PEMBUNUHAN di Atlanta, negara bagian Georgia seolah jadi
kegemaran. Terutama anak Negro digemari kaum pembantai. Kaum
kulit putih menyadari bahwa kejadian yang sama bisa saja terjadi
terhadap keluarganya.
Sampai pekan lalu, lebih 20 anak Negro yang hilang telah
ditemukan mayatnya di berbagai tempat. Sedang 2 orang lagi yang
hilang pada awal Maret masih belum dijumpai.
Peristiwa ini sebenarnya ditakuti sejak Juli 1979. Namun
belakangan ini masyarakat Amerika semakin cemas. Belum jelas apa
motif pembunuhan ini. Kalangan pejabat di Atlanta menduga aksi
ini mempunyai pola tertentu. Dan yang paling dikhawatirkan ialah
kalau pola ini merembet jadi aksi rasial atau pun pembalasan
dendam.
Anehnya sasaran pembunuhan ini adalah anak-anak yang berumur di
bawah sepuluh dan belasan tahun yang menetap di daerah miskin.
Misalnya, Patrick Rogers, 17 tahun, ditemukan sudah tak bernyawa
di Sungai Chattahoochee, barat laut Kota Atlanta. Ia datang dari
suatu keluarga miskin yang pecah rumah tangga. Sehari-harinya ia
dikenal sebagai orang yang suka mencari kerja yang aneh-aneh.
Orang yang mengenalnya menyebutnya sebagai 'anak jalanan' karena
sering berada di Pusat Perbelanjaan Moreland.
Meskipun Rogers menguasai karate yang -- menurut kakaknya --
'lebih dari sekedar bisa mempertahankan diri', ia ternyata tak
mampu melawan si pembunuh. Lebih aneh lagi sebagian besar korban
berasal dari wilayah dalam radius 5 km dari Pusat Perbelanjaan
Moreland. Aaron Jackson Jr, 9 tahun, beberapa hari sebelum
mayatnya ditemukan juga berada di Moreland. Begitu juga dengan
Aaron Wyche, 10 tahun, yang mayatnya ditemukan dekat jembatan
kereta api Moreland Avenue. Mereka terbunuh sekitar November dan
Desember lalu.
Reaksi terhadap peristiwa ini ternyata begitu besar. Di berbagai
kota di AS berlangsung kampanye pengumpulan dana untuk membiayai
penyelidikan dan membantu keluarga korban. Di Colombus, Ohio,
suatu usaha mengumpulkan dana sebesar US$ 10.000 ternyata
berhasil mendapat US$ 35.000. Usaha serupa ini adalah biasa
dalam masyarakat Negro. "Kami cukup mengatakan ada seseorang
yang mati di Atlanta, dan kami mendapat sumbangan," kata
Clifford Tyree, penggerak pengumpulan dana di Columbus.
Tak hanya itu. Penyanyi terkenal Negro, Sammy Davis Jr, bersama
Frank Sinatra mensponsori malam amal di Civic Center, Atlanta.
Mereka berhasil mengumpulkan US$ 263.000. Masih ada lagi usaha
anak-anak sekolah Michigan menyisihkan uang saku 75 sen dollar
'untuk menolong menemukan pembunuh anak kulit hitam'.
organisasi Wanita Kulit Hitam di Ohio mendesak penduduk memakai
pita hijau sebagai tanda keprihatinan terhadap pembunuhan
anak-anak Negro di Atlanta itu. Warna hijau adalah simbol
kehidupan. Dan Perhimpunan Nasional Memajukan Kaum Kulit
Berwarna (NAACP) menghimhau rakyat dari berbagai kepercayaan
agar mengadakan doa bersama di suatu gereja besar di Atlanta.
Bahkan Coretta Scott King -- janda tokoh hak sipil yang mati
dibunuh, Martin Luther King Jr -- menyerukan diadakannya gerak
jalan di seluruh Arnerika dengan tuntutan 'hentikan pembunuhan.'
Seruan ini mendapat sambutan yang cukup besar. Di Harlem, 10
ribu orang Negro berpawai menuju Adam Clayton Powell Boulevard.
Di bawah sinar lampu jalan mereka beriring sambil memegang
erat-erat tangan anak-anak mereka. Seolah ingin menjauhkan anak
mereka dari bahaya maut yang terjadi ribuan km dari tempat itu.
Aksi solidaritas ini paling tidak mengesankan bahwa kaum kulit
hitam di Atlanta tidak lagi berjuang sendirian dalam menghadapi
pembunuh yang kejam. Apalagi Presiden Ronald Reagan mengumumkan
bantuan US$ 1,5 juta kepada Atlanta untuk biaya pengusutan. Dan
di berbagai negara bagian berdiri Komite Melindungi Pemuda
Atlanta.
Namun pernyataan pasrah terdengar juga dari berbagai gereja.
Dalam khotbahnya di Katedral St. Paul, Cambridge, Pendeta Leroy
Atles berkata, "Apa yang bisa kita buat?" Dengan nada yang agak
tinggi ia meneruskan, "Kita hanya bisa berdoa dan berpuasa."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini