Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Investigasi

Akhir Kerajaan Seribu Gajah

Kerajaan laos dibawah raja savang vattan di kuasai oleh pathet lao. Bentuknya dirubah jadi republik demokrasi rakyat laos. Muangthai diserbu pengungsi. Komunis laos amat dipengaruhi oleh vietnam. (int)

13 Desember 1975 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KERAJAAN Seribu Gajah berakhir. Ini adalah kejadian terpenting di kawasan Asia Tenggara awal bulan ini, kendatipun berita tersebut tidak pula teralu mengejutkan. Sejak kejatuhan Vietnam Selatan dan Kamboja, Pahet Lao yang makin lama makin kuat di dalam kabinet koalisi Laos, terus menerus melakukan tekanan terhadap golongan kanan dan tengah. Mula-mula mereka menteror sejumlah menteri dan pejabat tinggi dari golongan lain. Kekosongan yang menyebabkan lowongnya sejumlah kursi akhirnya diisi oleh orang-orang kanan yang lemah. Dan orang-orang ini mudah dikuasai oleh Pathet Lao. Larinya sejumlah jenderal kanan dan netralis meninggalkan pasukan-pasukan mereka bagaikan anak ayam kehilangan induk. Dan Amerika Serika yang tadinya merupakan Godfather bagi lawan-lawan komunis itu, sejak terbentuknya kabinet koalisi 5 April 1974 tidak lagi berniat campur tangan sebagai yang dulu dilakukannya, antara lain lewat opersi CIA. Akhirnya, bahkan kantor-kantor milik Amerika di Laos pun jadi sasaran demonstrasi massa yang jelas digerakkan oleh Pathet Lao. Dan demonstrasi macam ini pulalah yang memulai tindakan pembubaran kabinet koalisi serta pemakzulan Raja Savang Vattan awal bulan ini. "Kabinet koalisi dibubarkan. Lantaran telah selesai tugasnya menciptakan kerukunan nasional", kata seorang jurubicara Pathet Lao di Vientiane tanggal 1 Desember yang silam. "Kabinet itu dibubrkan atas permintaan para pekerja, buruh pegawai dan tentara", kata Pejabat Menlu Laos, Phoune Sipraseuth, Senin pe kan silam. Tidak berselang lama, kerajaan Juga berubah bentuk jadi Republik Demokrasi Rakyat Laos. Orang Pathet Lao menyebut peristiwa itu sebagai "kemauan ikhlas sang raja". Tapi keluarga istana yang kemudian berbondong-bondong mengungsi ke Muangthai membantah berita tersebut. Bersamaan dengan pembubaran kabinet koalisi, istana di Luang Prabang juga dikepung oleh pasukan kiri. Ketua Dewan Revolusi Rakyat Laos, Thao Kraisorn kemudian berhasil meyakinkan Savang Vattana betapa tidak mungkinnya ia terus mempertahankan kedudukannya sebagai raja. Melihat gelagat gawat seperti ini, raja yang berumur 78 tahun dan duduk di istana tanpa mahkota ("tidak pantas memakai mahkota sebelum negeri aman", katanya) sejak tahun 1960, dengan segera mendesak keluarganya untuk mengungsi. "Ayah saya menyuruh kami pergi. Ia sendiri akan tetap tinggal di Laos lantaran usianya yang teramat tua", kata Chaiwawan, salah seorang puteri Raja Vattana yang mengungsi ke Muangthai. Darah Biru Pengungsian akibat makin berkuasanya Pathet Lao ini sebenarnya sudah berlangsung lama. Orang-orang Meo-yang pernah dipakai oleh CIA sebagai tentara sewaan--kini merupakan jumlah terbesar dari pengungsi itu. Hidup mereka amat sulit: di tanah-air dikejar-kejar, di tempat penampungan di Muangthai, fasilitas serba kurang. Akibatnya adalah pendentaan yang menyedihkan dan jumlah kematian kanak-kanak yan meningkat. Dengan berakhirnya kerajaan Laos, arus baru pengungsi ke Muangthai adalah mereka yang "berdarah biru". Tidak semua yang berdarah biru mengalami kesukaran di Laos, tentu saja. Ini terbukti dengan naiknya Pan ran Souvannavong sebagai Presiden Pertama Republik Demokrasi Rakyat Laos, sementara bekas PM kabinet koalisi, Souvanna Phouma cuma menjabat penasehat pemerintah. Yang terakhir ini sudah jelas basa-basi, sementara yang pertama sudah terang hanya figur vang dikendalikan oleh Komunis Laos yang amat dipengaruhi Hanoi. Kaysone Phomvihan (Perdana Menteri) dan Nouhak Phonsavan (Menteri Keuangan) adalah dua tokoh yang sejak kecilnya mempunyai ikatan yang mesra dengan Vietnam. Raja Vattana sendiri kabarnya kini mengasingkan din di sebuah kebun jeruk di luar istana, sementara Phouma yang sakit jantung itu tidak banyak terdengar. Yang nampak amat sibuk adalah Muangthai yang terpisah dari Laos hanya oleh sungai Mekong. Bah kan sebelum, jatuhnya Luang Prabang ke tangan Komunis, pertempuran sudah sering terjadi di sungai itu. Kini Laos seluruhnya di tangan merah, dan PM Kukrit bensaha untuk tidak kelihatan gugup di tepi sungai Mekong pertengahan pekan silam. "Kalau pemerintah republik di seberang itu mau berbaikan dengan kita, tentu kita terima", begitu ia berkata di Nong Kai. Tapi hubungan yang terlalu akrab antara Viantiane dengan Hanoi menempatkan Bangkok dalam posisi yang kurang penting. Sebab toh Laos - yang dulu tergantung pada hubungan lewat sungai Mekong--kini dengan leluasa bisa menerima suplai lewat seluruh pelabuhan Vietnam. Ketika hubungan Muangthai dengan Vietnam Utara masih buruk, kartu di tangan Bangkok gugur pula awal bulan ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus