Prancis. Kisah suapan itu
baru terungkap, 1979, gara-gara Bokassa menyerahkan setumpuk
dokumen kepada penulis otobiografinya, Roger Delpey. Ternyata
menurut pengakuan Delpey dalam wawancara dengan Le Monde bahwa
Giscard d'Estaing tak hanya menerima berlian, juga tanah
perburuan seluas 550 hektar di Afrika Tengah -- bebas dari beban
pajak.
Pembocoran isi dokumen yang diserahkan Bokassa ternyata
berbuntut tak enak bagi Delpey. Ia dikirimi sepucuk surat
ancaman dari seorang tak dikenal lewat pengacaranya. Ini surat
ancaman itu, dimuat dalam Le Canard Enchaine, berbunyi "Jika
dokumen yang sekarang disimpan di Swiss dipublikasikan, maka
pihak yang menyimpannya di Jenewa akan dibunuh mati. Dan sesuatu
yang tidak menyenangkan juga akan menimpa Nyonya Delpey. Tidak
akan ada peringatan kedua dalam hal ini." Delpey pernah diculik
oleh polisi Prancis, Mei 1980, setelah diperiksa ia dibebaskan.
Badut Panggung
Ancaman juga terjadi pada Giscard d'Estaing. Seorang penelepon
gelap mengatakan kepada media massa di Paris bahwa ia akan
menculik dan menyandera Henri, putra Giscard d'Estaing, untuk
dipertukarkan dengan Philippe Maurice --seorang tertuduh yang
dijatuhi hukuman mati karena pembunuhan. Penelepon mengaku
sebagai saudara Maurice. Akibat ancaman itu Henri kini berada
dibawah lindungan polisi. Giscard d'Estaing belum berkomentar
tentang ancaman terhadap putranya.
Amnesti Internasional, lembaga hak-hak asasi manusia, yang
bermarkas di London telah pula menghimbau Giscard d'Estaing
untuk mencegah pelaksanaan hukuman mati pertama di Prancis sejak
1977. Appeal terakhir Maurice telah ditolak, pekan lampau.
Amnesti Internasional berseru kepada Giscard d'Estaing untuk
"bertindak sesuai dengan sikapnya yang pernah menentang hukuman
mati dan sesuai pula dengan nilai-nilai pokok internasional."
Para pengamat politik banyak yang beranggapan himbauan Amnesti
Internasional akan merupakan bahan kampanye yang ampuh bagi
Giscard d'Estaing untuk mengalahkan lawan. Diduga Giscard
d'Estaing memang bakal memanfaatkan situasi ini dalam
memenangkan pemilihan umum nanti.
Kemungkinan dikuasainya Prancis oleh seorang kepala negara
beraliran sosialis bukan pula hal mustahil. Terbukti dari
pengumpulan pendapat umum yang dilakukan Le Figaro dan Le
Quotidien de Paris tokoh Mitterand ternyata sama populernya
dengan Giscard d'Estaing. Apalagi kepala negara sekarang berada
dalam posisi tak enak akibat skandal berlian 30 karat.
Mengenai dua calon lainnya, Chirac dan Marchais, tak banyak
diperhitungkan orang .
Tapi tiba-tiba, pekan lalu, di luar empat kandidat tadi muncul
calon baru lagi. Namanya Michel Colucci. Ia seorang badut -- di
panggung dikenal dengan nama Coluche. Ia mencalonkan diri
lantaran muak terhadap sistem politik Prancis. Coluche sejak 17
Maret melakukan mogok makan, dan akan terus mogok sampai diberi
kesempatan tampil dalam wawancara televisi sebagaimana calon
presiden lainnya. Sampai berita ini dlturunkan tak terdengar
tanggapan pemerintah terhadap niat Coluche.
Coluche, 36 tahun, mengaku pencalonan dirinya sebagai presiden
tak lain untuk mengejek Giscard d'Estaing yang berambisi untuk
terpilih kembali. Badut itu mengatakan dirinya akan memperoleh
dukungan antara 5% sampai 11% dari pemilih. Coluche akan
mengundurkan diri dalam pencalonan jika ia berhasil menang dalam
pemilihan 26 April.
Akan berhasilkah Giscard d'Estaing bertahan di Istana Elysee?
Banyak orang yang menilai bahwa masih punya peluang. Ia, kepala
negara ke-20 dari Republik Prancis sekalipun menang tipis atas
Mitterand di tahun 1974, kelihatan masih diandalkan untuk
mengatasi krisis ekonomi di Prancis. Giscard d'Estaing memang
ahli dalam soal itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini