Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
PEMERINTAH harus segera mengevaluasi sekaligus memperketat sistem pengawasan bahan makanan dan minuman yang beredar di pasar. Peredaran air minum dalam kemasan palsu di Jakarta akhir-akhir ini menjadi bukti lemahnya pengawasan pihak berwenang.
Peredaran barang palsu ini pertama kali dilaporkan masyarakat, yang mengeluhkan buruknya kualitas air minum merek ternama dalam kemasan galon yang ia beli. Setelah ditelisik, si penjual baru sadar sudah memasarkan barang palsu selama beberapa bulan. Beruntung, empat produsen dan pengedar barang palsu ini cepat tertangkap.
Tindakan para pelaku ini biadab. Mereka menipu konsumen air minum merek tertentu yang harganya tak murah dengan cara mengemas air tanah yang diolah sekadarnya ke dalam galon plus segel. Fakta berikutnya pun mengejutkan: para pelaku sudah menjalankan kejahatan ini selama setahun dengan skala produksi minimal 300 galon sehari. Dengan menjual air minum kemasan galon palsu, mereka bisa meraup untung Rp 81 juta sebulan.
Jika saja pihak berwenang, seperti polisi, Badan Pengawas Obat dan Makanan, serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan, cukup awas, kasus semacam ini bisa dicegah. Pengemasan ratusan galon air sehari tentu bukan kegiatan usaha yang bisa lepas dari regulasi dan pengawasan.
Sebagai perbandingan, untuk membuka depot air minum isi ulang rumahan saja diperlukan legalisasi dan uji sampel oleh dinas kesehatan hingga izin gangguan dan pengambilan air yang melibatkan beberapa dinas dan aparat kewilayahan. Lolosnya bisnis air minum palsu ini membuktikan ada yang salah dengan sistem pengawasan selama ini.
Untuk mencegah kasus ini berulang, tentu tak cukup menunggu pengaduan dari masyarakat. Polisi dan aparat berwenang lainnya harus memperkuat basis informasi tentang semua kegiatan masyarakat yang menjadi tanggung jawabnya. Tentu hal ini harus diperkuat dengan upaya menjaga integritas aparat, agar jangan sampai "masuk angin" dan membiarkan kegiatan ilegal merajalela.
Penegak hukum hendaknya tak memandang kasus ini sebagai tindak pidana pemalsuan atau pelanggaran hak cipta semata, yang didasarkan pada delik aduan. Lantaran tindakannya membahayakan kesehatan publik, pelaku harus dibidik dengan sanksi berat dalam undang-undang pangan dan undang-undang perlindungan konsumen, yang antara lain mengamanatkan sanksi kurungan 5 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 2 miliar.
Bagi produsen air minum, kasus ini hendaknya menjadi pemicu untuk berinovasi, terutama dalam menciptakan kemasan yang berkualitas dan sulit dipalsukan. Sebelum kasus kemasan galon palsu ini terungkap, beberapa tahun lalu beredar air minum kemasan botol "suntikan", yang dijual pedagang asongan. Jika saja produsen punya kemasan yang spesifik dan sulit ditiru atau bahkan diisi ulang, tentu nilai tambah produknya kian tinggi dan konsumen semakin yakin akan jaminan kualitasnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini