Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ringkasan Berita
Masyarakat Bowone yang wilayahnya menjadi lokasi operasi tahap pertama PT Tambang Mas Sangihe terus melawan.
Beberapa kali aksi penolakan tambang dihadang alat berat.
Saling gugat berlanjut ke tahap kasasi dan diwarnai saling melapor ke polisi.
DUA prahoto yang mengangkut mata bor dan alat berat berjalan beriringan dari Pelabuhan Pananaru, Kecamatan Tamako, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, pada hari perayaan kemerdekaan Indonesia, Rabu, 17 Agustus lalu. Laju iring-iringan truk tronton yang menuju lokasi eksplorasi tambang emas PT Tambang Mas Sangihe di Desa Bowone, Kecamatan Tabukan Selatan Tengah, itu tersendat di Desa Kaluwatu, Kecamatan Manganitu Selatan, lantaran menabrak gapura yang sudah dibangun oleh warga kampung untuk memeriahkan Hari Proklamasi Kemerdekaan.
Bendera Merah Putih yang dipasang pada gapura itu tercebur di got. Alih-alih berhenti untuk membersihkan dan memasang kembali Sang Merah Putih, rombongan terus berlalu melanjutkan perjalanan. Tak hanya merusak gapura, kabel listrik putus akibat diterjang truk tronton. “Kami sangat menyesali mobilisasi alat berat ini. Apalagi sampai membuat kesiapan desa menghadapi 17 Agustus berantakan,” kata Polohindang, warga Kaluwatu, Kamis, 15 September lalu.
Upaya mobilisasi alat perlengkapan tambang ke lokasi penambangan kerap batal. Beberapa kali warga Desa Bowone menolak kedatangan alat berat yang diperlukan untuk kegiatan penambangan emas. Masyarakat menganggap aktivitas tambang emas PT Tambang Mas Sangihe (PT TMS) dapat mengancam kehidupan masyarakat di Pulau Sangihe.
Mendengar kabar konvoi dua tronton menuju kampungnya, warga Bowone lantas berkumpul untuk menghadang bersama sejumlah pegiat Save Sangihe Island. Pada malam itu, penghadangan berhasil. Sopir truk kabur meninggalkan truk, muatan, dan kondektur. Kesepakatan pun terjadi. “Mereka meminta waktu sampai pukul 2 siang untuk menarik kembali tronton ke Pelabuhan Pananaru,” ucap Jull Takaliuang, Koordinator Save Sangihe Island (SSI).
Masyarakat Bowone membubarkan diri setelah terjadi kesepakatan. Tersiar kabar adanya perusakan terhadap salah satu truk tronton. Walhasil, sebanyak 14 warga Bowone mendapat surat panggilan dari Kepolisian Resor Kepulauan Sangihe pada 29 Agustus lalu. Mereka dituduh oleh PT TMS melakukan kekerasan terhadap barang perusahaan secara bersama-sama.
Menurut Alfred Pontolondo, aktivis SSI, tak ada satu pun warga Bowone terlibat dalam perusakan truk tronton yang terjadi pada 18 Agustus pagi hari itu. “Sebelumnya sempat ada berita hoaks yang disebarkan oleh media lokal yang menyebut ada 30 warga Bowone merusak truk tronton,” katanya.
Menurut Alfred, aksi penolakan tambang emas ini berakar dari pelanggaran perusahaan atas putusan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Manado. Pada Kamis, 2 Juni lalu, 56 perempuan Bowone memenangi gugatan terhadap izin lingkungan yang dikeluarkan Dinas Lingkungan Hidup dan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara. Izin lingkungan itu menegaskan kegiatan penambangan yang dibolehkan dalam jangka pendek hanya 65,48 hektare.
Memang, setelah itu PT TMS mengajukan permohonan memori banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Makassar yang memenangkan PT TMS. Namun, menurut Jull, ada proses yang kurang tepat dalam upaya banding itu. “Pemerintah Provinsi sebagai tergugat pertama menyatakan tak akan melakukan banding, tapi PT TMS sebagai tergugat intervensi justru yang banding,” tuturnya. Selain itu, kontramemori banding yang disampaikan penggugat secara langsung kepada ketua panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Makassar tidak dijadikan pertimbangan putusan.
Di lapangan, pada Senin, 13 Juni lalu, beberapa pekan setelah putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Manado keluar, PT TMS nekat membawa dua truk tronton yang memuat perlengkapan pengeboran. Konvoi itu dihadang ratusan warga Bowone dan berhasil membuat rencana mobilisasi alat berat batal dilakukan. Buntut penghadangan ini, seorang warga Bowone bernama Robinson Saul, 48 tahun, dijadikan tersangka. “Sampai saat ini dia masih ditahan,” kata Muhammad Jamil, anggota tim hukum Save Sangihe Islands dari Jaringan Advokasi Tambang.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo