Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Investigasi

Pelet Cemar Danau Toba

Danau Toba tercemar oleh polutan organik dari pelet keramba jaring apung. Menyeret nama perusahaan besar yang telah dua dasawarsa beroperasi.

23 Mei 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Keramba jaring apung PT Aquafarm Nusantara di perairan Danau Toba di Desa Sirungkungon, Kabupaten Toba Samosir. Tribun Medan/ARJUNA BAKKARA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENAIKI kapal kayu motor, Larry Holmes Hutapea meluncur ke area sekitar keramba jaring apung PT Aquafarm Nusantara di Desa Sirungkungon, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. Bersama tiga penduduk desa lainnya, koordinator penyelam Aquafarm selama 2008-2016 ini mendatangi lokasi yang dikabarkan menjadi tempat pembuangan bangkai ikan, 20 Januari 2019.

Tiba di timur Danau Toba, Holmes nyemplung hingga ke dasar danau sedalam 35 meter dengan peralatan selam lengkap, termasuk kamera tahan air GoPro. Di sana ia melihat ratusan karung putih. Holmes mengambil dua karung dan mengangkatnya ke permukaan. Begitu dia muncul di tepi danau, bau busuk seketika menguar. Air di sekitarnya berubah menjadi keruh. Ikan-ikan di dalam karung yang tubuhnya belum hancur menampakkan matanya yang memutih.

Di dasar danau, seperti tampak dalam rekaman kamera Holmes, karung plastik berisi bangkai ikan berserakan. Sebagian besar karung sudah berlumut. Air danau yang hijau menghalangi pandangan -Holmes. “Maksimal yang bisa terlihat sejauh 4 meter saja,” katanya. Padahal, dia menambahkan, jarak pandang di perairan yang lebih jernih bisa 6-10 meter pada kedalaman 30-50 meter.

Rumah ponton PT Aquafarm Nusantara di Danau Toba. Tribun Medan/Arjun Bakkara

Holmes, 39 tahun, memutuskan mengecek berita tentang bangkai ikan di dasar Danau Toba setelah mendapat informasi dari warga desa bahwa PT Aquafarm membuang ikan mati di perairan Sirungkungon. “Ini bukti bahwa Aquafarm tidak bisa lagi ditoleransi di Danau Toba,” ujar Holmes, yang hengkang dari PT Aquafarm lantaran menganggap perusahaan telah mencemari danau terbesar di Indonesia itu.

Ini bukan pertama kalinya PT Aquafarm dituding mengotori Danau Toba dengan limbah ikan. Arimo Manurung, penduduk Desa Sirungkungon, pada 2018 pernah mengitari lokasi yang tidak jauh dari tempat Holmes menyelam. Dia mendapati pegawai Aquafarm menenggelamkan bangkai ikan ke tengah danau. Berkarung-karung ikan mati itu diangkut dengan kapal motor setiap hari pukul 12.00.

Manajemen PT Aquafarm membantah tudingan itu. Mereka mengklaim lokasi penemuan bangkai ikan, yang berjarak 1 kilometer dari keramba dan 500 meter dari gudang mereka, tidak masuk wilayah kerja perusahaan. “Tidak ada bukti bahwa PT Aquafarm bertanggung jawab atas karung-karung berisi ikan (mati) itu,” begitu pernyataan tertulis manajemen, 11 Februari lalu.

Bagi penduduk Sirungkungon, keberadaan bangkai ikan tidak hanya menusuk hidung. Air danau menjadi keruh dan tak layak diminum meskipun sudah dimasak. Anak-anak terserang gatal di seluruh tubuh selepas mandi di airnya. Untuk mandi, cuci, dan masak, warga desa mengalirkan air dari gunung dengan pipa.

PT Aquafarm Nusantara adalah perusahaan budi daya ikan nila terbesar di Danau Toba yang beroperasi sejak 1998. Perusahaan asal Swiss itu memproduksi puluhan ribu ton ikan saban tahun. Ikan diolah dalam bentuk filet, dikemas dengan merek dagang Regal Springs Tilapia untuk diekspor melalui Pelabuhan Belawan di Medan menuju pasar Eropa dan Amerika Serikat.

Perusahaan yang berkantor pusat di Klaten, Jawa Tengah, ini membesarkan ikan nila di ratusan keramba jaring apung yang tersebar di Desa Panahatan di Kabupaten Simalungun; Desa Pangambatan, Lontung, dan Silimalombu di Kabupaten Samosir; serta Desa Sirungkungon di Kabupaten Toba Samosir. Sejak Februari 2018, Aquafarm memindahkan keramba di Panahatan ke area budi daya Samosir.

Keramba berbentuk kotak dan bulat terpasang berbaris memanjang sejauh 100 meter dari pesisir setiap desa. “Total ada 300 keramba,” kata Presiden Komisaris PT Aquafarm Nusantara Sammy Hamzah, awal Maret lalu. Dengan diameter 18 meter, keramba menghasilkan 75 ton ikan nila yang dipanen tiap tujuh-delapan bulan.

Pada November 2018, Tempo mengamati bagaimana para pekerja saban hari menaburkan pakan berupa pelet ke setiap keramba. Sejak pukul 08.00, mereka sigap mendatangi rumah-rumah ponton, yang masing-masing terhubung dengan dua keramba, sambil membawa berkarung-karung pelet. Mereka menaburkan pelet empat kali hingga sore.

Di Silimalombu, misalnya, para pekerja terlihat menggotong 50 karung—tiap karung berisi 40 kilogram pelet—pada suatu pagi, November 2018. Mereka mengambil karung-karung itu dari kapal pengangkut pakan yang rutin menghampiri 40 rumah ponton. “Setiap hari kami memberi 2 ton pakan ke dalam satu lubang (keramba). Itu harus habis,” ucap Kotek Silalahi, penabur pakan yang bekerja sejak 2016.

Dengan rutinitas seperti itu, para pekerja tidak hanya sibuk menebar pelet ke 80 unit keramba, yang masing-masing berisi lebih dari 90 ribu ekor ikan. Menurut Kotek, mereka setiap hari juga memanen ikan dari tiap keramba. Sejak pagi hingga malam, ada tim penyortir yang memilah ikan-ikan berukuran sekitar 30 sentimeter dengan bobot mencapai 1 kilogram untuk dipanen.

Menurut Larry Holmes, PT Aquafarm menggelontorkan 240 ton pakan setiap hari untuk semua keramba. Dia menerangkan, pelet itu membengkak begitu masuk air. “Yang tak dimakan ikan jatuh hingga mengendap di dasar danau,” tuturnya. Pelet yang mengendap pun bercampur dengan feses ikan.

Keramba jaring apung PT Aquafarm Nusantara di perairan Danau Toba di Desa Sirungkungon. Tribun Medan/Arjun Bakkara

Sisa pelet, feses, dan bangkai ikan inilah yang ditengarai mencemari danau. Limarta Situmorang, warga Lontung yang tinggal 100 meter dari gudang Aquafarm, mengatakan selalu banyak ikan yang terapung di keramba setiap hari. Pegawai Aquafarm memberikan bangkai ikan yang belum membusuk kepada penduduk desa untuk dijadikan ikan asin atau pakan ternak. Sisanya ditenggelamkan atau dikubur di tepi danau.

Tempo menyambangi lokasi penimbunan bangkai ikan di Sirungkungon dan Lontung pada November 2018. Di Sirungkungon, ikan-ikan dalam karung dikubur di lubang berukuran 2 x 5 meter. Letaknya tak jauh dari pondok karyawan PT Aquafarm, belasan meter dari tepi danau. Limbah ikan di Lontung ditimbun dalam lubang berukuran 6 x 10 meter di belakang gudang PT Aquafarm. Lubang tidak pernah ditutup karena tiap hari diguyur ikan mati, mendesak tumpukan di bawahnya yang lebih dulu hancur.

Temuan tim peneliti dari Pusat Penelitian Limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menunjukkan budi daya ikan dengan keramba telah memicu perubahan status trofik Danau Toba. Di area keramba, status trofik airnya menurun dari oligotrofik, yang jernih, menjadi eutrofik atau hipertrofik, yang mengandung unsur hara dan alga tinggi dari pakan serta feses ikan. “Beban pencemar paling besar memang dari keramba,” kata anggota tim, Arianto Budi Santoso, Februari lalu.

LIPI memetakan semua keramba di Danau Toba dengan citra satelit pada 2016. Hasilnya, jumlah keramba mencapai 11.416 petak. “Sebanyak 95 persen keramba masyarakat,” ujar Hadiid Agita Rustini, anggota tim peneliti. Keramba penduduk tersebar di banyak titik di tepi danau, tapi sebagian besar dijumpai di kawasan Teluk Haranggaol, Simalungun. Keramba di Haranggaol mencapai 6.000 petak, jauh melebihi jumlah ideal. Menurut Arianto, “Hampir 90 persen keramba di sana harus dihilangkan.”

Dengan simulasi, LIPI mengukur pencemaran organik di perairan sekitar keramba. Para peneliti menghitung jumlah ideal untuk memulihkan status trofik danau adalah 1.925 keramba masyarakat dan 730 keramba perusahaan. Ini selaras dengan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Danau Toba dan Sekitarnya untuk menjadikan Danau Toba destinasi wisata berskala dunia.

Menurut Hadiid, tutupan keramba jaring apung memang tidak sampai 3 persen dari 1.130 kilometer persegi luas Danau Toba. “Tapi jika tersebar di perairan yang arusnya diam, dampak eutrofikasinya besar. Apalagi keramba umumnya ada di daerah pariwisata,” ucapnya.

Hasil penelitian LIPI memperkuat temuan Dinas Lingkungan Hidup Sumatera Utara, yang menyebutkan kadar fosfor keramba selama empat tahun naik hampir dua kali lipat menjadi 2.124 ton pada 2016. Ini setara dengan tahi 2,3 juta manusia. Kualitas air di 22 lokasi pemantauan merosot dalam 16 tahun hingga 2012 dengan konsentrasi alga terus melonjak.

Maka, ketika penduduk Sirungkungon kembali menemukan berkarung-karung bangkai ikan di perairan sekitar keramba PT Aquafarm, Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi bereaksi. Edy mengirim surat teguran kepada PT Aquafarm agar memperbaiki metode budi daya ikannya. Dia menuduh perusahaan melanggar ketentuan budi daya ikan dan pembuangan limbah di Danau Toba.

Gubernur Edy mengancam, jika PT Aquafarm tidak mengindahkan tegurannya, ia akan mencabut izin usaha perusahaan itu. “Sanksi tertulis sudah kami kirim,” katanya, Februari lalu. “Kami tunggu dalam enam bulan ini.”

Menyetop budi daya ikan dengan keramba di Danau Toba bukan perkara gampang. Sejak beroperasi dua dekade lalu, PT Aquafarm mengantongi izin langsung dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) selama 30 tahun hingga September 2029. Izin perluasan yang diteken Kepala BKPM pada 16 Juli 2007 pun menyebutkan Aquafarm bisa memproduksi ikan nila di perairan Samosir dan Toba Samosir sebanyak 32.829 ton per tahun. Tapi Gubernur Sumatera Utara pada 2017 membatasi produksi ikan hanya 10 ribu ton per tahun di seluruh Danau Toba.

Rahman Hidayat, Asisten Deputi Infrastruktur Pelayaran, Perikanan, dan Pariwisata Kementerian Koordinator Kemaritiman, mengatakan aturan gubernur itu bermaksud mengerem laju penurunan kualitas air Danau Toba. Masalahnya, aturan tidak merinci pembatasan keramba diterapkan kepada siapa saja. PT Aquafarm dan perusahaan besar lain menghasilkan tak sampai separuh dari total 90 ribu ton per tahun produksi ikan di Danau Toba. “Artinya, ikan dari keramba masyarakat lebih banyak,” ujarnya.

Untuk mengatasi polemik, Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan memimpin rapat koordinasi dengan para kepala daerah yang berbagi wilayah Danau Toba di Balige pada 12 Januari lalu. Tujuh bupati berkomitmen mengurangi keramba sesuai dengan kajian LIPI agar kualitas perairan pulih. Dengan begitu, Danau Toba bisa ditahbiskan sebagai destinasi wisata kelas dunia. “Jika kehadiran keramba tak mendukung itu, atau bahkan menghalangi, ya, harus ditiadakan,” kata Rahman Hidayat.

MAHARDIKA SATRIA HADI (Jakarta), ARJUNA BAKKARA (SIMALUNGUN)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Mahardika Satria Hadi

Mahardika Satria Hadi

Menjadi wartawan Tempo sejak 2010. Kini redaktur untuk rubrik wawancara dan pokok tokoh di majalah Tempo. Sebelumnya, redaktur di Desk Internasional dan pernah meliput pertempuran antara tentara Filipina dan militan pro-ISIS di Marawi, Mindanao. Lulusan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus