PERTEMUAN KONI Pusat dan PSSI Selasa pekan lalu hanya
membuahkan 3 pasal pernyataan yang ngamhang. Pernyataan yang
dibuat Sekjen KONI Pusat, M.E. Siregar dengan tulisan tangan
itu hanya sekedar menyinggung "pentingnya pertemuan tersebut
dalam rangka terjalinnya komunikasi yang baik". Dan "pertemuan
tersebut berguna karena dilakukan secara berterus terang". Lalu
pernyataan ditutup dengan rencana untuk melanjutkan pertemuan
serupa di waktu yang akan datang.
Dari pernyataan yang diplomatis itu peluang orang untuk
menafsirkan apa yang sesungguhnya telah berlangsung selama 3 jam
pertemuan, jadi buntu. Dan jangan lupa suara-suara dari daerah
baik KONI maupun bond anggota PSSI -- tidak mustahil akan cepat
memberi stempel "banci" pada pimpinan KONI Pusat.
Sebab, bagaimanapun juga dukungan mereka sia-sia belaka. Dan
pertemuan Ketua Harian KONI Pusat, Suprayogi, dengan Presiden
Soeharto menjelang pertemuan tersebut, agaknya belum cukup
memperkuat moril pimpinan KONI Pusat itu untuk bertindak menurut
pendapat umum.
Tapi sumber TEMPO di KONI mengatakan, bahwa pertemuan tersebut
memang belum sampai pada "penindakan terhadap Ketua Umum PSSI".
Baru berkisar pada AD/ART PSSI yang disyahkan oleh Kongres
Medan April 1975 yang lalu. Dalam hal ini KONI Pusat menilai
jiwa AD/ART PSSI itu bertentangan dengan AD/ART KONI. Tapi oleh
Bardosono kesalahan itu dikembalikan pada pimpinan KONI Pusat
yang tidak seksama mengikuti perkembangan PSSI. Meskipun
langsung ditangkis oleh KONI bahwa permintaan untuk peroleh
AD/ART tersebut tak perlu dikirimkan PSSI, sehingga pihak KONI
terpaksa mendapatkannya dari anggota PSSI.
Nyaris terjadi debat kusir pula ketika surat permintaan untuk
"kongres luar biasa" ditanyakan KONI pada Bardoso. Jawab Ketua
Umum PSSI itu: tak pernah ada surat permintaan semacam . .
Bardosono malah tak lupa menyebutkan sejumlah besar kartu
"selamat berlebaran" dari daerah-daerah yang dialamatkan
kepada dirinya sebagai dukungan untuk Ketua Unum (TEMPO, 23
Oktobcr 1976).
Tapi kehadiran Mayjen Soeharto, Wakil Kepala Badan Kekaryaan
ABRI, dalam pertemuan KONI - PSSI itu agaknya menyingkapkan
suatu aspek baru dari pergolkan di tubuh PSSI. "Orang luar" itu
nampaknya dipersilakan menyaksikan sendiri sejauh mana
"kekuasaan dan jabatan seseorang telah mengacak-acak aturan
permainan". Dari hasil pengamatan Mayjen Soeharto ttu bukan
tidak mungkin akan merintis perkembangan baru dalam tubuh
kepengurusan PSSI: Bardosono jalan terus atau mundur. Untuk
menentukan sikap pimpinan PSSI masih akan berunding pada tanggal
25 Oktober. Dalam hal ini kata-kata Sekum PSSI, Jumarsono,
menjelang pertemuan pekan lalu itu patut dikutip: "Kalau tujuan
pemanggilan Ketua Umum itu hanya untuk menggantikan Bardosono,
saya jadi kasihan sama prestise Pak Suprayogi . . . ". Nyatanya
memang demikian. Paling tidak untuk sementara: 1-0 untuk PSSI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini