Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menerbitkan hasil penelitian ihwal musabab melesetnya realisasi investasi hijau di Indonesia yang jauh panggang dari api. Pemerintah hanya mampu mendatangkan sekira US$ 1,62 miliar investasi energi bersih dari US$ 8 miliar yang ditargetkan. Musababnya adalah 80 persen perekonomian nasional yang masih ditopang industri ekstraktif hingga masa Indonesia Emas 2045.
“Sangat kontradiktif bila kita ingin transisi ke energi baru terbarukan yang berkelanjutan, tapi arah kebijakan investasi masih mengutamakan industri ekstraktif,” kata Peneliti KPPOD Sarah Nita Hasibuan ketika ditemui seusai memaparkan hasil penelitiannya di Jakarta, pada Selasa, 30 Juli 2024. Penelitian Sarah dilakukan di 7 daerah yang berfokus pada kajian kebijakan dan implementasi di daerah tentang arah investasi hijau.
Temuan Sarah, pemerintah pusat belum memiliki dokumen perencanaan khusus terkait investasi hijau. Perencanaan hanya mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2012 tentang Rencana Umum Penanaman Modal. Kemudian ditambah rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2025-2029 dan merujuk Persetujuan Paris 2015. Target besarnya mengurangi emisi karbon dioksida dan gas rumah kaca melalui aksi mitigasi dan adaptasi.
Pemerintah menggantangkan target ambisus yakni dapat menurunkan emisi gas rumah kaca atau Nationally Determined Contribution (NDC). Target pengurangan emisi pada 2030 mencapai 31,89 persen dengan cara sendiri dan 43,20 persen melalui dukungan internasional. Bahkan, mengklaim akan mampu menyeimbangkan gas rumah kaca pada atmosfer atau net zero emissions pada 2060.
Ambisi pengurangan emisi tersebut bakal dipenuhi melalui lima sektor utama. Di antaranya sektor energi, limbah, sektor industri atau industrial processes and production use (IPPU), pertanian, dan kehutanan atau forest and other land uses (FOLU). Di dalam masing-masing sektor terdapat rancangan aksi mitigasi atau pengurangan emisi. Kemudian adaptasi yakni ketahanan terhadap perubahan iklim. Pelbagai kewajiban ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK).
Persoalannya, rencana tersebut tak dibarengi dengan pedoman khusus ihwal arah kebijakan investasi hijau. Masing-masing kementerian dan lembaga bahkan belum bersinergi. Tak heran bila belum ada penganggaran untuk implementasi investasi hijau. “Sehingga menurut saya, target NDC tersebut bakal sulit tercapai bila kebijakan investasi masih terpecah-pecah,” ucap Sarah.
Problem yang sama juga terjadi di pemerintah daerah. Kata Sarah, pedoman investasi hijau hanya mengandalkan peraturan daerah terkait penanaman modal dan belum memiliki aturan khusus. Ketiadan ini karena pemmerintah pusat tak mengaturnya. Hanya di Provinsi Aceh yang disebut sudah menyusun perencanaan pembangunan berbasis investasi hijau.
“Temuan kami di lapangan, sebenarnya pemerintah daerah hanya menunggu pemerintah pusat untuk menyiapkan aturan khusus investasi hijau,” kata Sarah. Pemerintah daerah juga siap berkontribusi untuk menetapkan target capaian pengurangan emisi. Namun hal itu belum berjalan lantaran pemerintah pusat belum melakukan penataan masing-masing potensi daerah.
Target pengurangan emisi juga makin berat lantaran arah kebijakan pemerintah mmasih menggantungkan ekonomi dari industrialisasi sektor ekstraktif. Hal itu terungkap ketika Menteri Investasi Bahlil Lahadalia paparan peta jalan hilirisasi investasi strategis dalam ASEAN Investment Forum 2023. Bahlil menyebut terdapat 8 sektor prioritas pemerintah, di antaranya; mineral, batu bara, minyak, gas bumi, perkebunan, kelautan, perikanan, dan kehutanan. Total nilai investasinya hingga 2040 sekitar US$ 545,3 miliar.
Menurut Sarah, dengan target sebesar itu, tentu penganggaran pemerintah bakal difokuskan untuk menggenjot industri berbahan bakar fosil. Tak mengherankan bila kini muncul banyak industrialisasi smelter nikel dengan konsep hilirisasi di banyak tempat. Kata Sarah, target tersebut berbanding terbalik dengan rencana investasi hijau yang dicanangkan US$ 8 miliar. Itu pun capaiannya masih seret.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini