Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat
Niat dan Kesempatan

Penyebab Korupsi Menurut Neurosains

Wawan Mulyawan

Dokter spesialis bedah saraf dan Ketua Ikatan Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Perilaku koruptif rupanya berkaitan dengan struktur otak. Pencegahan korupsi perlu mempertimbangkan aspek neurosains.

25 Maret 2025 | 06.00 WIB

Ilustrasi: Tempo/Kuswoyo
Perbesar
Ilustrasi: Tempo/Kuswoyo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Ada mekanisme neurobiologis kompleks yang berperan dalam membentuk perilaku koruptif.

  • Kecepatan penindakan dan kepastian hukuman memiliki dampak lebih signifikan pada perubahan perilaku koruptif.

  • Proses hukum kasus-kasus korupsi yang sering memakan waktu lama membuat banyak orang tetap korupsi.

KORUPSI telah menjadi fenomena universal yang merusak fondasi sosial, ekonomi, dan politik suatu negara, termasuk di Indonesia. Masalah korupsi di Indonesia termasuk yang paling serius di antara negara-negara lain di dunia, terlihat dari Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index/CPI) yang masih memprihatinkan.

Berdasarkan data Transparency International, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia pada 2024 berada di angka 37 yang menempatkan Indonesia di peringkat ke-99, bersama Lesotho, Maroko, Ethiopia, dan Argentina dari total sekitar 180 negara yang disurvei. Bandingkan dengan negara tetangga yang tingkat perekonomiannya relatif sama dengan Indonesia, seperti Malaysia yang berada di peringkat ke-57 dan Vietnam di peringkat ke-88.

Masuk untuk melanjutkan baca artikel iniBaca artikel ini secara gratis dengan masuk ke akun Tempo ID Anda.
  • Akses gratis ke artikel Freemium
  • Fitur dengarkan audio artikel
  • Fitur simpan artikel
  • Nawala harian Tempo
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus