Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TIGA BIDADARI ‘IBU’ CHARLIE
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Keinginan membuat versi para bidadari baru yang tak tercapai. Kemasan baru, sutradara perempuan, ideologi tetap sama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
CHARLIE’S ANGELS
Sutradara : Elizabeth Banks
Skenario : Elizabeth Banks
Cerita : Evan Spiliptopoulus dan David Auburn
Pemain : Kristen Stewart, Ella Balinska, Naomi Scott, Elizabeth Banks, Patrick Stewart
***
Jika kita menyaksikan film ini tanpa pretensi kata-kata besar yang ideologis (“women empowerement”, “feminism”, “inclusion”, “diversity”) , mungkin pembahasan film ini akan lebih sederhana sekaligus klise.
Pada dasarnya: aktris/sutradara Elizabeth Banks tampaknya ingin menjungkirbalikkan apa yang sudah dimulai oleh para pencipta para ‘bidadari’ di bawah ‘pimpinan’ Charlie Townsend, seorang bilyuner misterius yang hanya terdengar suaranya saat memberikan instruksi. Jika di tahun 1976 serial TV ciptaan Ivan Goff dan Ben Roberts yang menampilkan trio aktris Kate Jackson, Farrah Fawcett dan Jaclyn Smith , tiga aktris cantik yang kemudian mengguncang Hollywood dan dunia karena tampaknya baru kali itulah ada tiga perempuan berperan sebagai detektif swasta yang jago berkelahi dan menggunakan senjata. Namun karena mereka juga jago menyamar (dan tentu saja penyamaran yang dipilih adalah sosok seksi macam peserta kontes kecantikan, pembantu seksi, narapidana seksi, atau profesi apapun yang punya alasan untuk mengenakan bikini). Sebegitu jengkelnya penonton hingga acara populer ini diejek sebagai “Jiggle TV”, alias serial televisi yang mengandalkan eksploitasi tubuh perempuan. Produksi film yang digagas oleh aktris Drew Barrymore pada tahun 2000 , meski lebih modern dan menampilkan pemain yang sedang meteoric di masanya: Cameron Diaz dan Lucy Liu, persoalan “men gazing” tetap saja masih terasa.
Di dalam “Charlie’s Angels” versi 2019 yang disutradarai aktris/sutradara perempuan Elizabeth Banks (Pitch Perfect) , yang berupaya mengubah banyak hal, misalnya Bosley :kini bukan menjadi nama orang melainkan ‘pangkat dalam organisasi Townsend yang bisa dijabat siapapun yang kompeten termasuk dirinya Banks yang kemudian menjadi Bosley. Hal lain, Charlie Townsend yang selalu diwujudkan sebagai suara seorang lelaki yang memberi instruksi melalui telepon atau –setelah film ini menjadi lebih modern –peralataan teknologi tinggi lainnya yang lebih mirip gaya Mission Impossible, kali ini Banks memilih memberi sesuatu yang sugestif. Kamera menyorot tangan Charlie yang mengenakan cincin , dan jari-jarinya memberi saran bahwa Charlie masa kini juga seorang perempuan. Bahkan pada saat dia memberi instruksi, sekilas diperlihatkan ‘Bu’ Charlie menggunakan alat pengacak suara yang membuat suara perintah dia seperti suara lelaki.
Tetapi cukupkah itu semua? Bagaimana dengan ketiga ‘bidadari’ yang ditampilkan Kristen Stewart, Ella Balinska dan Naomi Scott? Memang benar , agak menyenangkan melihat Stewart tampil lebih relax, asyik, penuh senyum (bukankah dalam film-film umumnya dia cemberut melulu) dan bahkan sesekali menjadi comic relief. Lalu ada Naomi “puteri Yasmin” Scott yang berperan si ahli IT yang masih hijau dalam dunia detektif dan laga; dan tentu saja Ella Balinska yang sejak awal sudah diberi porsi si jago laga yang “cool” ,keren, tinggi dan bergerak sesuatu naluri.
Tetapi Banks dan para penulis cerita tampaknya tak percaya diri dengan menampilkan perempuan ‘hanya’ dengan kemampuan bela diri mereka. Tetap saja harus ada adegan para bidadari merayu dengan senjata seksualitas dan bunyi desah; atau berdansa meliuk-liuk dengan pretense bagian dari penyamaran. Mungkin itu bisa diabaikan, mungkin juga disayangkan, karena Elizabeth Banks sebetulnya tak wajib menggunakan hal-hal yang klise.
Persoalan cerita? Sedikit terasa aroma “Mission Impossible”. Ada teknologi baru bernama Calisto yang konon akan menjadi fenomena dunia untuk menghemat energi, Tapi jika jatuh di tangan si jahat, teknologi ini bakal bisa menghancurkan dunia. Maka kalau Ethan biasa disuruh kejar mengejar dengan si Jahat di dunianya, maka jagat Angels dibuat lebih ‘ringan’,lucu dengan perkelahian. Yang membuat cerita ini terasa mirip dengan film-film Mission Impossible adalah karena pengkhianatan selalu datang dari dalam tubuh organisasi.
Di luar kesegaran spektrum penampilan Kristen Stewart yang menyenangkan, Charlie Angels versi 2019 adalah sebua pengulangan konsep jadul dengan kemasan modern belaka. Sikap masih jadul (perempuan yang jago berkelahipun tetap menjadi obyek) ; ideologi masih lawas, hanya kini mereka berubah pemain belaka.
Leila S.Chudori