Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan bahwa saat ini Indonesia tengah dikepung oleh dua bibit siklon tropis aktif yang berpotensi memberikan dampak signifikan terhadap cuaca di berbagai wilayah. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menekankan pentingnya kewaspadaan terhadap potensi cuaca ekstrem akibat dinamika atmosfer yang kompleks.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan analisis terbaru BMKG per 2 Februari 2025, teridentifikasi dua bibit siklon tropis aktif yang berada di sekitar wilayah selatan Indonesia, yaitu bibit siklon 99S yang tumbuh di Samudra Hindia selatan Banten dan bibit siklon 90S yang tumbuh di selatan Nusa Tenggara Barat (NTB).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun bibit siklon 96P yang sebelumnya terbentuk di sekitar Teluk Carpentaria, saat ini telah meluruh menjadi sirkulasi tekanan rendah dan sudah masuk daratan benua Australia, tetapi masih berkontribusi dalam membentuk pola cuaca di wilayah Indonesia.
Meskipun dua bibit siklon di selatan Indonesia (99S dan 90S) yang masih aktif ini diprediksi bergerak ke arah barat daya semakin menjauhi wilayah Indonesia, tetapi dampak tidak langsungnya tetap terasa dalam bentuk peningkatan curah hujan, angin kencang, dan gelombang tinggi di sejumlah wilayah.
“Kehadiran dua bibit siklon tropis yang masih aktif dan satu bibit siklon yang telah meluruh tersebut cukup meningkatkan kondisi dinamika atmosfer pada periode puncak musim hujan saat ini. Kombinasi antara bibit siklon, fenomena La Niña lemah, Monsun Asia, Seruak Udara Dingin dari dataran tinggi Siberia, dan aktivitas gelombang atmosfer, serta Madden Julian Oscillation (MJO) akan meningkatkan risiko cuaca ekstrem di banyak wilayah Indonesia,” ujar Dwikorita Karnawati melalui pesan tertulis, 3 Februari 2025.
Dalam sepekan terakhir, kata Dwikorita, berbagai wilayah di Indonesia telah mengalami hujan dengan intensitas sangat lebat hingga ekstrem. Beberapa catatan curah hujan tertinggi meliputi Kalimantan Timur dengan curah hujan 229 mm/hari dan Sulawesi Tengah 192 mm/hari pada 26 Januari, Kepulauan Riau 154 milimeter/hari pada 27 Januari, serta Jabodetabek yang mencatat curah hujan hingga 264 milimeter/hari pada 28 Januari.
Di wilayah lain, NTT mencatat curah hujan 105 milimeter/hari, Jawa Timur 137,8 milimeter/hari, Jawa Tengah 110,7 milimeter/hari, dan Sulawesi Selatan 106,2 milimeter/hari pada 29 Januari, kemudian di Papua Barat terukur 112 milimeter/hari pada 31 Januari 2025.
Untuk sepekan ke depan mulai 2 Februari 2025, menurut Dwikorita, beberapa daerah perlu disiagakan. Menurut dia, potensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat bahkan dapat meningkat menjadi sangat lebat atau ekstrem, yaitu meliputi daerah Papua, Papua Pegunungan, Papua Selatan, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Maluku Utara, Jawa Barat, Jambi, Papua Barat dan Papua Barat Daya.
Selain hujan ekstrem, Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto juga memperingatkan adanya potensi gelombang tinggi akibat pengaruh bibit siklon tropis. Gelombang dengan ketinggian 2,5 – 4,0 meter diprediksi terjadi di beberapa perairan Indonesia, termasuk Samudra Hindia barat Bengkulu hingga Lampung, Samudra Hindia selatan Banten hingga NTT, Laut Sawu, perairan Kupang – Pulau Rote, Laut Maluku, Laut Halmahera, perairan utara Papua Barat Daya hingga Papua, serta Samudra Pasifik utara Halmahera hingga Papua.
Oleh karena itu, tambah dia, BMKG meminta masyarakat dan pemerintah daerah untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi potensi bencana hidrometeorologi, seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor, dan angin kencang. Masyarakat yang berada di daerah rawan longsor diimbau untuk lebih waspada, terutama saat hujan deras terjadi.
Aktivitas di area berlereng curam sebaiknya dihindari, dan tanda-tanda awal longsor seperti munculnya retakan tanah atau rembesan air harus diperhatikan dengan serius. Selain itu, kondisi drainase perlu diperiksa secara berkala untuk memastikan sistem saluran air berfungsi optimal, guna mengurangi risiko genangan dan banjir.
BMKG juga meminta masyarakat untuk mematuhi peringatan dini terkait cuaca ekstrem, terutama bagi nelayan dan operator transportasi laut yang berisiko terdampak gelombang tinggi. “Kami mengimbau seluruh pihak, baik masyarakat, pemerintah daerah, hingga instansi terkait untuk meningkatkan kesiapsiagaan. Jangan sepelekan potensi dampak dari tiga bibit siklon ini. Waspada, siaga, dan selalu pantau informasi resmi BMKG untuk mengurangi risiko bencana hidrometeorologi yang mungkin terjadi,” kata Guswanto.