Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Untuk pertama kalinya, wilayah Batam menerapkan Teknologi Modifikasi Cuaca atau hujan buatan untuk mengisi cadangan air Waduk Duriangkang yang menopang kebutuhan air baku Kota Batam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC-BPPT) Tri Handoko Seto menerangkan, dirinya telah mendapatkan surat dari Badan Pengusahaan Batam beberapa waktu lalu untuk layanan jasa TMC di Pulau Batam.
"Kami merespons permintaan tersebut dan sudah dilakukan survei pada pertengahan Maret lalu. Hasilnya diputuskan dilaksanakan operasi TMC yang dimulai hari ini. Ini pertama kalinya TMC diterapkan di Batam," ujar Seto, dalam keterangan tertulis, Kamis, 11 Juni 2020.
Tim TMC-BPPT memulai sorti penerbangan penyemaian pada pagi hari sekitar 10.15 WIB menggunakan pesawat Piper Cheyenne PK TMC dari landasan pacu Bandara Hang Nadim Batam dan membawa bahan semai 12 batang flare higroskopis. Target penyemaian tim TMC-BPPT di sekitar Waduk Duriangkang dan Pulau Galang, sebelag Tenggara Pulau Batam.
Selang beberapa waktu, sekitar pukul 11.00 WIB dilaporkan terjadi hujan disertai petir di area Posko TMC-BPPT dan di wilayah Waduk Duriangkang dan wilayah Batu Ampar di Utara Pulau Batam. Koordinator Lapangan TMC-BPPT Posko Batam Budi Harsoyo mengatakan penggunaan flare dikarenakan izin terbang pesawat hanya diperbolehkan di bawah ketinggian 6.000 kaki.
Menurut Budi, area terbang di sekitar wilayah target, sebagian masuk wilayah penerbangan Singapura. Secara traffic cukup padat jadwal penerbangan masuk dan keluar Singapura.
"Sehingga pesawat BPPT hanya diizinkan terbang di bawah ketinggian 6.000 kaki. Pesawat Piper Cheyenne mampu terbang rendah pada ketinggian sekitar 3.000-4.000 kaki di area base cloud," kata Budi yang juga menjabat sebagai Kepala Bidang Penerapan TMC-BBTMC.
Operasi TMC di Batam dijadwalkan selama 30 hari ke depan. Pantauan cuaca selama operasi TMC berlangsung didukung Stasiun Meteorologi (Stamet) Hang Nadim Batam dan AirNav cabang Batam. Badan Pengusahaan Batam--dulu dikenal Otorita Batam--melalui Badan Usaha Fasilitas dan Lingkungan saat ini mengelola sembilan waduk, dan terbesar Waduk Duriangkang.
Waduk Duriangkang merupakan waduk dengan daerah tangkapan air terluas di Pulau Batam, dan mampu menyumbang sekitar 70 persen dari total keseluruhan kebutuhan air di kota Batam. Namun, musim kemarau tahun lalu yang cukup panjang membawa dampak terjadinya penurunan intensitas curah hujan.
"Pada bulan Januari-Februari lalu jumlah curah hujan di Pulau Batam masih lebih kecil dibanding rata-rata curah hujan sebelumnya," tutur Seto menambahkan.
Hal senada juga diungkap Hajad Widagdo, Manager Air Baku Badan Usaha Fasilitas dan Lingkungan BP Batam. Meskipun belum sampai titik kritis, tapi pasokan air terus turun, sehingga air baku yang dibutuhkan untuk produksi air bersih juga terbatas.
"Penyebabnya, kemarau berkepanjangan sementara jumlah pelanggan juga terus bertambah dari waktu ke waktu," ujar Hajad.
Hingga kemarin, Rabu, 10 Juni 2020 tinggi muka air Waduk Duriangkang tercatat mengalami penurunan sekitar 3,5 meter dari batas normal. Bendungan Duriangkang yang terletak di Desa Bagan, Kecamatan Seibeduk Pulau Batam, merupakan bendungan muara sungai (estuary dam) pertama di Indonesia.
Air Waduk Duriangkang berasal dari sungai-sungai kecil yang berada di sekeliling waduk serta air hujan. Berdasarkan laporan inspeksi besar dan evaluasi keamanan bendungan pada 2014 diketahui luas genangan waduk pada ketinggian air 7,5 meter mencapai 24,5 km2. Sementara luas Daerah Tangkapan Air Waduk Duriangkang sebesar 75.18 km2.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini