Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Libur Hari Raya Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 atau Libur Nataru sudah di depan mata. Meski begitu, cuaca ekstrem di akhir tahun juga terus menghantui masyarakat. Oleh sebab itu, Pihak Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meminta agar masyarakat senantiasa memperbaharui informasi prakiraan cuaca sebelum berpergian selama periode libur Nataru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal ini dinilai penting sebagai langkah antisipatif terhadap potensi cuaca ekstrem yang melanda di sejumlah wilayah Indonesia. Seperti yang diketahui, cuaca ekstrem berpotensi menganggu kelancaran arus transportasi seluruh moda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Seperti kata pepatah, sedia payung sebelum hujan, maka dari itu kami meminta masyarakat untuk terus memantau prakiraan cuaca melalui aplikasi InfoBMKG yang selalu diperbarui secara berkala. Peringatan dini cuaca akan disampaikan, sepekan dan diulang tiga hari sebelum kejadian, bahkan hingga tiga jam sebelum kejadian cuaca ekstrem," ujar Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dalam keterangan tertulis sebagaimana dikutip Tempo dari laman resmi BMKG pada Jumat, 13 Desember 2024.
Dwikorita mengungkapkan, survei dari Kementerian Perhubungan memprediksi akan ada 110,67 juta orang yang akan melakukan perjalanan musim libur Nataru 2024/2025. Adapun mayoritas pelaku perjalanan tersebut, kata dia, menggunakan kendaraan pribadi berupa mobil dan motor sehingga sangat rentan menghadapi cuaca ekstrem dalam perjalanannya.
Lebih lanjut, Dwikorita juga menyampaikan bahwa cuaca ekstrem diperkirakan berpotensi terjadi hingga Maret-April 2025. Ia menjelaskan bahwa hal itu dipengaruhi oleh sejumlah fenomena seperti La Nina Lemah yang dapat meningkatkan curah hujan sebesar 20 persen, serta Madden-Julian Oscillation (MJO) hingga potensi Cold Surge (seruakan udara dingin).
Dwikorita pun manyatakan bahwa pihak BMKG terus memantau kondisi ini secara cermat dan senantiasa menyampaikan informasi terkini guna mendukung langkah antisipatif serta mengurangi risiko di lapangan. "Update informasi cuaca berkala diperlukan sebagai bentuk preventif guna mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan selama perjalanan keluar kota maupun saat mengunjungi berbagai destinasi wisata. Di musim penghujan seperti sekarang ini sangat rawan terjadi bencana hidrometeorologi," katanya..
Tak hanya itu, Dwikorita juga menyampaikan bahwa dalam aplikasi besutan BMKG, tersedia fitur 'Digital Weather for Traffic (DWT)' yang dapat digunakan pelaku perjalanan untuk mengecek informasi cuaca di jalur mudik. Ia menambahkan, pengguna juga dapat mengakses informasi peringatan dini, cuaca jalur darat, cuaca rute perjalanan, cuaca bandar udara, cuaca pelabuhan, cuaca penyeberangan, hingga informasi penerbangan dan gelombang.
Sementara itu, Deputi Meteorologi BMKG, Guswanto menuturkan, sejumlah fenomena atmosfer diprediksi akan memengaruhi pola cuaca di Indonesia termasuk meningkatkan potensi hujan lebat, terutama karena beberapa wilayah tengah memasuki masa puncak musim hujan untuk beberapa waktu ke depan.
Ia menyebut, sirkulasi siklonik yang terdeteksi di Laut Natuna, di Samudra Hindia barat daya Banten, di Perairan Barat Aceh dan di Laut Arafuru turut memperkuat kondisi ini, dengan memicu peningkatan pengangkatan massa udara yang mempermudah terbentuknya awan hujan dengan intensitas tinggi di wilayah sekitarnya.
Selain itu, kombinasi aktif Madden-Julian Oscillation (MJO), gelombang Rossby, gelombang Kelvin, serta konvektif lokal di wilayah barat, selatan dan tengah Indonesia memperkuat dinamika atmosfer yang mendukung terjadinya hujan lebat di berbagai wilayah.
Guswanto menambahkan, seiringnya dengan meningkatnya periode hujan maka beberapa wilayah Indonesia seperti Sumatra, Jawa, Kalimantan, hingga Sulawesi juga memiliki risiko lebih besar terhadap curah hujan yang tinggi, di mana hal ini dapat mengakibatkan banjir, genangan air, atau tanah longsor di daerah rawan.
Selain itu, ia juga menyebut ada hal lain yang harus diperhatikan yakni potensi hujan lebat yang terjadi pada daerah-daerah aliran sungai di sekitar gunung berapi yang saat ini sedang aktif, karena berpotensi menimbulkan banjir lahar hujan.
"Waspada terhadap potensi risiko bencana hidrometeorologi, pantau terus informasi cuaca dan sebisa mungkin menghindari aktivitas di wilayah rawan bencana," ujarnya.