Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Adanya angin kencang di lereng Gunung Merapi di wilayah Kabupaten Magelang mengakibatkan pohon tumbang dan rumah roboh. Menurut Kepala Stasiun Klimatologi Mlati, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta Reni Kraningtyas, angin kencang di kawasan lereng Merapi mulai terjadi pada Minggu, 20 Oktober 2019, pukul 19.30 WIB.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kejadian itu dipicu anomali aliran angin lembah, angin mengalir dari lembah ke arah gunung," kata dia, Senin, 21 Oktober 2019.
Menurut dia, aliran angin tersebut yang membawa udara dingin dan lembab sehingga terjadi kondensasi dan terbentuk awan Cumulonimbus (Cb) di lereng pegunungan. Angin lembah biasanya terjadi siang hari saat bagian dengan dataran yang lebih luas dan lebih rendah telah mendapat pemanasan matahari yang cukup.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di areal pegunungan, secara umum suhu udara biasanya lebih dingin dibandingkan daerah di lereng. Maka sirkulasi udara lokal cenderung bergerak turun atau angin gunung.
Namun, kata dia, pada saat kondisi di tempat lebih panas di bagian atas, maka sirkulasi lokal dapat berbalik sehingga menyebabkan angin lembah atau dari atas ke bawah menjadi lebih kuat dari biasanya. Pada topografi tertentu, oleh pengaruh bentuk lereng dan permukaan pegunungan, angin lembah itu dapat membentuk pusaran angin pada area dan skala yang lebih kecil.
"Ini seperti yang terjadi di Kecamatan Selo Boyolali pada Senin, 21 Oktober 2019 pagi," kata Reni.
Menurut dia, angin kencang kembali terjadi lagi pada Senin, 21 Oktober 2019 pukul 10.00 WIB di Kecamatan Selo Boyolali, Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang.
Dari laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY dan BPBD Magelang, Jawa Tengah, angin kencang di lereng sebelah barat-barat daya dan tenggara Merapi, berdampak debu-debu tebal beterbangan hingga menutupi pandangan mata.
Reni menjelaskan, angin kencang di kawasan Merapi di Kabupaten Magelang, Boyolali dan Sleman bersifat sangat lokal. Alasannya, selain mengacu kepada konsentrasi wilayah kerusakan, kecepatan anginnya pun berbeda dengan dataran rendah lainnya.Kecepatan angin di lereng Merapi mencapai 80 kilometer per jam (skala fujita).
“Sedangkan pengukuran di Stasiun Klimatologi Mlati Yogyakarta 16 kilometer per jam," kata Reni.
Dia memperkirakan, angin di lereng Merapi berhembus kencang di areal lokal, lebih kencang di malam hari, karena ada peningkatan aktivitas Merapi.
"Diperkirakan itu turut andil memicu kejadian bencana lokal angin kencang ini," kata dia.
Reni menjelaskan, peningkatan aktivitas Merapi berupa Erupsi awan panas pada tanggal 14 Oktober diikuti guguran lava pada tanggal 15 Oktober 2019 menyebabkan peningkatan suhu permukaan di kawasan puncak Merapi. Tekanan udara di wilayah ini menjadi cukup rendah.
Dalam skala tertentu, kata dia, tekanan udara permukaan berbanding terbalik dengan suhu udara permukaan. Suhu yang lebih panas akibat erupsi Merapi dan guguran lava dalam waktu yang lama, mampu menurunkan tekanan udara permukaan.
“Sehingga udara mengalir ke wilayah dengan suhu lebih panas,” kata Reni.
Angin kencang menerjang sejumlah kecamatan di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Minggu 20 Oktober 2019 malam. Puluhan pohon di lereng Merapi itu bertumbangan menutup akses jalan dan sebagian menimpa rumah-rumah warga.
Menurut relawan Tim Reaksi Tepat (TRC) Kecamatan Pakis Magelang, Sumarman, angin kencang juga menyebabkan atap rumah berterbangan. Pohon tumbang berakibat tertutupnya akses jalan.
Berdasarkan laporan dari TRC Pakis, ada tiga desa yang terdampak angin kencang. Rimciannya di Desa Ketundan (empat dusun yakni Krembyungan, Kecitran, Ketundan dan Kiyudan), Desa Pogalan (satu dusun Kekoan) dan Desa Kenalan (dua dusun, Kenalan dan Kedakan).
"Angin kencang juga melanda Dusun Pelem, Desa Wonolelo Kecamatan Sawangan. Bangunan garasi roboh. Pohon tumbang menutup akses jalan Desa Banyuroto," kata dia.