Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Lingkungan

Bensin Premium, Bahan Bakar Fosil dan Efek Rumah Kaca

Pemanasan global buntut dari bahan bakal fosil, dapat disebabkan oleh berbagai hal, salah satunya akibat daripada efek rumah kaca.

4 Januari 2022 | 18.57 WIB

Pengumuman bensin premium kosong di Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU) kawasan Abdul Muis, Jakarta, 21 November 2017. Pada periode Januari-September 2017, penjualan premium turun hingga 35,11%. Dari angka 8,46 juta kiloliter pada Januari-September 2016, saat ini penjualan premium hanya tinggal 5,49 juta kiloliter dalam periode yang sama tahun ini. Tempo/Tony Hartawan
material-symbols:fullscreenPerbesar
Pengumuman bensin premium kosong di Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU) kawasan Abdul Muis, Jakarta, 21 November 2017. Pada periode Januari-September 2017, penjualan premium turun hingga 35,11%. Dari angka 8,46 juta kiloliter pada Januari-September 2016, saat ini penjualan premium hanya tinggal 5,49 juta kiloliter dalam periode yang sama tahun ini. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta -Emisi karbon masih menjadi perbincangan hangat, karena terkait dengan masalah lingkungan hidup, yakni pemanasan global, yang salah satunya akibat dari efek rumah kaca.

Sebelumnya, pemerintah dikabarkan batal menghapus bahan bakar bensin Premium pada 2022 setelah adanya aturan baru dalam Peraturan Presiden (Perpres) RI Nomor 117 Tahun 2021 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM.

Keputusan ini pun tidak disetujui oleh pengamat otomotif Indonesia, Bebin Djuana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Karena menurut Bebin, kepada Tempo. 3 Januari 2022, bahan bakar bensin Premium menjadi salah satu faktor yang membuat tingkat emisi karbon di Indonesia masih tinggi.

Bebin pun secara lantang menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pembatalan penghapusan Premium.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dampak emisi karbon terkait dengan masalah lingkungan hidup, yakni pemanasan global.

Pemanasan global dapat disebabkan oleh berbagai hal. Salah satu akibat daripada efek rumah kaca. Beberapa gas di atmosfer Bumi bertindak seperti kaca di rumah kaca, menjebak panas matahari dan menghentikannya agar tidak bocor kembali ke luar angkasa dan menyebabkan pemanasan global.

Lapisan atmosfer bumi yang paling rendah semakin memanas, begitu pula permukaan pada bumi. Hal ini mengutip dari britannica.com, disebabkan oleh adanya uap air, karbon dioksida, metana, dan gas tertentu lainnya di udara. Dari gas-gas inilah yang dikenal sebagai gas rumah kaca.

Menilik lahirnya istilah efek rumah kaca tidaklah tergambar dengan jelas. Salah satunya mengatakan seorang fisikawan dan kimiawan dari Swedia, Svante Arrhenius, dikreditkan atas asal usul istilah ini pada 1896. Dengan publikasinya sebagai model iklim pertama yang masuk akal dan menjelaskan bagaimana gas di atmosfer bumi dapat memerangkap panas.

Walau efek rumah kaca merupakan fenomena alami, aktivitas manusia diperparah oleh emisi gas rumah gas rumah kaca ke atmosfer.

Selanjutnya : Dari awal terjadinya Revolusi Industri...


Dari awal terjadinya Revolusi Industri hingga akhir abad ke-20, terjadi peningkatan sekitar 30 persen jumlah karbon dioksida di atmosfer, belum lagi jumlah metana lebih dari dua kali lipat.

Pemanasan global, dapat mengubah iklim di bumi. Dengan demikian juga akan menghasilkan pola baru alam, kekeringan, curah hujan yang ekstrim, bahkan mungkin mengganggu produksi pangan di wilayah tertentu.

Melansir dari laman resmi Komisi Eropa, ec.europa.eu, pemanasan global yang disebabkan oleh manusia saat ini meningkat dengan kecepatan 0,2°C dalam setiap dekade. Antara 2011-2020 tercatat sebagai dekade terpanas.

Karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan dari aktivitas manusia menjadi penyumbang terbesar bagi pemanasan global. Pada tahun 2020, konsentrasi CO2 di atmosfer meningkat menjadi 48 persen di atas tingkat pra-industri sebelum tahun 1750.

Di wilayah America Serikat, penyumpang terbesar bagi efek rumah kaca adalah dari pembakaran bahan bakar yang berasal dari fosil untuk listrik, panas, dan juga transportasi. Laman Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat menyebutkan sektor transportasi menyumbang 29 persen dari emisi gas rumah kaca di 2019.

Dimana bahan bakar fosil ini digunakan untuk mobil, kapal, kereta api, dan juga pesawat.bahkan lebih dari 90 persen bahan bakar yang digunakan berbasis minyak bumi, terutama bensin dan solar.

Kemudian menyusul produksi listrik, setidaknya 25 persen dari emisi gas atau efek rumah kaca di Amerika Serikat tahun itu. Sedangkan sektor industri menyumbang 23 persen. Masih sama dari pembakaran bahan bakar fosil alias BBM untuk menciptakan energi juga dari reaksi kimia tertentu yang diperlukan guna memproduksi barang dari bahan mentah.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus