Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 71 pasang meja dan kursi belajar, yang dibuat dari hasil daur ulang sampah plastik, mengisi dua ruang kelas di SMA Pangudi Luhur, Jakarta Selatan. Produksi dan pemanfaatan tersebut buah kerja sama sekolah, alumni, dan Wastgood-komunitas daur ulang sampah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Total, 71 pasang meja-kursi itu menjelma dari 950 kilogram sampah plastik yang berasal dari tutup botol. “Kebanyakan dari tutup oli bekas, campuran dengan tutup botol minuman,” ujar Cundri Setiabudhi, salah satu alumni yang berkontribusi, saat dihubungi pada Selasa, 11 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Alumni Pangudi Luhur angkatan 1985 itu menerangkan, pengadaan meja dan kursi daur ulang sampah plastik adalah hasil program pembelajaran sekolah yang diwujudkan dan berproses sejak 2023. Proses pembuatannya melibatkan Wastgood, dan sejumlah bengkel perabotan jejaring alumni.
Cundri bekerja sama dengan rekannya, Aloysius Baskoro Junianto—desainer utama, mendesain meja dan kursi tersebut. Tanggung jawab ini diambil alih oleh mereka karena berlatar belakang akademis desain produk dan mampu membuat.
Ide pembuatan berawal dari renovasi sekolah yang fasilitasnya banyak membutuhkan peremajaan, salah satunya meja dan kursi. Untuk kebutuhan renovasi itu, alumni turut menyumbang uang sebelum kemudian lahir ide “menjual ubin” sejak 2014.
“Menjual ubin” yang dimaksud adalah setiap penyumbang dapat mengukir namanya di satu ubin khusus. Untuk itu, setiap penyumbang perlu donasi Rp 1-2 juta. Pergantian ubin dilakukan menunggu terkumpulnya 200 hingga 300 penyumbang.
Dana yang dikelola dan dipantau yayasan akhirnya coba diwujudkan ke program pembelajaran tentang peduli lingkungan. Uang hasil “menjual ubin” itu pun digelontorkan untuk membuat meja dan kursi daur ulang dari tutup botol bekas oli.
Cundri mengatakan, biaya pembuatan satu set meja dan kursi sekitar Rp 2 juta. Pencetakan papan untuk meja dan kursi dilakukan di bengkel milik Wastgood. Sedangkan pemasangan besi atau frame untuk penyangga meja dan kursi dilakukan di bengkel lain.
Sebanyak 71 pasang meja-kursi yang telah dihasilkan telah diuji dan saat ini suda digunakan para siswa. “Siswanya tidak terlibat, mereka cuma wajib mempelajari saja,” ucap Cundri.
Meja dan kursi di SMA Pangudi Luhur Jakarta Selatan yang menggunakan bahan daur ulang dari tutup botol plastik. Foto: Cundra Setiabudhi
Dari bagian meja dan kursi ini, Cundri menegaskan, yang benar-benar baru hanya frame. Bagian papan, sepenuhnya hasil daur ulang. Bahan baku diperoleh dari berbagai sumber, termasuk sisa sampah yang dikumpulkan.
Uji Ketahanan dan Ancaman Mikroplastik
Berat total dari satu set meja-kursi hasil daur ulang ini sekitar delapan kilogram. Cundri mengatakan karya ini telah diuji dengan menyesuaikan kondisi yang umum terjadi di sekolah. Antara lain, “Kami uji gelindingkan di tangga dari lantai dua ke lantai satu.”
Uji juga dilakukan dengan cara diduduki selama tiga bulan oleh siswa yang memiliki berat badan 120 kilogram. Di bagian lain, uji melibatkan murid berdiri di atas meja, karena menyesuaikan kondisi sewaktu-waktu meja digunakan sebagai panggung.
Dari hasil seluruh rangkaian uji tersebut, akhirnya dinyatakan layak untuk digunakan sehari-hari. “Karya ini kami prediksi bertahan 10 tahun kalau dipakai setiap hari,” tuturnya.
Karya ini, kata Cundri, tentunya memiliki catatan kelemahan, terutama jika terkena api seperti kondisi kebakaran besar yang menyebabkan plastik meleleh. Selain itu juga apabila meja dan kursi terkena sayatan benda tajam pastinya menimbulkan bekas.
"Apabila papan plastik daur ulang ini patah dalam masih ada kemungkinan diperbaiki," katanya sambil menambahkan, "Proses penyambungan dengan melelehkan kembali bisa dilakukan, namun menyisakan sedikit bekas."
Isu yang paling diperhatikan, kata Cundri, adalah kandungan mikroplastik karena mengancam kesehatan tubuh manusia. Untuk mengatasinya, meja-kursi dilapisi coating seperti yang digunakan kapal nelayan. "Murah dan kuat. Tapi menjadi sedikit lebih mengkilat,” ujarnya.
Menurut Cundri, yayasan sekolah merasa senang dan mengapresiasi kontribusi meja-kursi belajar hasil daur ulang ini. "Foto dan video hasil karya yang diunggah ke media sosial juga banyak diapresiasi publik," katanya lagi.