Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Halo, pembaca nawala Cek Fakta Tempo!
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemilu 2024 semakin dekat. Satu per satu, pasangan kandidat capres dan cawapres mengumumkan diri. Saat hoaks seputar kandidat capres dan cawapres turut bertebaran, apakah Anda mencukupkan diri dengan informasi yang sudah diketahui sebelumnya, atau masih menyediakan waktu untuk meneliti mana informasi benar dan mana kabar bohong?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tahukah Anda, bahwa kita cenderung mengalami bias konfirmasi? Dengan mengenalinya, kita bisa menekan laju penyebaran hoaks di tengah dinamika momentum politik yang terjadi di negeri ini.
Apakah Anda menerima nawala ini dari teman dan bukan dari e-mail Tempo? Daftarkan surel di sini untuk berlangganan.
Bagian ini ditulis oleh Artika Rachmi Farmita dari Tim Cek Fakta Tempo
Prebunking Series (41):
Bahaya Bias Konfirmasi, Ketika Hanya Mau Percaya Apa yang Sudah Diyakini
Bias konfirmasi terjadi karena adanya hasrat yang kuat terhadap suatu keyakinan. Ketika seseorang ingin suatu ide atau konsep tertentu menjadi kenyataan, akhirnya dia pun mempercayai hal tersebut. Mereka termotivasi oleh angan-angan. Hal ini kemudian menyebabkan dia berhenti mengumpulkan potongan-potongan informasi, begitu dia sudah merasa bukti yang dikumpulkan sudah meneguhkan pandangan atau prasangka yang ingin dianggap benar.
Dilansir Psychology Today, Shahram Heshmat Ph.D. menjelaskan, ketika kita telah membentuk suatu pandangan di kepala, kita menerima informasi yang menegaskan pandangan tersebut dan mengabaikan, atau menolak informasi yang meragukannya. Bias konfirmasi menunjukkan bahwa kita tidak sedang memandang suatu keadaan secara objektif.
Secara fisiologis, penelitian menunjukkan bahwa memproses informasi yang mendukung keyakinan seseorang akan menyebabkan aliran dopamin. Hormon inilah yang menciptakan perasaan senang. Peter Wehner mengutipnya dari buku “Denying to the Grave: Why We Ignore the Facts That Will Save Us”.
Bahkan psikolog moral Jonathan Haidt, mengatakan bahwa “keberpihakan yang ekstrem bisa membuat ketagihan.”
Maka, menjelang ajang politik Pemilu 2024, penting untuk mewaspadai potensi bias konfirmasi yang sudah tertanam di dalam diri. Apalagi, bias konfirmasi berkontribusi terhadap penyebaran mis/disinformasi alias “kabar palsu”.
Sebab, bisa jadi kita cenderung menolak kebenaran karena sudah ada memiliki bentuk keyakinan tertentu di kepala. Padahal misalnya, informasi tersebut bersifat mengadu domba atau memprovokasi perpecahan di tengah masyarakat. Tentu keadaan bisa semakin runyam, ketika masyarakat mempercayai informasi yang mereka anggap benar itu lalu menyebarkannya, padahal belum melihat bukti yang mendukung kebenarannya.
Lalu, apa yang bisa kita lakukan? Dari sisi media massa, industri media perlu meningkatkan standar jurnalistiknya untuk menghindari kesalahan yang kerap disebabkan oleh berita yang terburu-buru atau keinginan untuk membuat berita menjadi sensasional.
Yang tak kalah penting, kita sebagai warga negara punya tanggung jawab dan kendali untuk menolak menerima apapun bentuk kebohongan maupun narasi palsu, dengan tidak turut menyebarkannya.
Bagian ini ditulis oleh Inge Klara Safitri dari Tempo Media Lab
Cek Fakta Pilihan
Benarkah Video Berisi Klaim Presiden RI ke-6 SBY Ditangkap?
Sebuah video berdurasi 10 menit 13 detik dengan klaim peristiwa penangkapan mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) beredar di Facebook. Video tersebut diberi narasi “langsung di t4ng-k4p sebelum bukti bukti penting dihilangkan”. Narator dalam video itu menyatakan bahwa SBY dikabarkan panik setelah Otoritas Jasa Keuangan memblokir 87 rekening dan jaksa agung membuka kembali kasus pembunuhan aktivis Munir.
| Hasil Pemeriksaan fakta
Hingga artikel ini diturunkan, tidak ada penangkapan terhadap Presiden RI keenam, Susilo Bambang Yudhoyono. Konten tentang SBY ditangkap merupakan informasi dan narasi lama yang sudah pernah beredar berulang kali.
Waktunya Trivia!
Benarkah Seorang Wanita Asal India Meninggal Setelah Melahirkan Ular Kobra?
Seorang wanita asal India diklaim meninggal setelah melahirkan seekor ular kobra. Klaim tersebut dibagikan bersama sebuah video reels yang memperlihatkan sejumlah petugas kesehatan dalam sebuah ruang operasi. Di dalam video tersebut juga tertera narasi yang menyebutkan bahwa ular tersebut masuk ke dalam rahim wanita itu secara tak sengaja. Wanita itu telah meminum air yang didalamnya terdapat ular seukuran cacing.
| Bagaimana hasil pemeriksaan faktanya?
Ada Apa Pekan Ini?
Dalam sepekan terakhir, klaim yang beredar di media sosial memiliki isu yang sangat beragam, mulai dari isu politik, sosial dan kesehatan. Buka tautannya ke kanal Cek Fakta Tempo.co untuk membaca hasil periksa fakta berikut:
- Benarkah Antasari Azhar dan Ahok dilantik sebagai ketua dan wakil KPK?
- Benarkah minum air es menyebabkan kerusakan ginjal?
- Benarkah makan jengkol berlebihan menyebabkan gagal ginjal?
Kenal seseorang yang tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini. Ingin mengecek fakta dari informasi atau klaim yang anda terima? Hubungi ChatBot kami.
Ikuti kami di media sosial: