Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Lingkungan

Otorita IKN Klaim Tidak Gunakan Domein Verklaring Seperti Belanda dalam Pembebasan Lahan

Otorita IKN mengatakan masih melakukan kajian terkait keluhan masyarakat yang lahannya diambil untuk keperluan pembangunan kawasan IKN.

26 Maret 2024 | 08.18 WIB

Pemimpin suku adat Balik, Sibukdin (60) memberi isyarat saat mengunjungi kompleks pemakaman sukunya di desa mereka, yang terletak di dekat ibu kota baru Indonesia yang dikenal sebagai Ibu Kota Negara Nusantara, di Sepaku, provinsi Kalimantan Timur, 6 Maret 2023. Masyarakat adat Suku Balik menolak penggusuran lahan untuk proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. REUTERS/Willy Kurniawan
Perbesar
Pemimpin suku adat Balik, Sibukdin (60) memberi isyarat saat mengunjungi kompleks pemakaman sukunya di desa mereka, yang terletak di dekat ibu kota baru Indonesia yang dikenal sebagai Ibu Kota Negara Nusantara, di Sepaku, provinsi Kalimantan Timur, 6 Maret 2023. Masyarakat adat Suku Balik menolak penggusuran lahan untuk proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. REUTERS/Willy Kurniawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Otorita Ibu Kota Negara (IKN), Myrna Asnawati Safitri, mengatakan pihaknya tidak ada niatan untuk menghidupkan kembali praktik Domein Verklaring dalam penguasaan lahan di Kawasan IKN.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Istilah Domein Verklaring sempat dipraktikkan oleh Pemerintahan Kolonial Belanda dengan metode barang siapa yang tidak memiliki tanah atas hak eigendom, maka tanah tersebut akan menjadi milik negara. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Tidak ada keinginan sedikit pun untuk kembali ke Domein Verklaring. Kita akan menaati apa yang disebut hak menguasai negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat," kata Myrna dalam konferensi pers secara daring, Senin, 25 Maret 2024. 

Menurut dia, posisi penguasaan bagi kemakmuran rakyat jadi patokan utama dalam pelaksanaan proyek pembangunan IKN, walaupun terdapat beberapa regulasi lain yang diluar kewenangan dari pihak Otorita dan itu berlaku dalam pembebasan lahan.

"Itu menyebabkan beberapa hal, tidak bisa sederhana, seperti misalnya soal ganti rugi. Kenapa ganti ruginya hanya menyangkut tanaman saja? Salah satu sebabnya karena areal tersebut telah ditetapkan sebagai barang milik negara. Kami tidak tahu sebelumnya, karena bukan kami yang menetapkan. Ketika ditetapkan statusnya barang milik negara, secara audit negara, tidak bisa negara memberikan ganti rugi terhadap suatu aset yang telah ditetapkan status sebagai barang milik negara," ucap Myrna.

Menurut Myrna, pihak Otorita IKN masih melakukan kajian terkait keluhan masyarakat yang lahannya diambil untuk keperluan pembangunan kawasan IKN. "Kami terus melakukan kajian, mencari kira-kira jalan keluar apa lagi yang bisa dilakukan atas persoalan ini. Itu kemudian kami diskusikan dengan beberapa ahli dan kementerian terkait," ungkapnya.

Terkait pembebasan lahan bagi pemilik tanah bersertifikat, Myrna mengatakan pihaknya tetap merujuk kepada regulasi yang berlaku dalam penentuan harga. Ia mengatakan sudah ada standar yang ditetapkan sehingga pihak Otorita IKN telah bisa melampaui standar tersebut. 

"Memang kita tahu nilai jual objek pajak dan harga pasar selalu ada gap. Ini yang terjadi saat ini. Oleh karena itu, kami sekali lagi mencari apa lagi yang bisa dilakukan untuk menjadikan kehidupan masyarakat bisa naik kelas," ucapnya. 

"Saya kira persoalannya bukan semata-mata ada pada harga tinggi, tetapi pada opportunity-opportunity lain, seperti lapangan kerja. Dalam hal ini, masih terus kami diskusikan secara internal," kata Myrna menambahkan.

Menurut Myrna, upaya pembebasan lahan di Kawasan IKN sebenarnya bisa menciptakan keadilan bagi masyarakat terdampak, khususnya dalam hal pemberian ganti rugi yang layak. Namun, kata dia, pembangunan IKN ini berlangsung dengan menerima limpahan persoalan yang sudah ada pada era sebelum penetapan pemindahan ibu kota.

Salah satunya, menurut Myrna, sebelumnya ada asumsi bahwa lahan yang ada sebagai kawasan eks konsensi, ternyata ada sawit milik masyarakat yang sudah ditanam. "Ini yang harus dicari jalan penyelesaian, tidak bisa hitam putih juga. Kalau hitam putih berdasarkan regulasi, tidak boleh ada sawit di situ, tapi yang terjadi faktanya ada sawit. Kami sedang mencari solusinya," ucapnya.

Myrna juga membuka ruang diskusi untuk seluruh pihak untuk memberikan solusi dan usulan terkait pembebasan lahan di kawasan IKN. "Intinya kami ingin warga masyarakat yang ada tidak dirugikan, kehidupan lebih meningkat, tapi ada concern dari masalah lalu yang belum diselesaikan tuntas dari regulasi, yang membuat ruang gerak kami perlu penyesuaian," ujarnya.

Sebelumnya Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) menyoroti surat Badan Bank Tanah kepada warga yang bermukim di IKN. Surat bertarikh 18 Maret 2024 itu diteken oleh Pimpinan Proyek Badan Bank Tanah Kabupaten Penajam Paser Utara, Syafran Zamzami.

Merujuk salinan surat yang diperoleh Tempo, sehari setelah tanggal tersebut, disebutkan bahwa lahan seluas 4.162 hektare yang tersebar di Kecamatan Penajam dan Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Utara, Kalimantan Timur, berada di bawah Hak Pengelolaaan (HPL) Badan Bank Tanah. Luasan di Penajam mencakup empat kelurahan, yaitu Riko, Pantai Lango, Gersik, dan Jenebora. Sementara yang di Sepaku terletak di Kelurahan Maridan.

Sekretaris Jenderal KPA, Dewi Kartika, mengatakan surat dari Badan Bank Tanah itu semakin menguatkan fakta bahwa lahan IKN diobral bagi investor. Menurut dia, Badan Otorita IKN juga sempat mengultimatum masyarakat adat Pemaluan. Konsorsium sejak awal menolak Bank Tanah yang terkesan mengadopsi azas domein verklaring—sering disebut negaraisasi tanah—dan menyelewengkan hak menguasai dari negara.

“Seolah tanah adalah milik negara, dipersempit lagi menjadi tanah adalah milik pemerintah,” ucap Dewi kepada Tempo pada Rabu, 20 Maret 2024. “Inilah praktik yang subur saat Pemerintah Kolonial Belanda mengakuisisi tanah-tanah masyarakat dan kekayaan alam kita.”

 

 

 

Irsyan Hasyim

Menulis isu olahraga, lingkungan, perkotaan, dan hukum. Kini pengurus di Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, organisasi jurnalis Indonesia yang fokus memperjuangkan kebebasan pers.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus