Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - PT PLN (Persero) menyatakan kalau pengembangan proyek geothermal berupa Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi atau PLTP Ulumbu di Nusa Tenggara Timur selalu mengutamakan sosialisasi kepada masyarakat setempat. Termasuk pada tahap pembebasan perluasan lahan ke wilayah masyarakat adat Poco Leok yang saat ini tengah dilakukan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"PLN tidak hanya fokus pada pembangunan secara fisik terhadap PLTP saja, melainkan juga tetap menghormati adat-istiadat setempat sekaligus memastikan masyarakat dan lingkungan sekitar tetap terjaga kelestariannya," kata Senior Manager Pertanahan, Perizinan & Komunikasi PLN Unit Induk Pembangunan Nusa Tenggara, Dede Mairizal, kepada Tempo pada Jumat malam, 5 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dede memberi jawab itu sekalipun masyarakat adat Poco Leok telah sejak awal menolak perluasan PLTP ke wilayah kampung mereka. Dampaknya, friksi berulang kali terjadi hingga yang terkini terjadi pada Rabu 2 Oktober 2024. Kedatangan petugas PLN yang disertai aparat gabungan untuk pengukuran lahan warga serta identifikasi titik pengeboran dan aksesnya kembali diadang warga masyarakat adat.
Bentrokan yang terjadi pada hari itu menyebabkan puluhan warga dilaporkan mengalami luka-luka. Ada tiga warga yang sempat ditangkap, juga seorang jurnalis. Sejumlah kalangan mengecam PLN karena telah menggunakan kekuatan aparat keamanan untuk meredam penolakan masyarakat adat di Poco Leok.
Dede tak menyinggung tuduhan penggunaan kekerasan tersebut. Sebaliknya, dia mengklaim adanya dukungan dari sebagian besar masyarakat yang ada dalam pengembangan PLTP Ulumbu saat ini.
"PLN bersama Pemerintah Daerah setempat secara aktif melibatkan warga sekitar dalam program-program berupa pengembangan pertanian berbasis potensi lokal, penyediaan sarana dan prasarana umum, penyediaan fasilitas air bersih serta pembudidayaan ikan air tawar," kata dia.
Menurut Dede, langkah kolaboratif tersebut tidak akan berhenti ketika pembangunan PLTP telah beroperasi nanti. "Namun akan berlanjut terus demi menghadirkan manfaat yang berkelanjutan bagi masyarakat sekitar Ulumbu pada khususnya dan NTT pada umumnya."
Keterangan berbeda disampaikan Alfarhat Kasman dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam). Menurut dia, penolakan dari warga selama ini tidak membuat pemerintah dan PLN mengurungkan rencana melanjutkan perluasan PLTP Ulumbu ke Poco Leok. Padahal, kata Alfarhat, rencana itu dikeluhkan mengancam lahan dan ruang hidup warga, serta merusak berbagai mata air yang menjadi tumpuan utama warga Poco Leok.
Keluhan itu di luar ketakutan warga akan potensi kebocoran gas H2S. "Penolakan warga Poco Leok menguat dan meluas setelah terjadi kebocoran gas itu di beberapa lokasi tambang panas bumi, seperti di Sorik Marapi, Mandailing Natal, Sumatera Utara, yang menewaskan 5 penduduk dan menyebabkan keracuna 275 lainnya," kata Alfarhat.
Di Mataloko, kata Alfarhat, yang bertetangga kabupaten dengan Poco Leok, operasi tambang panas bumi juga menyemburkan lumpur panas yang menyebabkan sawah warga terendam dan sumber air tercemar. Dampaknya, penduduk kehilangan mata pencarian. Juga didapati perkembangan atap seng rumah-rumah berkarat sehingga menambah beban pengeluaran warga setempat.
"Pembongkaran wilayah Poco Leok untuk perluasan operasi tambang panas bumi yang berada dalam kawasan ring of fire, menambah deretan ancaman terhadap keselamatan warga," ucapnya.