Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Prediksi Gempa Megathrust di Indonesia, Apa yang Perlu Diketahui?

Dengan memahami risiko dan memperkuat kesiapsiagaan, masyarakat Indonesia dapat lebih siap menghadapi ancaman gempa megathrust.

22 Agustus 2024 | 08.17 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Seismograf gempa bumi. ANTARA/Shutterstock/pri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa Indonesia masih menghadapi ancaman gempa besar di zona megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut. Menurut data BMKG, kawasan ini sudah ratusan tahun tidak mengalami gempa besar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Para ilmuwan mengatakan bahwa gempa besar ini hanya tinggal menunggu waktu. Potensi seismic gap di megathrust Selat Sunda diperkirakan mencapai magnitudo 8,7, sedangkan di Mentawai-Siberut mencapai magnitudo 8,9," kata Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, pada Senin, 12 Agustus 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Apa itu Gempa Megathrust?

Gempa megathrust adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan gempa bumi yang berasal dari zona megathrust. "Mega" berarti besar, sedangkan "thrust" mengacu pada sesar sungkup. Zona megathrust terletak di perbatasan antara kerak benua dan kerak samudra.

Daryono menjelaskan bahwa megathrust adalah zona pertemuan antara lempeng tektonik bumi yang memiliki potensi untuk memicu gempa besar dan tsunami. Berdasarkan Peta Sumber dan Bahaya Gempa Tahun 2017 dari Pusat Studi Gempa Nasional (PuSGen), Indonesia dikelilingi oleh 13 megathrust, termasuk segmen Selat Sunda yang sebagian terletak di selatan Jawa-Bali, serta zona Mentawai-Siberut di barat Sumatera.

Di Mana Zona Megathrust?

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, memberikan penjelasan mengenai potensi gempa di zona megathrust. Menurut dia, zona megathrust yang terletak di Selat Sunda dan Mentawai-Siberut dianggap oleh para ahli sebagai area yang telah lama mengalami kekosongan gempa besar (seismic gap) selama ratusan tahun.

Zona seismic gap ini penting untuk diwaspadai karena berpotensi melepaskan energi gempa yang signifikan dan dapat terjadi kapan saja. BMKG menilai bahwa gempa di kedua segmen megathrust tersebut bisa terjadi kapan pun, mengingat wilayah ini sudah ratusan tahun tidak mengalami gempa besar.

Zona megathrust merujuk pada sumber gempa yang terjadi akibat tumbukan lempeng di kedalaman dangkal. Ketika gempa terjadi di zona ini, lempeng benua yang berada di atas lempeng samudra terdorong ke atas (thrusting), dan gempa besar yang terjadi di laut ini bisa memicu terjadinya tsunami.

Di Indonesia, zona megathrust telah ada sejak jutaan tahun lalu, seiring dengan terbentuknya rangkaian busur kepulauan. Zona ini berada di beberapa subduksi aktif, seperti Subduksi Sunda (yang mencakup Sumatra, Jawa, Bali, Lombok, dan Sumba), Subduksi Banda, Subduksi Sulawesi, Subduksi Lempeng Laut Maluku, Subduksi Utara Papua, dan Subduksi Lempeng Laut Filipina.

Di Samudra Hindia, yakni di selatan Jawa, terdapat tiga segmen megathrust, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah-Jawa Barat, dan Banten-Selat Sunda. Ketiga segmen ini memiliki potensi magnitudo sebesar 8,7. Namun, jika dua segmen bergerak secara bersamaan, maka magnitudo gempa yang dihasilkan bisa lebih besar dari M 8,7.

BMKG Siapkan Sistem InaTEWS

Daryono menyatakan bahwa masyarakat Indonesia tidak perlu khawatir karena pemerintah telah menyiapkan sistem monitoring, pemrosesan, dan penyebaran informasi gempa bumi serta peringatan dini tsunami yang semakin cepat dan akurat sebagai langkah antisipasi dan mitigasi.

Daryono menegaskan bahwa masyarakat tidak perlu panik karena BMKG memiliki sistem InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System) yang mampu dengan segera menyebarluaskan informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami di seluruh Indonesia, termasuk memantau aktivitas gempa dan tsunami di zona Megathrust Nankai, Jepang, dan sekitarnya secara realtime.

"Kami berharap upaya dalam memitigasi bencana gempa bumi dan tsunami tersebut dapat menekan sekecil mungkin risiko dampak bencana yang mungkin terjadi, bahkan hingga dapat menciptakan zero victim," ujar Daryono.

ANWAR SISWADI | ANTARA | ANDIKA DWI

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus