Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendapat

Selamatkan Warisan H.B. Jassin

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta seharusnya tidak membiarkan Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) H.B. Jassin telantar. Tarik-ulur soal teknis pengambilalihan PDS memperlihatkan kurang seriusnya pemerintah menyelamatkan dokumentasi karya sastra terbesar di Indonesia itu.

23 Mei 2017 | 22.33 WIB

Selamatkan Warisan H.B. Jassin
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta seharusnya tidak membiarkan Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) H.B. Jassin telantar. Tarik-ulur soal teknis pengambilalihan PDS memperlihatkan kurang seriusnya pemerintah menyelamatkan dokumentasi karya sastra terbesar di Indonesia itu.

Nyaris tidak ada kemajuan yang signifikan soal keterlibatan Pemerintah Provinsi DKI selain mengucurkan dana. Bantuan uang dalam bentuk hibah sejak 2013 itu, yang jumlahnya terus menyusut, tidak menyelesaikan persoalan utama, yaitu terpeliharanya dokumentasi karya sastra tersebut secara rapi dan aman.

Dana hibah yang awalnya Rp 500 juta belakangan menciut menjadi Rp 50 juta setahun. Bahkan tahun ini nol rupiah alias tidak ada bantuan duit sama sekali. Tanpa sokongan anggaran, Yayasan PDS H.B. Jassin yang mengurusi lebih dari 50 ribu karya sastra itu tentu saja kelimpungan. Mereka kesulitan membayar gaji para pegawai PDS karena tidak mempunyai pemasukan. Pengasapan dan pembersihan ruang koleksi pun tak bisa dilakukan rutin. Alat penyejuk udara, yang amat diperlukan, sudah lama tidak berfungsi. Jika kondisi tersebut berkepanjangan, koleksi buku, foto, dan video yang ada di PDS akan cepat rusak karena tersimpan ala kadarnya di kompleks Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat. Kondisi itu sangat disayangkan.

Soal Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011, yang melarang hibah diberikan kepada organisasi yang sama secara terus-menerus, bukan berarti tidak bisa dicarikan solusi. Lagi pula, tahun lalu, Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama sudah menawarkan jalan keluar, yaitu PDS diambil alih pemerintah DKI. Waktu itu, Basuki meminta serah-terima dilakukan pada tahun ini.

Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah lantas ditunjuk untuk mengambil alih PDS. Lembaga itu dianggap tepat karena, selain memiliki laboratorium konservasi arsip, punya anggaran yang dialokasikan lewat APBD.

Namun kepastian nasib PDS masih terkatung-katung. Sampai sekarang, ihwal kerja sama yang hendak dituangkan dalam nota kesepahaman antara yayasan dan Badan Perpustakaan masih terjadi tarik-ulur. Belakangan malah muncul keraguan dari pihak yayasan untuk menyerahkan koleksi sastra itu kepada Badan Perpustakaan.

Yayasan khawatir koleksi karya sastra itu tidak dikelola dengan baik. Pun tidak ada jaminan semua pegawai yayasan dipekerjakan pada Badan Perpustakaan. Beberapa kali rapat berjalan alot dan tidak membawa kemajuan apa-apa.

Badan Perpustakaan seharusnya bisa menjawab keraguan tersebut. Soal koleksi, misalnya. Lembaga itu mesti menjamin koleksi PDS akan dirawat dengan baik di tempat baru. Begitu pula nasib pegawai yayasan, mesti tetap dipekerjakan mengingat mereka telah bertahun-tahun merawat koleksi H.B. Jassin. Mereka pula yang memahami seluk-beluk dokumentasi. Perdebatan menyangkut teknis penyerahan koleksi sudah saatnya diakhiri. Baik yayasan maupun Badan Perpustakaan mesti konsisten menjalankan poin-poin yang disepakati.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus